12. One-Sided Love

9.1K 785 8
                                    

Odi menyetir dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke klinik Cassie. Reynov menahan sakit akibat luka tancapan pisau Amara. Tapi ada yang lebih menyakitkan. Melihat Amara begitu ketakutan, membuatnya teringat anak 5 tahun yang ia tenggelamkan. Mereka hanya umpan. Mereka tidak layak diperlakukan seperti ini. Apalagi tadi, Ali Sandi tidak peduli pada Amara. Sia-sia sekali penculikan ini.

Sampai di klinik, Cassie segera memberikan anestesi dan menjahit luka Reynov.

"Lo kenapa bisa kalah, sih, sama cewek? Untung ini cuma kena tulang belikat. Kalau kena jantung gimana?!" Cassie menempelkan perban di atas luka jahit di dada Reynov.

Reynov juga terkejut kalau Amara ternyata tidak selemah yang ia pikir.

"Ini luka tembak lo belum sembuh total, Ren! Dan lo sekarang kena tusuk. Lo harus istirahat minimal dua minggu. Lo nggak boleh aktivitas berat. Mending misi ini lo serahin ke Erik atau ke bos sekalian."

Reynov tidak mau menyerahkan misi ini pada siapa pun. Harus ia sendiri yang menyelesaikannya. Apalagi setelah tahu bahwa anak Ali Sandi itu adalah Amara, yang bahkan tidak hidup bahagia seperti di bayangannya. Ia takut jika Erik atau Robby yang menangani, mereka tidak segan-segan membunuh Amara.

"Lo kalau diserang lagi, ya harus bisa ngelawan, dong!" protes Cassie. "Lo masih inget, kan, lo harus nyerang apa? Pembuluh darah Brakialis, memompa 30 liter darah per menit. Cuma ada lima di tubuh manusia. Orang itu bisa mati dalam beberapa menit kehabisan darah!"

Reynov mengangguk. Ia ingat pelajaran pertama yang ia peroleh tentang self-defense di kamp militer.

"Gue bisa bantuin lo," kata Cassie lagi. "Lo kirim profil anaknya Ali Sandi ini. Gue pelajari profilnya!"

"Job desk lo adalah dokter. Lo nggak perlu terjun ke lapangan!" Reynov menolak halus. Ia juga tidak mau Cassie ikut campur. Apalagi Cassie sudah pernah bertemu Amara, dan Cassie sepertinya tidak suka dengan Amara. "Tolong jangan bilang Papah kalau plan B gue gagal. Gue masih akan cari cara lain."

Reynov beranjak berdiri mau memakai baju, namun Cassie tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Cassie, gue harus pergi!" Reynov terkejut dan berusaha menghindar, tapi Cassie tidak mau melepaskan pelukannya. "Cassie, kita cuma rekan kerja! Be profesional, Cassie! I hate this situation!"

"Kenapa kita harus menjalani hidup kayak gini, ya?" tanya Cassie. Ia tidak peduli Reynov hanya menganggapnya rekan kerja. Ia berkata tidak jelas dengan pipi menempel di punggung Reynov, "Coba kita bisa lahir dari keluarga normal, kita bisa punya kehidupan normal kayak orang lain."

"Cassie, luka tembak gue masih sakit!" kata Reynov bohong, supaya Cassie melepaskan pelukannya. Bentakkan tidak akan mempan bagi Cassie.

"Oh... sori!" Cassie lalu melepaskan pelukkannya. Sebagai gantinya ia berusaha menggenggam tangan Reynov, tapi Reynov buru-buru mengambil bajunya, menolak genggaman tangan Cassie.

"Gue balik, ya." Reynov berpamitan setelah mengenakan bajunya. Sejak Cassie menciumnya waktu itu, ia jadi semakin membatasi diri. Ia sudah kehabisan ide untuk menolak Cassie.

Cassie sendiri, ia tahu cintanya bertepuk sebelah tangan. One-sided love. Dan ia juga lelah dengan cinta sialan ini. Menjadi pihak yang jatuh cinta sendirian, berjuang sendirian, selalu melelahkan. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya berhenti. Adakah yang bernasib sama sepertinya? Adakah yang sebodoh dirinya?

Fiasco KafeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt