41. A Watch Dog

5K 549 11
                                    

"Ah, kenapa gue harus bilang ke Erik?!" Cassie menyesal. Ia sengaja terlambat datang karena ia tidak mau melihat aksi heroik Reynov menyelamatkan Amara. Ia benci Amara, tapi seharusnya ia ingat tujuannya; balas dendam atas kematian ayahnya. Bodohnya, ia justru membantu Erik menyelamatkan Robby. Untungnya, Cassie lupa memberitahu lift mana yang disabotase.

Luka tembak di betis Robby kian parah. Robby tidak bisa menggunakan tangga. Harus lift. Dan Erik kebingungan harus naik lift yang mana.

"Kita naik janitor lift aja, Pah!" Erik memilih lift untuk petugas kebersihan. Ia pikir, Reynov pasti mengira Robby akan menggunakan lift utama, bukan janitor lift. Mereka pun segera menaiki lift itu, tapi kemudian lift itu tiba-tiba terguncang.

"Ada apa ini?" Robby merapat ke dinding lift. "Kamu yakin lift ini aman?"

Erik tidak menjawab. Ia menelan ludah. Lampu di lift itu mendadak mati. Lift kembali terguncang hebat, terjun ke lantai dasar basement. Erik salah memilih. Justru lift itu yang telah Reynov sabotase, karena Reynov tidak mau mencelakai tamu undangan lainnya yang pasti menggunakan lift utama.

Dijatuhkan dari lantai tiga hingga ke basement, lift itu terjun bebas membentur tanah keras-keras. Erik memeluk ayahnya, melindunginya, dan memastikan dirinyalah yang jatuh menghantam tanah terlebih dahulu. Mereka menggelepar di lantai. Patah tulang. "Papah!" Erik masih bisa bergerak. Punggungnya serasa remuk. Robby yang berada di atas tubuh Erik tidak banyak mengalami luka serius.

Erik segera berdiri. Dengan pincang, ia memanjat membuka atap lift. Ia lihat ada berbagai tali lift menjuntai. Ia tarik salah satunya, dan tampaknya cukup kokoh untuk dirambati.

"Papah, kita bisa naik dengan tali lift ini, Pah!"

Robby susah payah berdiri. Kemudian ia naik ke atap lift, dan memanjat tali lift itu terlebih dahulu, disusul Erik di bawahnya. Perlahan-lahan mereka merayapi tali lift itu bagai laba-laba. Saat hampir mencapai lantai tiga, Robby melihat tali lift di atasnya semakin menipis, nyaris putus. Beban harus dikurangi. Tali lift itu tidak kuat menahan beban dua orang.

"Pah, kenapa berhenti?" tanya Erik heran Robby tiba-tiba berhenti memanjat.

Robby melihat Erik di bawahnya. Ia tidak punya pilihan lain. Ia tendang Erik di bawahnya.

"Kalau kamu mau menyelamatkan saya, jangan tanggung-tanggung!"

"Papah! Jangan buang Erik!" Erik berusaha mempertahankan diri, bergelantungan di tali itu erat-erat. Ia teringat masa kecilnya yang juga pernah dibuang oleh Robby.

"Kamu hanya anjing penjaga rumah!" Robby terus menendangi kepala Erik keras-keras. Erik hanya anjing penjaga baginya. A watch dog.

"Papah! Jangan buang Erik lagi! Papah jangan buang Erik lagi!"

Hingga akhirnya pegangan tangan Erik pada tali itu terlepas, dan Erik terhempas melayang jatuh. Ia berteriak memanggil ayahnya. Ia tidak menyangka Robby akan membuangnya, lagi.

Robby tidak berbelas kasihan. Ada sedikit air mata melihat anaknya terjun menjemput kematian. Sebuah pemandangan yang dulu juga ia saksikan ketika menembaki tiga rekan pasukan khususnya. Tapi ia sudah sejauh ini, ia tidak mau terhambat oleh apa pun, termasuk oleh darah dagingnya sendiri. Toh, ia tidak pernah benar-benar menganggap Erik itu anaknya.

                                               *****

Reynov melihat dari monitor CCTV jika Robby berhasil kabur. Pengawal Ali Sandi langsung mengejar Robby. Sedangkan Reynov, ia kesal karena gagal membunuh Robby. Anehnya hanya Robby yang berhasil selamat dari lift. Sedangkan Erik tak kunjung muncul.

"Mana Erik?" Reynov dan Odi sama-sama mengamati monitor. Menit demi menit mereka tunggu tapi Erik tak kunjung muncul. "Jangan-jangan..." Reynov panik. Ia segera melesat pergi.

"Reynov!" Amara dan Odi ikut berlari menyusulnya.

"Bang, lu mau ngapain?" tanya Odi.

Reynov berdiri di lantai tiga, melihat lorong lift. "Erik temen kita!" katanya.

"Tapi dia udah mencelakai kamu! Dan kamu luka parah!" kata Amara.

Reynov menatap Amara. "Dia sama seperti saya. Seumur hidupnya cuma dimanfaatkan Robby. Dia nggak pernah bahagia!"

Reynov mengambil selang pemadam kebakaran yang ada di dekat tabung apar. Dengan selang itu, ia turun ke basement bagai atlet panjat tebing, tak peduli ia punya luka menganga di lengannya. Mencapai dasar, dilihatnya wajah Erik telah berlumur darah. Ada bagian kepalanya yang retak.

"Erik!" Reynov menepuk-nepuk pipi Erik. Laki-laki itu sedikit membuka mata. "Erik! Lu bisa bangun? Erik, bangun!" Ia lilitkan selang itu ke tubuh Erik. "Lu masih bisa gerak, kan?"

Pandangan Erik kabur. Benturan keras itu membuat syaraf otaknya bermasalah. Ia berusaha melihat dan terkejut Reynov yang menyelamatkannya, sama seperti dulu. Robby yang justru membuangnya, mengkhianatinya, sama seperti dulu.

Reynov kembali memanjati selang. Susah payah ia memanjat. Luka di lengannya kian terbuka. Sampai di atas, Reynov menarik tubuh Erik yang telah ia ikat dari kolong lift. Darah dari luka menganga di lengannya bercucuran dan menetesi wajah Erik.

"Bang, luka lu tambah parah," kata Odi. "Tinggalin aja Erik!"

Tapi Reynov bersikeras menarik Erik hingga laki-laki itu selamat naik ke permukaan. Erik melihat pengorbanan itu. Reynov bersedia berdarah-darah untuknya, seperti ketika Reynov bersedia menahan cambuk dari Robby karena Erik gagal ranking satu. Reynov masih mau menjadi kakaknya.

"Lu ngapain nyelametin gua?!" Erik bukannya berterima kasih, justru memaki. Ia tidak suka hutang budi. Apalagi ia telah menancapkan pisau ke lengan Reynov. "Lu nggak usah jadi pahlawan! Urus diri lu sendiri!" Erik menendang Reynov dan pergi dengan pincang.

Erik malu pada Reynov. Ia tidak pernah bersikap baik pada Reynov. Ia menangis. Kenapa ia harus jadi bajingan menyedihkan seperti ini?!

Fiasco KafeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon