95 || Harus Di Samping Yena!

104 16 2
                                    


Donghae memutuskan untuk melangkahkan kaki maju, berniat menggantikan Wooseok, sebelum seseorang menghentikannya.

"Biar aku yang mengambil alih." Minho datang dari sisi lainnya, dengan gerakan cepat naik ke ranjang Yena dan melakukan CPR untuk menggantikan Wooseok.

"Bawa keluarga pasien keluar dari ruangan," perintah Minho, ditujukan untuk perawat di sebelahnya.

"Nggak, tolong jangan Minho. Mbak mau menemani Yena di sini," ucap Jessica menolak.

Alih-alih membalas permohonan Jessica, Minho justru berbicara dengan menatap abangnya. "Bang, tolong bawa Mbak Jessica keluar dari sini. Serahkan semuanya padaku, aku pasti akan menyelamatkan Yena dengan cara apapun."

Tidak memiliki pilihan lain, Donghae memutuskan untuk mengikuti perkataan Minho daripada Jessica terus menangis histeris di ruang UGD dan mengganggu konsentrasi dokter untuk bekerja.

"Kita keluar dulu, ya? Yena pasti akan baik-baik saja kok," ucap Donghae, memberi pengertian kepada istrinya.

"Tapi, Pih ... Yena –"

"Kita percayakan saja semuanya sama Minho dan Wooseok. Lebih baik kita berdoa pada Tuhan agar Yena disembuhkan dari sakitnya," ujar Donghae, meski hatinya ikut hancur melihat kondisi Yena saat ini, tetapi jika dia memperlihatkan kelemahannya, maka Jessica pasti akan tumbang.

Selepas kepergian Donghae dan Jessica, kini Minho fokus untuk menangani Yena. "Sudah berapa lama dilakukan CPR?" tanyanya pada Wooseok.

"Hampir enam menit, Paman," balasnya setelah melihat jam di pergelangan tangannya.

"Satu menit lagi detak jantungnya tidak kembali, kita gunakan defibrillator," putus Minho. Wooseok buru-buru menyela, "Tapi, Paman, menggunakan defibrilator itu –"

"Bukankah yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan nyawa Yena?" balas Minho dengan tegas.

Wooseok diam tanpa bisa membantah. Minho benar, yang terpenting sekarang adalah detak jantung Yena kembali dulu, masalah efek tindakan medis lainnya bisa ditangani lagi nanti.

"Suster, siapkan defibrilator!"

"Biar aku yang mengambil alih, Paman." Giliran Wooseok naik ke sisi ranjang Yena dan melakukan CPR, dalam hati dia terus bergumam, berharap Yena akan mendengarnya. "Get up Yena, please. Tolong jangan buat aa' membuat keputusan sulit."

"150 joule!" perintah Minho, dia sudah memegang alat defibrilator di kedua tangannya.

"Minggir, Wooseok!"

Wooseok baru akan turun dari ranjang setelah menghentikan CPR tetapi alat monitor di sampingnya kembali berbunyi.

Tit tit. Tit tit.

"Ahhh!" Wooseok menggeram diiringi nafas lega yang keluar. Kakinya mendadak lemas seperti jelly sampai dia terduduk di lantai dekat ranjang Yena.

"Tanda-tanda vital pasien kembali normal, Dokter." Perawat itu memberikan laporan terakhir kepada Minho dengan senyuman merekah.

Minho menghampiri keponakannya, memegang sebelah bahunya dan berkata, "Kerja bagus, Wooseok."

"Tapi, tidak menggunakan defibrillator bisa saja menjadi tindakan ceroboh. Kamu tahu itu, 'kan? Seharusnya sebagai seorang dokter, menyelamatkan nyawa adalah prioritas utamanya, bukan mengurangi efek samping dari tindakan medis," lanjut Minho. Dia memberikan nasehat untuk kebaikan Wooseok.

"Maaf, Paman. Aku salah," ujarnya menyesal. Andai dia terlambat menyelamatkan Yena, mungkin dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri seumur hidup.

"Kamu menyadari kesalahanmu saja itu sudah cukup," balas Minho. Pria itu lalu bangkit dari posisi jongkoknya dan memberikan instruksi lainnya kepada perawat. "Pindahkan pasien ke ruang observasi dan panggil semua kepala departemen untuk datang kesana."

FAMILY SERIES || Keluarga LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang