14. Anfal

8.3K 798 13
                                    

Apresiasilah sedikit karena sudah aku buatin cerita se-cute ini, dan kalian bisa baca secara gratis. Vote komen n follow ya. ^_^

Esoknya, Satya si dosen Biologi itu datang ke Fiasco Kafe. Dia mau menyampaikan kabar tentang Ali Sandi pada Amara. Tapi dilihatnya di kafe itu cuma ada Reynov si bos belagu bin akhlak-less yang dulu mengusirnya.

"Lu ngapain di sini?" Reynov menyambut galak, persis ayah protektif menginterogasi cowok asing yang mau mengajak pergi anak perempuannya.

Satya balik menyalak, "Lo sopan dikit bisa nggak, sih? Cuma bos kafe kecil aja belagu!" Ia lalu menunjuk name tag berhias logo universitas di dadanya. "Gue kepala lekturer termuda. Saingan gue yang gelarnya Phd, pada kalah sama gue! Jadi, lo yang cuma bos kafe nggak laku ini, sopan dikit dong!"

Reynov tertawa. "Kalau kata ilmu psikologi, elo tuh narsistic-megalomanic! Sok paling keren, dan sok berkuasa!"

Satya melotot. "Kalau kata ilmu astrologi, elo tuh pasti Gemini. Banyak Red flag-nya, nyebelin! Keren gue, dong. Virgo!"

"Dih... percaya sama zodiac! Lu dosen apa dukun?!" Reynov meledek.

Satya kesal dan ingin memarahi Reynov, tapi saat dilihatnya Amara datang, ia langsung menarik Amara dan memberi tahu sebuah berita tentang Ali Sandi.

"Arina! Kamu udah lihat berita ini?" Satya berbicara berbisik dan menunjukkan ponselnya yang memuat berita berjudul, "Pejabat Ali Sandi, Ayah Penyanyi terkenal Klarisa Karin, anfal terkena serangan jantung". 

Reynov melirik dari kejauhan dan ia bisa membaca headline yang tertulis dengan font besar itu.

"Ayo kita ke rumah sakit!" Satya yang tahu jika Amara itu anaknya Ali Sandi langsung mengajak Amara ke rumah sakit. Ia adalah teman Amara sejak kecil.

Amara tentu kaget dan khawatir. Tapi mengingat ayahnya yang bahkan tidak peduli ia diculik, ia jadi enggan. "Nggak mau. Kan, ada keluarga barunya. Ngapain aku ke sana?!"

"Ini ayahmu kena serangan jantung!"

"Dia udah nggak peduli sama aku! Dia udah ngebuang aku!"

"Arina, kamu yang bakalan nyesel kalau nanti ayahmu... meninggal."

"Biarin!"

Satya menatap tidak percaya. "Arina, ini ayahmu! Kamu harus ke sana!"

Mendengarnya, Amara jadi tergerak. Ia benci, tapi masih sayang juga dengan ayahnya. "Aduuh... iya-iya. Aku izin ke atasan aku sebentar, ya!"

"Ngapain izin segala? Orang kayak gitu masih kamu anggep bos?"

Tapi Amara tetap menghampiri Reynov. Takut-takut, ia meminta izin "Maaf, saya boleh izin sebentar? Emm... Tante saya masuk rumah sakit," katanya bohong.

Reynov paham pasti Amara mau menjenguk ayahnya. Melihat Amara harus berbohong demi menutupi identitasnya, Reynov cukup sedih sebenarnya. Sampai kapan Amara akan terus berbohong?

"Oke. Dua jam, ya," Reynov mengizinkan. Ia sendiri juga kaget mendengar Ali Sandi kena serangan jantung. Apa sakitnya kambuh karena ia menculik Amara? Tapi bukannya Ali Sandi tidak peduli dengan Amara? Reynov penasaran. Ia diam-diam juga ikut ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, wartawan gosip berkerumun menunggu Klarisa. Amara dan Satya bahkan sampai kesulitan menembus lapisan wartawan itu. Mereka segera naik ke lantai teratas, tempat pasien VVIP dirawat. Tapi dua resepsionis yang berjaga di lantai VVIP itu tidak percaya kalau Amara adalah Arina anak Ali Sandi.

