Step by step

196 58 1
                                    

"Kenapa kamu berani menjustifikasi orang lain kalau kamu sendiri nggak tahu fakta sebenarnya?"

Kamu jadi teringat ucapan mama kamu semalam. Kamu merasa nggak berlaku adil ketika kamu melakukan hal tersebut karena sempat mengira bahwa kedatangan ibu yang melahirkan mantan kamu itu bermakna negatif tapi sayangnya kamu keliru. Kehadiran beliau justru mau memberitahu dan mewanti-wanti kamu supaya kamu nggak jatuh ke lubang yang sama.

Sebagai seorang ibu bukankah seharusnya beliau ada di pihak sang anak? Lalu mengapa wanita paruh baya yang bertandang ke rumah kamu kemarin justru berada di pihak kamu dan meminta kamu agar tidak luluh dengan perlakuan Doyoung nanti.

"Aneh," celetuk kamu pelan. Masih nggak habis pikir apa yang sudah dilakukan mantan calon mertua kamu itu. Berkali-kali kamu mencari alasan mengapa beliau bisa melakukannya.

Buntu, gue sama sekali nggak menemukan jawaban.

Kamu jadi berpikir, sebegitu besar rasa sayangnya kepada kamu yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Sekuat apa beliau ketika tahu aib suaminya terbongkar setelah sang suami tidak ada lagi di dunia? Ingin meminta pertanggungjawaban pun entah kepada siapa. Hidupnya terutama hidup anaknya kini telah hancur.

Sudah dapat dipastikan sesakit itu rasanya dikhianati. Belum lagi rasa sedih akan kehilangan sosok yang bertahun-tahun selalu mendampingi mereka ternyata memiliki banyak rahasia. Apa ada lagi rahasia yang belum mereka ketahui?

Apa ini cara Mas Doyoung buat menarik hati gue lewat Mamanya?

"Tapi, Mama bilang omongan Tante Moana bisa dipercaya."

Sumpah, gue bingung mesti gimana. Kenapa juga gue harus ikut terseret sama masalah mereka yang padahal gue udah mulai menjalani hidup yang baru?

"Pusing banget," keluh kamu. Kenapa masalah nggak bosan-bosan datang menghampiri sedang kamu sendiri merasa bosan dengan permasalahan yang itu-itu saja.

Kamu mendongak mencari oknum yang baru saja mengusap kepalamu. "Jef?"

"You okay?"

Kamu mengangguk memberikan respon. Rasa lelah yang nggak berkesudahan yang datang menghampiri apalagi kamu habis dimarahi seharian sama atasan kamu. Nggak tahu kenapa mood atasan kamu lagi anjlok parah sampai semua karyawan membicarakan sikap beliau hari ini.

Jaehyun yang peka segera membawa tubuh kamu buat dia peluk. Sambil berdiri dia mengusap kepala kamu pelan. "You did well, sayang." Sebuah kalimat yang mampu membuat rasa lelah kamu hilang seketika. Nggak ada kalimat yang lebih romantis selain yang Jaehyun ucapkan barusan. Pria itu tahu bagaimana caranya membuat suasana hati kamu menjadi lebih baik.

"Aku kira kamu nggak jadi kesini?"

"Siapa yang bilang?"

"Na Yuta," jawab kamu sembari melepas pelukan.

Jaehyun terkekeh, sepertinya oknum bernama Yuta berhasil mengerjai kamu. "Lain kali, jangan gampang dibodohi dia lagi."

"DIH, AWAS AJA SI NAYUT." Kamu terlihat bodoh karena masuk ke dalam perangkap pria bernama Nakamoto Yuta. Tawa Jaehyun semakin pecah. Dia mendudukkan diri di bangku taman yang sama dengan kamu.

"Sayang?"

"Iya, kenapa?" tanya kamu menimpali. Wajah Jaehyun terlihat lebih serius dibanding tadi. Kamu jadi penasaran dengan kalimat yang dilontarkan pacar kamu selanjutnya.

"Hari ini aku meeting sama Papa. Selesai meeting Papa tanya ke aku tentang kamu."

Kamu jadi deg-degan. Apa aja yang diobrolin Jaehyun dan papanya mengenainya kamu. "Terus?"

"Kamu keberatan nggak kalau Papa mau ketemu sama kamu?"

"Tapi, aku belum siap Jef."

"Kamu nggak perlu persiapan apapun sayang. Papa cuma mau ketemu karena selama ini aku belum ngenalin kamu sama Papa kan?"

"Jujur, aku belum siap karena aku takut."

