11. Run, Princess, Run

9.2K 821 23
                                    

Reynov berhasil menghajar tiga orang yang ia duga suruhan Erik itu. Mereka telah ia bius, lalu sekarang sedang dibuang Odi entah ke mana. Mungkin ke perbatasan kota.

Sedangkan Amara masih dengan dress Rapunzel dan apron kafe, ia meringkuk di dalam almari dengan kaki serta tangan diikat. Menggunakan sisa tenaga, berusaha ia lepas tali yang membungkam mulutnya, ia gesek-gesekkan ke pundak, dan ia gerak-gerakkan kepalanya.

Butuh waktu lama, tapi Amara berhasil melepas kain pembungkam mulutnya. Ia tersenyum penuh syukur. Keberhasilan kecilnya ini memberinya keyakinan ada peluang menyelamatkan diri. Ia harus selamat. Ayahnya sudah membuangnya. Sekarang ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Bahkan Rapunzel walau tampak lemah ternyata punya akal menggunakan rambut panjangnya untuk kabur. Maka, ia pasti juga bisa menggunakan skill apa pun yang ia punya untuk menyelamatkan diri.

Dengan segaris cahaya dari celah daun almari, Amara bisa melihat tali pengikat tangannya. Ia pelajari alur ikatan itu, dan ia gigiti tali yang mengikat tangannya. Sekujur tubuhnya gemetaran, takut sewaktu-waktu orang bertopeng itu membuka almari.

Setelah ikatan tangannya terbuka, membuka ikatan kaki adalah hal yang mudah. Ia bisa melakukannya dengan cepat. Ia lalu kembali mengintip sedikit, dan tampaknya ruangan itu kosong. Amara menendang pintu almari kuat-kuat. Ia mengendap-endap tanpa tahu harus ke ruangan mana. Ia hanya mengikuti arah cahaya. Semakin ada cahaya pasti semakin dekat pintu keluar.

Sial, ia mendengar langkah kaki. Ia buru-buru mencari sesuatu untuk melawan. Ia ambil sebuah potongan rangka besi, lalu bersembunyi di balik pintu, dan saat orang bertopeng itu masuk, ia pukul punggung orang itu sekuat-kuatnya.

Tapi orang itu sudah terlatih. Pukulan Amara hanya mengagetkannya. Orang itu bergerak refleks menyerang dan menjepit leher Amara dengan lengan kekarnya.

"Aaaaa!" Amara mengerang kesakitan. Anehnya, orang itu langsung melepaskan tangannya dari leher Amara ketika Amara menjerit.

Tentu Amara menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Ia ambil tongkat besi tadi dan ia pukulkan ke kepala orang itu. Orang itu langsung jatuh terhuyung, bersamaan dengan pisau lipat di saku celana laki-laki itu yang ikut terjatuh. Orang itu berusaha mengambil pisau lipatnya lagi, tapi Amara lebih dulu mengambilnya, dan refleks Amara menusukkan pisau itu ke dada kiri orang itu.

"Maaf, maaf, saya nggak punya pilihan!" Amara melihat orang itu jatuh dan memegang pisau yang menancap di dadanya. "Maaf, tapi saya harus selamat! Maaf!" sambil menangis, Amara tinggalkan orang itu dan kabur. Ia harus selamat. Ia tidak mau mati sia-sia sedangkan ayahnya hidup bahagia.

Fiasco KafeWhere stories live. Discover now