50. Fugitive

4.7K 524 16
                                    

Ada orang lain di kafe ini.Amara melihat ke sekeliling. Siapa? Reynov? Tapi ia melihat sendiri Reynov meninggal. Mesin EKG di rumah sakit itu sudah bergaris lurus, dan ia sendiri hadir di pemakaman Reynov. Apa mungkin Reynov masih hidup? Amara ingin berharap, tapi ia takut kecewa dengan harapannya sendiri.

Atau jangan-jangan... yang ada di kafe ini justru orang suruhan Robby? Kalau betul, gawat! Amara datang ke sini sendirian tanpa pengawal.

Dengan badan gemetar takut, Amara berkeliling. Ruang utama kafe, pantry, dan kamar mandi itu kosong. Maka, tinggal ruang kerja Reynov.

Amara segera membuka pintu itu dengan penjepit rambut. Ia belum pernah memasuki ruang kerja itu. Ia berjalan perlahan tanpa suara. Di ruang kerja itu, segera ia disambut dengan peta penculikan Ali Sandi tertempel rumit di dinding dengan banyak tulisan. Amara ternganga. Ternyata seperti ini isi ruang kerja Reynov selama ini. Ada juga foto dirinya lengkap dengan data dirinya.

Amara berjalan perlahan-lahan. Malam itu sangat sunyi. Pergerakan sedikit saja akan terdengar. Lantas, di sanalah, di ujung ruangan di balik almari besar itu, ada sosok yang bersembunyi. Amara menarik tubuh orang itu.

"Cassie!" Amara terkejut.

Dokter perempuan itu memakai jaket hoodie hitam. "Sssst!" katanya. "Jangan panggil gue Cassie!" Ia melihat sekitar dan mengintip dari tirai jendela. Ketakutan.

Amara shock. Kabar yang beredar adalah Cassie dan Odi mati terjebak gas beracun di dalam gedung itu. Tapi kenapa sekarang Cassie ada di depannya?

"Lo ke sini sama siapa?" tanya Cassie. Ia mengguncang pundak Amara.

Amara menatap Cassie. Masih tidak percaya. "Sendirian," katanya. Ia benar-benar tidak percaya. Jika Cassie ternyata masih hidup, bolehkah ia serakah untuk meminta Reynov juga masih hidup?

"Cassie, kabarnya... lo meninggal," kata Amara. "Tapi... lo ada di sini..."

Cassie membuka salah satu laci dan mengambil beberapa data. "Gue berhasil menyelamatkan diri dari ledakan gedung itu. Terus, gue bayar dokter forensik biar bikin laporan palsu kematian gue."

"Apa...?" Amara kaget. "Kalau gitu, apa... Reynov masih hidup?" Ia bertanya lemah. Ia tidak mau berharap terlalu tinggi. Ia mempersiapkan diri.

Cassie menatap Amara. Sejahat-jahatnya ia, ia adalah dokter dengan IQ tinggi dan logikanya sadar jika ia sudah berbuat jahat kepada perempuan di depannya ini.

Cassie memejamkan mata. Agak ragu ia menjawab, "Reynov masih hidup."

Amara nyaris ambruk. Ia berpegang pada pinggiran meja. "Lo... nggak bohong, kan, Cassie?" Ia tidak percaya begitu saja. Cassie beberapa kali pernah berniat jahat kepadanya. Bagaimana kalau kali ini Cassie menjebaknya juga?

Cassie mengangguk. "Gue, Reynov, Odi. Kami masih hidup."

Amara memegangi jantungnya. Ia benar-benar harus duduk kali ini. Ia menuju ke kursi terdekat. Ia masih tidak percaya. Ia harus melihat sendiri Reynov masih hidup. Ia takut jika ia sudah terlanjur berharap, tapi kenyataannya sebaliknya.

"Terus, di mana Reynov?" tanya Amara. "Bisa tolong kasih tahu gue?"

Cassie menggeleng. "Kami berpencar dan nggak tahu lokasi satu sama lain. Kami nggak pegang HP, biar Robby kesulitan nyari kami. Gue bahkan sebenernya nggak boleh bilang ini ke elo. Tapi..." Cassie menunduk, "Tapi gue udah jahat sama lo. Jadi, ini yang bisa gue lakuin buat nebus kesalahan gue. Gue minta maaf."

