10. Collateral Damage

8.9K 814 17
                                    

Ketika Amara sadar, ia sudah dalam kondisi tangan dan kaki diikat pada sebuah kursi. Amara panik. Mulutnya ditutup kain yang terikat di kepalanya. Ia berteriak ketakutan. Ia mulai menangis. Dari sekian juta orang di negeri ini, kenapa harus ia yang mengalami penculikan?

Di hadapan Amara, ada sebuah laptop yang menampilkan video call. Sedikit pusing, Amara melihat orang dalam video call itu. Ali Sandi, ayahnya. Amara segera paham, ia sedang dijadikan umpan untuk mengancam ayahnya. Lima tahun tidak bertemu ayahnya, giliran ia bisa bertemu justru ia diculik.

Reynov dengan topeng misteriusnya, mendekatkan alat setrum ke leher Amara. Ia mengancam Ali Sandi.

"Anda harus mengaku kalau Anda yang memberikan perintah membunuh empat tentara pasukan khusus dua puluh tahun lalu," kata Reynov dengan suara rendah menggema. Di dunia spionase, ia dilatih menggunakan suara yang berbeda ketika sedang menyamar.

"Cepat mengaku bahwa Andalah yang memerintahkan pembunuhan empat tentara pasukan khusus dua puluh tahun lalu," kata Reynov "Atau, alat setrum ini membunuh putri Anda."

Ali Sandi masih tampak tenang. "Bukan saya yang memberi instruksi pembunuhan itu!"

"Anda berbohong!" Reynov menempelkan alat setrum itu ke leher Amara.

Amara menjerit, kaget dengan dinginnya besi yang menempel di lehernya. Reynov tidak menyalakan fungsi setrum alat itu. Ia hanya menakut-nakuti.

Tiap kali mendapat misi, Reynov sebenarnya hanya pura-pura melakukan penyiksaan supaya target mengaku. Ia cuma menakut-nakuti mereka, dan tidak pernah melakukan kekerasan. Ya walaupun kadang jika targetnya adalah laki-laki brengsek yang jelas-jelas bersalah tetap akan ia hajar. Tapi ia tahu batasan dan berusaha untuk tidak membunuh. Apalagi jika targetnya hanya umpan yang tidak tahu apa-apa seperti Amara atau anak kecil berusia 5 tahun yang mati tenggelam di sumur itu. Mereka hanya korban tambahan. Collateral damage.

Reynov teringat di misi terakhirnya, ia terpaksa harus menenggelamkan seorang bocah berusia 5 tahun. Anak itu adalah saksi misi rahasia yang sedang mereka kerjakan. Robby ada di situ waktu itu. Jadi, mau tidak mau Reynov harus betul-betul menenggelamkan anak itu ke sumur. Tidak tega, Reynov ikut terjun ke sumur berusaha menyelamatkannya, tapi anak itu terlanjur meninggal. Reynov takut hal yang sama terjadi pada Amara. Pura-pura melakukan penyiksaan, tapi gagal dan Amara tetap terkena celaka.

"Anda menjabat sebagai kepala pasukan khusus waktu itu. Anda yang terlibat langsung di operasi militer itu!" Reynov kembali membentak dengan suara menggelegar mengerikan. Ia sudah terbiasa bersandiwara agar aksi menyiksanya cukup meyakinkan. Ia juga pastikan semua alat yang ia gunakan aman.

"Mereka bunuh diri karena gagal dengan misinya," jawab Ali Sandi. "Tidak ada perintah membunuh mereka!"

"Omong kosong!" Reynov kini menjambak rambut Amara. Ia harap Amara menangis lebih dramatis lagi, supaya Ali Sandi segera mengaku dan semua ini lekas berakhir.

Ali Sandi membetulkan letak dasinya, lalu mengusap hidungnya. Melihat Amara menjerit, naluri Ali Sandi sebagai ayah mulai sedikit goyah. "Bukan saya yang memberikan instruksi membunuh! Tolong percayalah. Saya tentu takut dipecat jika memberikan instruksi seperti itu. Saya cuma kepala bagian rendahan waktu itu!"

Reynov terpaksa menampar Amara karena Ali Sandi masih tidak mau mengaku. Amara kembali berteriak ketakutan.

