66. Sungguhan atau Kepura-puraan?

96 33 3
                                    

Pendek dulu ygy

Pendek dulu ygy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Air panas yang direbus Sean sudah mulai menghangat seiring dengan kompres kepala Seje yang juga tak lagi terasa apa-apa. Bersamaan dengan itu, tangan Sean tak henti-hentinya menempelkan handuk hangat itu di bagian kepala Seje yang benjol. Begitu seksama mengobati, seolah dirinya adalah tenaga medis yang paham. Padahal Sean pun tahu penanganan benjol dengan kompres semacam itu dari mamanya yang pernah mengobati jidatnya yang benjol akibat jatuh dari sepeda semasa kecil.

"Kayanya... kepala gue udah mendingan deh," kata Seje memulai percakapan.

Bagaimana tidak, sepanjang mengompres, Sean tampak begitu konsentrasi. Tak sekalipun laki-laki itu menyuarakan sebaris kalimat pun. Memposisikan Seje pada satu situasi canggung nan serba salah yang membuatnya tak bisa melakukan apa-apa selain diam mematung dengan deru napas yang dipaksa tetap tenang dan detak jantung yang sudah bertabuh ria di dalam sana.

"Udah mendingan?" Sean menanggapi dengan sebuah pertanyaan meyakinkan. Tapi laki-laki itu kemudian melepas handuk pengompresnya lalu memegangi bagian kepala Seje yang benjol. "Lo yakin?" tanyanya lagi masih terus mencoba meraba-raba benjolan itu.

"Awh!" Refleks Seje mengaduh kala Sean tanpa sengaja memencet dengan sedikit keras di sisi yang menjadi pusat dari segala sakit di kepalanya itu.

"Nah kan, mendingan apanya? Itu masih sakit..."

Seje cuma meringis samar.

"Ini airnya udah gak panas lagi, jadi biar gue panasin lagi terus—"

"Gak usah!" Seje buru-buru melarang. "Sean... eung, gak usah deh. Gue serius. Ini udah sangat amat lebih baik dari pas baru kena tadi. Gak perlu dikompres lagi."

"Tapi benjolan lo masih sakit."

"Justru karena itu, biarin aja dulu benjolnya kalem sendiri. Kan udah dikompres."

"Iya tapi—"

"Justru kalau kelamaan dikompres entar malah makin parah."

Sean diam, tampak menimbang-nimbang seraya berpikir dengan serius.

"Yang sedang-sedang aja kaya ada tuh lagu dangdut kan. Kalau berlebihan, entar jadinya gak baik."

Sempat-sempatnya Seje bercanda garing. Parahnya, gadis itu kemudian tertawa renyah sendiri, seolah apa yang baru saja dikatakannya memang selucu itu. Padahal wajah Sean masih begitu serius dan ketat, seketat sempak baru yang baru saja dibeli dan belum sempat dipakai.

"Ya sudah kalau memang begitu," kata Sean akhirnya seraya menggerakkan kedua tangannya untuk membereskan handuk kompres dan sebaskom air yang kini sudah dingin itu.

Lalu, laki-laki yang masih mengenakan pakaian tidurnya itu pun berjalan ke arah kamar mandi. Berniat untuk membuang air bekas mengompres itu dan membersihkan baskom serta mencuci handuk yang sudah dikenakan tersebut. Namun, belum sempat ia masuk ke dalam kamar mandi, bunyi ketukan dari arah pintu dan panggilan dari suara yang begitu familiar, menginterupsinya dan juga atensi Seje.

RIVALOVA: Should I Marry My Fabulous Rival?Where stories live. Discover now