"Maaf, tapi, Pak Ali Sandi tidak pernah berpesan tentang anaknya yang bernama Arina. Kami hanya tahu anak Pak Ali Sandi itu Mbak Klarisa saja."

"Tapi Arina ini anak dari almarhumah istri pertamanya Pak Ali Sandi! Kalian ini tahu betul siapa pasien kalian, nggak, sih? Masa silsilah keluarga pasien VVIP terkenal aja nggak tahu!" Satya mengomel.

"Kalian mulai tidak sopan, ya!" Resepsionis wanita itu semakin tidak ramah, "Kalau memang Anda anaknya Pak Ali Sandi, Anda harus menunjukkan kartu keluarga dan KTP. Kalau tidak, Anda bisa dituduh membuat pengakuan palsu. Orang yang akan Anda temui ini pejabat tinggi. Bukan sembarang orang!"

Amara sakit hati. Ayahnya bahkan tidak menitipkan informasi pada resepsionis tentang dirinya.

"Ada apa ini?" Klarisa tiba-tiba datang. Ia masih memakai baju show-nya.

Klarisa mengamati Amara. Ini pertemuan pertama mereka setelah lima tahun Amara kabur dari rumah. "Lo... Arina, ya?" tebak Klarisa. Ia juga melihat ke Satya. "Dan lo, cowok cupu yang dulu sering ngapelin Arina ke rumah, kan?"

Satya tidak menanggapi. Ia langsung ke pokok permasalahan. "Klarisa, Arina cuma pengen lihat ayahnya. Resepsionis ini nggak tahu siapa Arina! Arina bisa masuk bareng lo?"

Bukannya membantu, Klarisa justru menyeringai pada Amara. "Lo juga, sih, ngapain kabur dari rumah? Udah jadi apa lo sekarang? Hmm... dari baju lo kayaknya lo miskin ya sekarang! Lihat sekarang siapa yang ada di atas? Gue yang sekarang anaknya Ali Sandi. Lo bukan tuan putri lagi, Cinderella!"

Amara kaget dengan reaksi Klarisa. "Klarisa, gue cuma mau ketemu ayah gue!"

"Ayah lo? Emang lo masih dianggep anak? Salah sendiri kabur! Lo sekarang muncul mau nyari warisan, kan?"

"Klarisa jaga omongan lo!" Satya ikut menimpali. "Arina ini kakak lo! Dia cuma mau ketemu ayahnya aja! Tolonglah kasih kesempatan, tolonglah jelasin ke resepsionis ini."

Klarisa tetap mencela Amara, "Kabur bertahun-tahun, balik cuma pas Papah sakit. Lo nyari warisan, kan?"

Amara tersinggung. Ia sudah cukup lelah datang jauh-jauh ke sini.

"Klarisa, jangan nuduh gue macem-macem! Jangan bikin gue benci sama lo. Gue cuma benci nyokap lo yang bikin orang tua gue cerai!"

PLAKK... Klarisa menampar pipi Amara keras-keras. "Jaga omongan lo! Nyokap lo yang nggak bisa jagain lakinya!"

"Klarisa! Lo keterlaluan, ya!" Satya memeluk Amara.

Amara menahan sakit di pipinya. Ia marah dan ingin melawan Klarisa, tapi riuh wartawan mulai terdengar. Klarisa yang selalu tampil innocent di depan publik, segera bersandiwara. Ia pura-pura menangis di depan kamera dan menjelaskan pada awak media perihal kondisi ayah tirinya. Munafik sekali.

Di kejauhan Reynov mengamati adegan itu, dan ia merasa marah dengan Klarisa yang kasar. Ia harus melakukan sesuatu pada Klarisa.

Fiasco KafeDove le storie prendono vita. Scoprilo ora