Chapter 89: Obat dari Segala Kesakitan

Start from the beginning
                                    

"Coba mana sini gue lihat mukanya dulu," kata Sean tiba-tiba. Spontan membuat Seje memutar kepalanya ke arah dinding kaca. Menjauhi wajah Sean yang kini semakin mendekat padanya.

"Lo ngapain sih?" ketus Seje pelan.

"Loh loh, kenapa? Gue mau lihat muka isteri gue sendiri masa gak boleh?"

"Sean sumpah ini gak lucu."

"Ya memang gue lagi gak ngelucu Seje sayang. Gue cuma mau lihat, lo beneran salting apa enggak?"

"Gue gak salting ya!"

"Nah kalo gitu coba mana, sini tunjukin mukanya kalau memang gak salting."

"Gamau."

"Nah, salting kan lo."

"Ihhh enggak ya!"

"Mana buktinya?" Sean masih terus berupaya mengejar wajah Seje yang sedari tadi mengelak darinya itu. Seje berupaya sebisa mungkin untuk menutupi wajahnya dengan helai-helai rambutnya sembari terus berputar-putar menjauhi kejaran wajah Sean yang tak henti-hnti mendekatinya.

Jika dilihat, dua orang itu persis bocah yang sedang main kejar-kejaran. Bedanya, nuansa kamar hotel maha mewah yang diterangi lampu temaram bernuansa warm dengan latar view gemerlap ibu kota di malam hari itu membuat ambiance yang terbangun di antara keduanya mendadak jadi syahdu plus romantis. Ah entahlah, mungkin hanya penonton yang menganggap demikian. Dua anak manusia yang merupakan sepasang suami isteri itu justru terus asyik berkejar-kejaran sampai akhirnya bunyi bel dari depan kamar mereka membuat keduanya serempak berhenti.

Teng nong!

"Iya, sebentar!" Seje buru-buru melewati tubuh Sean yang sudah nyaris mengkungkungnya itu tanpa basa-basi, lalu berjalan ke pintu depan. Tak butuh waktu lama bagi perempuan itu untuk membuka pintu dan menemukan seorang pelayan laki-laki bertubuh tinggi tegap sudah berdiri di hadapannya dengan senyum ramah sarat kapitalistik.

Sebelah tangan laki-laki itu memegang sebuah nampan berisi satu botol wine dan sepotong amplop surat berwarna merah maroon yang tampak begitu mewah.

"Eh mas, kayanya kita gak pesen wine deh." Sean yang tahu-tahu sudah nongol dari balik tubuh Seje itu main langsung menyapa sang pelayan dengan satu statement tegas perihal bawaan sang pelayan. Well, mereka memang tak memesan apapun setibanya mereka di kamar hotel tersebut.

"Ah tidak pak. Ini memang bukan pesanan bapak maupun ibu, tetapi saya membawakan ini sebagai hadiah dari Mr. Jo." Begitu jawaban sang pelayan yang sontak membuat Seje maupun Sean saling bertukar pandang.

"Oh begitu," Sean melangkah satu langkah mendekat pada si pelayan lalu menerima pemberian itu dengan senang hati.

"Pesan Mr. Jo untuk bapak dan juga ibu, jika ada hal apapun yang dibutuhkan bisa langsung menghubungi kami."

"Baik, terima kasih."

"Sama-sama, Pak. Baik, apa masih ada hal lain yang mungkin bisa saya bantu?"

Sean tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia menggeleng pelan.

"Ah baik kalau begi—"

Belum selesai si pelayan bicara, mendadak Sean sudah berujar lagi.

"Ah iya! boleh minta satu hal gak?" tanya laki-laki itu tiba-tiba.

"Silahkan pak."

"Boleh gak kalau setelah ini kamu manggil kita dengan sebutan Mas dan Mbak aja alih-alih bapak dan ibu? Saya rasa kami masih cukup muda untuk dipanggil Mas dan Mbak hehe," ucap Sean seraya terkekeh pelan di ujung kalimatnya.

RIVALOVA: Should I Marry My Fabulous Rival?Where stories live. Discover now