48. Kiss on The Verge

5.6K 537 84
                                    

Robby tidak pernah menepati janjinya. Ia ingin Reynov dan Amara mati setelah bersandiwara. Lantas, segera saat jendela kembali tertutup, ia kabur dan menyebarkan cairan gas beracun itu. "Kamu adalah Jenderal Tak Berpangkat itu, Reynov! Ingat!" Ia menyalakan korek apinya.

"AWAS!" Reynov segera menarik Amara berlindung di balik pilar.

Robby melempar korek apinya yang masih menyala ke cairan beracun itu dan seketika terjadi ledakan besar, hingga kaca-kaca seluruh jendela gedung itu pecah dan lantai terguncang hebat. Amara berteriak, serpihan-serpihan kaca menggores lengan dan pipinya. Reynov melihat ke sekeliling, memetakan jalan untuk meloloskan diri. "Ayo!" katanya menarik Amara untuk segera bergerak.

Ia dengan kaki pincangnya menuntun Amara berjalan menghindari reruntuhan dan api. Lalu, tiba-tiba ledakan kedua terjadi lagi. Keduanya segera berlari menghindar tanpa tahu menuju ke mana, hingga langkah mereka terhenti di sebuah balkon di ruangan paling ujung, di pinggir tebing.

"Reynov, kita harus gimana?" Amara panik. Ini seperti saat Erik menjebaknya di kebakaran gedung dulu. Ia tidak mau mengalami hal yang sama lagi.

"Kita tunggu bantuan. Pasti orang-orang manggil pemadam kebakaran!"

Tapi, sial, ini adalah akhir pekan, tengah malam, dan lokasi gedung ada di pucuk tebing dengan medan yang sulit. Menit demi menit mereka menunggu, tapi api semakin besar, dan Reynov tidak melihat adanya peluang api itu mereda, tidak pula adanya tanda-tanda bantuan.

"Reynov, kebakarannya makin besar! Apa kita harus jalan di pinggir gedung kayak waktu itu lagi?" Amara kian panik. Ia melihat ke bawah. Mereka ada di tebing, dan di bawah tebing itu adalah laut dengan ombak mengamuk menabraki tebing.

Reynov melihat ke sekeliling. "Kita nggak akan jalan di pinggir gedung kayak waktu itu," katanya. "Kita lompat!"

"Apa? Kamu gila!" Amara langsung tidak setuju. "Di bawah sana laut!"

Reynov menggeleng. "Kita lompat!" katanya lagi. Ia serius. Struktur bangunan ini tidak punya pinggiran gedung untuk merambat seperti gedung waktu itu.

Amara menatap bimbang. "Gimana kalau kita nggak selamat?"

"Kamu akan selamat. Saya janji!" Reynov memegang pipi Amara. "Kamu percaya saya, kan?"

Amara ragu. Ia tidak merasa rencana Reynov kali ini tepat.

"Amara, kamu harus percaya saya! Saya janji kamu akan selamat!"

"Iya... tapi..."

Reynov mencium bibir Amara, membungkam keraguan yang hendak wanita itu ucapkan. Ia menciumnya untuk menguatkan dirinya yang juga sudah sangat ingin menyerah. Kepercayaan Amara amat berarti baginya. Ia melumat bibir itu dengan segenap ketulusannya.

"Kamu harus percaya saya. Oke?" Reynov menempelkan keningnya pada kening Amara.

Amara mengangguk. Setidaknya ciuman tadi bisa memberinya keyakinan, bahwa rencana Reynov akan berhasil. Bahwa laki-laki ini akan kembali menyelamatkannya, seperti biasanya.

"Reynov... kenapa kamu bisa sekuat ini...?" Amara mulai menangis. Ia teringat semua pengorbanan Reynov untuknya. "Kamu pernah kena peluru, kena pisau, berkali-kali dipukuli, kenapa kamu bisa menahan semua itu?" Ia membelai dada bidang Reynov. Laki-laki itu sudah seperti robot tentara yang tetap bangkit sekalipun dihantam bertubi-tubi peluru.

"Kan, saya bodyguard gratisan kamu!" Reynov mengibarkan senyum jailnya.

Amara sempat tertawa di tengah tangisnya. "Saya nggak tahu lagi harus gimana berterima kasih ke kamu. Kamu selalu nolongin saya. Waktu di rooftop SMA, waktu kebakaran itu, dan sekarang kamu ada di sini. Bahkan kamu juga nolongin Erik. Kamu harus mikirin keselamatan kamu sendiri!"

Fiasco KafeWhere stories live. Discover now