Amara tertegun. Perempuan seambisius Cassie berani meminta maaf. Itu pasti hal yang sulit bagi Cassie, tapi Amara bisa melihat ketulusan di sorot mata Cassie. "Thanks, Cassie, gue berterima kasih lo udah ngabarin kalau Reynov masih hidup."

Amara memijit keningnya. Kepalanya berdenyut hebat. Ia masih tidak percaya, tapi juga merasa lega.

Cassie melihat kondisi Amara yang betul-betul seperti orang depresi. Ia bisa merasakan betapa Amara mencintai Reynov, dan itu menyadarkannya jika Reynov bukanlah takdirnya. Ia selalu marah kepada Tuhan. Setelah ayahnya dibunuh, setelah ibunya gantung diri di rumah sakit jiwa, setelah ia nyaris diperkosa di usianya yang baru sepuluh tahun, ia merasa ia berhak mendapat kebahagiaan. Dan ia selalu menemukan kebahagiaannya saat bersama Reynov. Tapi sekarang, sepertinya ia memang harus berjuang sendiri untuk menemui kebahagiaannya.

"Kira-kira di mana, ya, Reynov?" tanya Amara.

Cassie menggeleng. "Gue nggak tahu. Bisa aja dia di luar kota, atau bahkan luar negeri," kata Cassie. "Tapi, satu hal yang harus lo inget. Kami sekarang jadi buron, dan Robby menyebar orang suruhannya di mana-mana. Kami harus ganti identitas. Darren Collins. Itu nama Reynov sekarang."

"Darren Collins?" Amara tertegun. Ia merasa familiar dengan nama itu. Ia mengingat-ingat. Dan ... ah ya! Yang memberinya sebuket mawar melalui muridnya tempo hari lalu. Jadi itu Reynov? Amara sungguh tidak menyangka.

"AWAS!"

Tiba-tiba Cassie mendorong Amara tiarap di lantai. Bersamaan dengan itu sebuah peluru memecahkan kaca kafe dan menembus lurus hingga bersarang di tembok. Amara langsung menjerit sambil menutup telinga.

Cassie melongok sedikit ke atas meja. Sial. Rupanya itu orang-orang suruhan Robby.

"Ayo!" Cassie menarik Amara berdiri dan membawanya ke balik lemari besi. "Lo telepon pengawal lo, tunggu di sini sampai pengawal lo dateng. Oke?"

"Lo mau ke mana?" Amara menarik tangan Cassie yang bersiap pergi. "Gue takut sendirian di sini!"

"Justru kalau gue di sini kita berdua bisa mati!" kata Cassie. "Kita harus berpencar! Gue harus pergi buat ngalihin perhatian mereka, lo di sini. Tunggu sampe pengawal lo dateng!"

Derap langkah orang-orang suruhan Robby semakin dekat. Mereka membanting apa saja yang ada di dalam kafe.

Cassie memegang kedua pundak Amara. "Pelajaran pertama self defense: tenang!" perintahnya pada Amara.

Cassie mengeluarkan pistolnya. Ia berdiri tegak dan menembak vas bunga, mengalihkan perhatian orang-orang suruhan Robby. Segera, mereka menjauh meninggalkan Amara dan mengejar Cassie yang melompat lewat jendela.

Dengan gemetar, Amara sedikit mengintip dari balik almari. Amara terharu melihat Cassie rela dikejar dua penjahat itu demi menyelamatkan dirinya. Ia melihat Cassie memanjat gesit dengan tubuh langsingnya di bangunan ruko seberang dan menyelinap ke dalamnya. Orang-orang suruhan Robby itu terus mengikuti. Amara mendengar beberapa kali suara tembakan. Ia melihat satu dari dua orang suruhan Robby itu tumbang, jatuh terkulai berdarah-darah di balkon ruko seberang. Sedangkan satu orang sisanya terus mengejar Cassie.

Melihat Cassie berperang melawan mereka seorang diri,  Amara khawatir dan berdoa agar Cassie selamat. Ia juga jadi teringat Reynov. Apakah Reynov juga harus selalu berperang sendirian dalam pelariannya saat ini? Bagaimana dengan lukanya? Terkahir kali laki-laki itu bahkan nyaris mati terkena tembak dan hipotermia. Sungguh hidup yang Reynov, Cassie, Odi, dan Erik jalani sangatlah berat.

*******


Fiasco KafeWhere stories live. Discover now