42. Kiss From a Rose

6.2K 591 36
                                    

Reynov paham apa yang Erik rasakan. Ia tahu walaupun Erik orang yang mengerikan, tapi laki-laki itu menyimpan luka lebih dalam daripadanya. Maka, ia tidak marah saat Erik justru menendangnya setelah ia selamatkan.

"Bang, luka lu makin parah! Gua panggil Cassie dulu!" Odi segera pergi.

Reynov tampak sudah kelelahan. Ia duduk di lantai, di sudut ruangan, bersandar pada almari. Amara ikut duduk di sebelahnya.

"Kamu kenapa, sih, harus nolongin Erik?!" protes Amara. Khawatir. "Erik udah bikin kamu luka parah, dan sekarang tambah parah karena kamu nolongin dia!"

Reynov maklum Amara memprotes karena Amara tidak tahu bagaimana Erik sebenarnya. Maka, ia tidak menjawab. Selain itu, ia juga sudah terlalu lelah. Sekadar membuka mata saja ia sudah tidak punya tenaga. Ia ingin tidur sebentar.

Amara lihat, Reynov diam saja dengan mata terpejam.

"Reynov..." panggil Amara khawatir. Ia mengecek denyut nadi di leher Reynov. Sangat lemah. Dan laki-laki itu kehilangan banyak darah.

"Saya masih hidup, Amara!" Reynov berkata pelan. Ia membuka mata sedikit.

Amara menghela napas lega. "Kamu harus sadar! Kamu jangan pingsan!"

"Saya cuma istirahat." Reynov menutup mata. Kesadarannya nyaris hilang.

"Jangan! Kamu nanti pingsan!" Amara menepuk pipi Reynov. Tapi Reynov tetap memejamkan mata. Amara melihat betapa Reynov tampak lemah kesakitan. Ia teringat saat ia berusaha kabur dari penculikan dan menusuk Reynov dengan pisau. "Apa sesakit ini waktu kamu kena pisau dari saya?"

Reynov tidak menjawab. Lelah. Hampir pingsan. Tancapan pisau dari Amara waktu itu jauh lebih sakit karena mendarat di dekat jantungnya, mengganggu seluruh pembuluh darah inti di dadanya.

"Maaf, ya, saya nggak tahu kalau orang itu kamu," kata Amara merasa bersalah. Melihat Reynov kesakitan, ia ikut merasa sakit. Ia menangis. Ia membelai pipi laki-laki itu, "Reynov... jangan pingsan...." Ia mendekatkan wajahnya, dan mencium bibir Reynov, berharap bisa membuat laki-laki itu sadar.

Reynov terperangah. Air mata Amara turut menempel di pipi Reynov. Sesaat rasa sakitnya hilang. Kecupan itu selembut mawar, seperti Rosalin nama belakang wanita itu, dan amat menentramkannya.

"Kamu harus sadar! Jangan pingsan!" kata Amara setelah mencium Reynov.

Reynov mengangguk."Oke." Ia menatap Amara. Lalu dengan sisa tenaganya, ia mendekati Amara, dan ia raih pipi Amara, "Kalau gitu saya harus mencium kamu lagi!" katanya dan ia ciumi bibir wanita itu lagi.

Amara tidak melawan. Ia ikuti saja alur yang Reynov ciptakan. Dan kecupan-kecupan itu benar-benar membuat rasa sakit Reynov hilang. Hanya itu obat yang bisa membuatnya sadar sekarang.

Fiasco KafeWhere stories live. Discover now