"Gue turut berduka cita atas kematiannya Sena ya, Na." Ucap gadis itu tiba-tiba.
Kanaya mengerutkan dahinya bingung, "Lo kemarin dateng ke pemakaman Sena, Sal. Kenapa ngucapin bela sungkawa ke gue sekarang?" Tanyanya merasa aneh.
"Lo ceweknya Sena, kan?"
Gadis itu memejamkan matanya lelah, "Lo abis liat dokumentasi yang dikirim Dharma?" Tanyaya memastikan dan Salsa mengangguk sebagai jawaban.
Terdengar hembusan nafas pasrah dari gadis itu sebelum ia memposisikan tubuhnya untuk menghadap Salsa.
"Gue bukan ceweknya, gue cuman temen kecilnya Sena yang udah kenal selama delapan tahun. Sena nggak punya cewek, Salsa." Jelas gadis itu malas.
Kana melihat gadis di sebelahnya itu mengulum bibirnya ke dalam, mungkin merasa malu karena sudah salah sangka duluan karena kemakan foto yang dijepret oleh Dharma.
Foto di mana Sena yang sedang sakit itu menyandarkan kepalanya tepat di bahu Kanaya.
"Si Dharma nih dah kayak kompor aja, bikin panas di mana-mana!" Omel gadis itu kini menggebungkan pipinya lucu.
Kana terkekeh pelan, "Lo suka Sena?"
Dengan cepat, gadis di sebelahnya itu mengangguk tanpa ragu. "Iya, gue sedih banget waktu liat ada cushion yang jatuh dari jaketnya, tapi dia bilang itu cushion punya dia dan dia bilang gak ada cewek," Gadis itu menarik nafasnya sebentar, "Tapi pas gue liat foto itu, gue udah yakin banget itu cushion sebenernya punya lo." Lanjutnya.
"Mau coba pake cushion Ibu nggak? Kalo ditutupin pake ini kayaknya bisa, deh!"
"Aku gak kayak dipakein tepung kan, Nay?"
"Hahaha! Enggak, itu cocok banget sama warna kulit kamu!"
"Luka aku jadi nggak begitu keliatan?"
"Iya!"
Merasa kembali terlempar ke masa lalu, Kana mengangguk-nganggukan kepalanya paham. Sena masih menggunakan cara itu untuk menyembunyikan luka-lukanya.
"Sena gak ngibul kok, Sal. Itu emang punya dia." Jawab Kana.
"Cowok pake cushion? Buat apa?" Tanyanya lagi.
Walaupun Kanaya tak ada niat untuk menjelaskan yang sebenarnya, panggilan dari Shaka di ambang pintu sekre itu memudahkan Kanaya untuk menghindari pertanyaan dari Salsa tanpa harus mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaannya.
Raut wajah yang sulit terbaca olehnya itu membuat dirinya kebingungan, namun tatapannya yang meminta Kana untuk segera keluar itu dapat dipahami oleh Kana dengan cukup cepat.
"Kenapa, Ka?" Tanya gadis itu seraya mengikuti langkah Shaka.
"Gue nyariin lo ke mana-mana. Gue chat nggak dibales," Ocehnya seraya membawa gadis itu duduk di meja kantin yang tak begitu ramai oleh siswa. "Liat PDF yang gue kirim, Na." Ucapnya kemudian.
Dengan cepat ia merogoh saku seragam putihnya untuk mengambil beda kotak pipih miliknya, setelah membuka chat yang dikirimkan dari nomor Shaka, tangan lentiknya menekan tombol unduh yang ada tepat di bawah dokumen PDF itu.
Tanpa perlu menunggu lama untuk menyelesaikan unduhan, gadis itu membuka dokumen bereksistensi PDF itu dengan dahi yang berkerut, ia membaca satu persatu kalimat yang tertera di dokumen itu dan mulai menggulirkan matanya melihat tabel panjang yang tertera ada di sana.
"Shaka.."
Gadis itu sampai menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dilihat oleh matanya, bahkan gadis itu memanggil nama Shaka tanpa melihat wajah orang yang ia sebut namanya.
Matanya yang berbinar itu tak henti-hentinya merasa takjub, berkali-kali memastikan bahwa nama yang tertera paling pertama itu adalah nama orang lain dan bukan lagi terisi oleh nama dirinya.
"Lulusan terbaik angkatan kita tahun ini.."
"Iya, Na. Saudara kembar gue, Nawasena Abimanyu."
Kanaya masih menatap layar ponselnya tak menyangka, hal-hal yang dulu ia percaya kali ini benar-benar terlihat nyata.
"Nay, kamu tau Bintang Sirius? Bintang yang bersinar paling terang di antara Bintang yang lain. Aku selalu ingin menjadi Sirius, tapi aku rasa aku belum bisa menjadi bintang itu,"
"Kenapa? Takut bikin silau?"
Anak lelaki itu tertawa seraya menatap langit malam yang indah.
"Untuk ngeluarin sinar yang sangat terang juga diperlukan energi yang begitu besar, Nay. Dan aku belum bisa menerima konsekuensi dari energi yang akan aku habiskan. Aku nggak mau tiba-tiba disuruh berhenti di jalan tapi aku belum menuntaskan segala hal yang harus aku selesaikan."
"Maksudnya?"
Kali ini, gadis itu sepenuhnya paham atas apa yang Sena ucapkan.
Sena tak lagi menyembunyikan sinarnya, tapi ia sudah menerima segala konsekuensinya.
"Lo tau, Sen? Bahkan ketika lo udah mendapatkan konsekuensi yang lo maksud, cahaya milik lo masih bersinar terang di antara cahaya-cahaya yang memenuhi langit malam."
"Tuhan seneng banget pasti nyambut lo di sana. Selamat, karena sudah pulang membawa kemenangan yang hebat."
•••
aku buat extra part ini untuk menjawab beberapa bagian yang mungkin masih dipertanyakan dan aku perjelas beberapa hal yang perlu aku jelaskan lewat extra part ini ya.
see u in next extra parttt!
YOU ARE READING
If I Didn't Wake Up
General Fiction[SELESAI] "Maaf, Sena belum bisa sempurna untuk Ayah dan Bunda.." Rank 1 in Jaemin [09-12 Juni 2023] Rank 1 in Sick [11-12 Juni 2023]
32. Extra Part: Peringkat Pertama
Start from the beginning