Melihat raut wajah sang kekasih, Jaehyun kembali mendekatkan diri. "Apa yang buat pacar aku bisa setakut ini ketemu sama calon Papa mertua? Kemarin kamu nggak setakut ini waktu ketemu sama Mama dan Mbak Krys, hum?"

"Waktu aku ketemu sama Mama dan Kakak kamu kan beda siatusinya."

"Apa bedanya?"

"Kita belum terikat apapun waktu aku ketemu sama Mama dan Kak Krys," jelas kamu. Jaehyun tampak berpikir seakan sedang mengingat kepingan kejadian di masa lalu. 

"Memangnya iya ya?"

"Kamu nggak ingat kapan kita jadian?"

Pertanyaan jebakan. Mau dijawab takut salah, nggak dijawab semakin salah. Jaehyun jadi bingung sendiri karena kebanyakan cewek bakalan marah nggak berkesudahan kalau tahu cowoknya nggak mengingat momen-momen penting di hidup mereka.

"Aku takut kalau Papa kamu nggak suka sama aku. Aku takut nggak layak ada di sisi kamu."

"Coba ulangin lagi kamu ngomong apa barusan?"

Kamu cuma bisa diam. Nggak berani menjawab apalagi melakukan reka adegan ulang. Kenyataannya memang sempat terpikir oleh kamu. Bagaimana kalau misalnya orang tua dari Jaehyun khususnya sang papa nggak setuju sama hubungan kamu dengan anaknya? Apalagi kamu tahu betul kalau Jaehyun bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari kamu buat dijadikan pendamping hidup.

"Aku nggak peduli sama pendapat Papa. Meskipun Papa nggak merestui hubungan kita, nggak akan berpengaruh sama aku. Buat aku, restu dari Mama lebih penting ketimbang restu dari Papa."

"Jef?"

"Kalau pada akhirnya Papa nggak ngerestuin hubungan kita. Aku tetap bisa nikahin kamu, sayang. Selama Mama kasih restu ke aku buat nikahin kamu. Itu udah lebih dari cukup. Aku cuma butuh restu dari Mama biar nggak jadi anak yang durhaka."

"Terus gimana sama Papa kamu nanti, Jef? Kamu melawan Papa kamu sama aja kamu jadi anak yang durhaka. Apa bedanya?"

"Yang ngelahirin aku kan Mama bukan Papa," jawab Jaehyun santai. Terkadang kamu merasa heran. Kok bisa ada manusia sesantai pacar kamu? Meskipun sang mama yang melahirkan dia, tanpa kehadiran papa-nya apa Jaehyun bakal hadir ke dunia?

Kan enggak!

"Jawaban kamu nggak bisa dicerna sama otak aku."

Jaehyun ketawa geli. Dia menarik pergelangan tangan kamu sampai tubuh kalian nggak berjarak. "Nggak usah kamu pusingin. Kalau memang kita nggak dapat restu. Tinggal kawin lari aja, yang."

Refleks tangan kamu menutup bibirnya. "OMONGANNYA!" pekik kamu tertahan sedangkan dia melepaskan tangan kamu dari bibirnya.

"Bercanda ratuku," sahut pacar kamu. Sesekali dia menciumi punggung tangan kamu. Cukup sabar kamu meladeni tingkah Jaehyun yang terkadang absurd.

Kemesraan kalian terganggu tatkala seseorang mencoba menghubungi kamu. Kamu melirik ke arah handphone yang kamu simpan di dalam tas.

Penelepon tanpa nama dan kamu nggak tahu siapa yang mencoba menghubungi kamu karena nomor tersebut begitu asing.

"Siapa, yang?"

"Tanpa nama," jawab kamu. 

Kamu menepis keraguan buat nggak menerima panggilan itu, siapa tahu si penelepon tersebut membawa kabar penting kan?

"Halo?" sapa kamu.

Beberapa menit kamu menunggu balasan, nggak ada suara yang terdengar dari sebrang sana. Jaehyun yang melihat gelagat kamu yang mulai mencurigakan pun meraih ponsel kamu secara tiba-tiba. "Halo, ini siapa dan ada perlu apa?" tegasnya.

Sambungan telepon sengaja diputus. Jaehyun menatap kamu dengan wajah serius. "Sering kamu dapat panggilan kayak gini?" tanyanya. Kamu menjawab dengan gesture penolakan. Ini pertama kalinya kamu mendapat telepon seperti tadi.

Jaehyun nggak mengeluarkan suara lagi. Dia justru meraih handphone-nya yang ada di saku celana. Entah apa yang akan dia lakukan setelahnya.










MARRIAGE LIFE WITH J (Jung Jaehyun - Husband Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang