Hati yang sakit

805 106 7
                                    

🎥 flashback 🎥

🧳

"Yaudah, kita cukup sampai sini dulu deh.. Abang mau cari makan malam dulu"

"Yaudah bang,.. Baik-baik ya Abang" ucap mas shua,

"Iyaa.. Han, shua.. Abang nitip adek-adek yaa... terutama Chan.. maaf kalau kesannya Abang kabur dari masalah"

"Iya Abang.. santai aja" ucap mas Han

Abang mematikan ponselnya dan menyimpannya di saku. Ia akan keluar untuk mencari makan malam.

~~~~~

🍜

"Permisi, ini pesanannya" ucap seorang pelayan dengan membawa pesanan kepada seseorang yang tengah menikmati pemandangan di malam hari itu.

"Terimakasih" ucapnya sambil tersenyum kepada pelayan itu. Tanpa menunggu lama lagi, Abang segera menikmati hidangan itu.

Setelah selesai menyantap makan malamnya itu, Abang masih tetap berada di tempat itu. Menikmati angin malam yang berhembus ke arahnya.

"Permisi, seluruh bangku di restoran ini sudah penuh. Apakah boleh saya duduk di sini?" Ucap lelaki tua yang menghampiri Abang, Abang sedikit di buat terkejut ia pun lalu berdiri.

"Oh, silahkan pak.. saya sudah selesai kok" jawab Abang yang langsung bergegas mengambil jaketnya.

"Sudah.. tidak apa-apa.. disini saja, sepertinya kamu masih butuh udara segar" ucap lelaki tua itu sambil mengambil kembali jaket di tangan Abang, mau tidak mau Abang menurutinya.

Setelah memesan makanan, kakek itu membuka pembicaraan.

"Saya biasanya tidak bisa makan kalau hanya sendiri, harus di temani. Kebetulan mobil saya sedang diperbaiki di bengkel dekat sini. Dan supir saya sedang mengurusnya, Jadi terimakasih nak, sudah mau menemani kakek tua ini" ucapnya lalu terkekeh.

Abang tersenyum melihat itu. Orang itu mengingatkan Abang kepada ayah, ayah juga tidak bisa makan sendirian. Makanya setelah bunda pergi ayah merasa sangat kehilangan, karena ayah tidak suka kesendirian.

"Ngomong-ngomong kamu kok sendirian saja?" Tanyanya,

"Oh, iya pak. Saya sedang ada pekerjaan di dekat sini, dan kebetulan saya memang berangkat sendiri" jawab Abang, lelaki tua itu mengangguk paham.

Hingga pesanan lelaki tua itu tiba dan hampir habis, keduanya bercengkrama bersama, sesekali tertawa saat berbagi kisah lucu.

"Dua belas orang?" Tanya lelaki itu, Abang tertawa kecil lalu mengangguk membenarkan hal itu. Reaksi yang sudah biasa dia dapati saat orang lain bertanya tentang keluarganya.

"Lalu kedua orang tua mu?" Abang tersenyum tipis mendengar pertanyaan selanjutnya, lalu menggeleng. Lelaki tua itu segera mengelus punggung Abang lembut.

"Kamu hebat, pasti mereka bangga punya Abang seperti kamu" mendengar hal itu mata Abang mulai mengeluarkan mutiaranya. Jarang, bahkan langka sekali Abang menangis. Apalagi di hadapan orang lain, dia terbiasa menahan kesedihannya sendiri yang bahkan adik-adiknya tak mengetahui itu. Tetapi saat ini, ia menangis.

Layaknya seorang kakek yang menenangkan cucunya, ia berusaha membuat Abang nyaman untuk mengeluarkan seluruh bebannya.

Saat ini, Abang sudah di puncaknya. Jauh di lubuk hatinya, ia merutuki dirinya tentang masalah yang sedang melanda dirinya dengan si bungsu.

🎥 flashback off 🎥

🏥

"Abang kamu sepertinya tengah dalam keadaan lelah.. setelah ini, biarkan dia rehat sebentar" pesan lelaki tua itu kepada mas Han.

The warmth | Lee Chan Dino Seventeen Where stories live. Discover now