"Bukan saya pelakunya. Orang lain yang menginstruksikannya!" Ali Sandi panik. Ia sekali lagi mengusap hidung dan membetulkan dasinya.

Amara mengamati gerak-gerik ayahnya. Mengusap hidung dan membetulkan dasi. Itu adalah kode. Mereka punya tiga kode rahasia yang sering mereka mainkan waktu Amara masih kecil. Mengusap mata kanan, berarti "terima kasih". Mengusap mata kiri berarti "maaf". Mengusap hidung, berarti "tolong". Dan Ayahnya minta tolong lewat video call itu. Ada hal buruk terjadi pada Ayahnya. Lalu dasi itu, Amara ingat itu dasi yang dulu ia belikan di hari ulang tahun ayahnya. Ayahnya masih sayang padanya, dan ayahnya tidak baik-baik saja!

"Tadi Anda bilang mereka bunuh diri!" Reynov kembali membentak. "Sekarang Anda bilang orang lain membunuhnya. Mana yang benar?"

"Apa kaitannya empat pasukan khusus itu denganmu sampai kamu melakukan ini?" Ali Sandi gantian yang menanyai Reynov. "Siapa yang menyuruhmu, ha? Kamu pembunuh bayaran?"

"DIAM! Jawab pertanyaan saya! Siapa yang memberi instruksi membunuh? Jawab atau anak Anda mati!"

Reynov menjambak rambut Amara dan menodongkan pisau ke leher Amara. Ia mengiris jarinya sendiri, agar seolah ia menyayat leher Amara. Darahnya menetes-netes di baju Amara.

"SAYA TIDAK TAHU!" Ali Sandi mulai histeris melihat darah di leher Amara. "Tolong percayalah. Saya tidak tahu siapa yang menginstruksikan ataupun yang membunuh. Saya memang diam saja dengan kasus ini, tapi saya benar-benar tidak tahu siapa pelakunya!"

"Kenapa Anda diam saja dan tidak menyelidiki kasus itu?!"

"Karena saya tidak mau dipecat!" teriak Ali Sandi putus asa. "Tidak ada gunanya kamu menyiksa Arina. Saya lebih cinta jabatan saya. Saya tidak peduli anak itu hidup atau mati! Untuk apa peduli dengan anak kurang ajar yang kabur dari rumah dan drop out dari kampusnya, sedangkan saya sudah punya anak lainnya yang berprestasi, terkenal, dan mampu mengangkat citra politik saya!"

Mendengarnya, tubuh Amara langsung dingin. Pucat. Bukannya tadi ayahnya memberikan kode bahwa masih sayang padanya? Kenapa sekarang ayahnya meninggalkannya? Atau tadi itu sebenarnya bukan kode dan hanya gerakan tubuh biasa saja?

"Ini anak kandung, Anda!" kata Reynov. "Jawab pertanyaan saya, dan anak Anda akan selamat. Kenapa Anda tidak menyelidiki kasus itu?"

"Saya tidak mau menjawab! Saya lebih cinta jabatan saya! Jual saja dia! Bunuh saja anak itu!" Ali Sandi mematikan video call itu.

Amara ketakutan. Ternyata ayahnya benar-benar sudah membuangnya. Semua kode tadi hanya gerakan tubuh biasa. Ayahnya lebih memilih jabatannya. Ayahnya bahkan tidak kasihan melihatnya disandera. Lalu bagaimana nasibnya sekarang? Amara mulai menangis memohon-mohon.

Reynov sendiri kaget kenapa Ali Sandi sedemikian tidak pedulinya pada anak kandungnya. Bukannya Ali Sandi bertahun-tahun mencari anak kandungnya?

Saat Amara masih menangis memohon-mohon, dan Reynov kebingungan harus bagaimana, Odi melalui headset yang Reynov kenakan memberi tahu ada hal urgent lainnya.

"Bang, tiga orang yang tadi lu hajar di lift, di pesta bisnis tadi, berhasil ke sini. Siap-siap!"

"Sialan!" Rupanya tiga orang berjas suruhan Erik itu membuntutinya. Reynov tidak mau kalah dari Erik. Amara harus tetap ada di tangannya. Maka, segera ia kurung Amara di dalam almari.

Fiasco KafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang