12. Pertama Kali Jatuh

2.7K 216 8
                                    

Ayodhya memasuki kamar si bungsu setelah diperintahkan Dimas untuk menyusuli anak itu. Ini sudah pagi, namun tak ada tanda-tanda Sena mendatangi meja makan dan bersiap untuk berangkat ke sekolah.

Dimas tidak begitu menginginkan Sena bergabung bersama mereka di meja makan untuk sarapan, Dimas hanya tidak ingin melihat anak itu malas-malasan apalagi sampai tidak sekolah hanya karena alasan sakit.

"Sena?" Panggil Bundanya di depan pintu yang tertutup.

Tak ada jawaban, Ayodhya memilih untuk membuka kamar Sena yang ternyata tidak dikunci. Manik mata hitam itu menemukan Sena yang sepertinya tertidur di kursi belajar. Tubuhnya sudah mengenakan seragam, namun mejanya masih berantakan dipenuhi oleh kertas dan beberapa buku catatan.

Wanita itu menepuk pundak Sena, "Bangun. Jam berapa sekarang?"

Dengan respon cepat, tubuhnya tersentak kaget. Ia menolehkan pandangannya pada sang bunda yang menatapnya datar tanpa ekspresi.

"Maaf Bun, Sena berangkat sekarang ya!" Ucapnya seraya berdiri dari kursi dan berjalan cepat menarik tasnya yang tergantung di belakang pintu.

"Bunda, Sena—

"Sarapan. Ditunggu Ayah di bawah." Potong Ayodhya.

Sena yang sedikit bingung dengan situasi ini hanya bisa mengangguk kaku dan mencoba menuruti titah Ayodhya.

Meski Sena merasa sikap Ayodhya lebih dingin daripada biasanya..

Lelaki itu melangkahkan jenjangnya mendekati meja makan, disana ada Shaka yang tengah berbincang kecil bersama Ayah. Melihat senyuman merekah dari wajah Ayahnya ketika sedang berbicara dengan Shaka, kadang membuatnya sedikit iri.

Kapan Ayahnya akan memberikan senyum selebar itu padanya?

Seolah dirinya tidak ada, Dimas masih asik berbicara bersama Shaka yang hanya merespon seperlunya, seperti di dalam dunia ini hanya ada mereka bertiga. Ayah, Bunda dan Shaka. Sedangkan dirinya tidak pernah termasuk dalam dunia itu.

"Hari ini ada kerjaan di OSIS, Ka?" Tanya Ayodhya seraya menikmati makanannya.

"Ada Bun, satu minggu lagi ada event di Mahananta. Kayaknya Shaka lumayan sibuk minggu ini."

Ayodhya mengangguk paham, ia mengusap surai hitam itu dengan lembut. "Jangan lupa makan ya, sehat-sehat anak Bunda.."

"Iya Bunda." Jawab anak itu seadanya.

"Sena, kamu harus bantu Kakakmu itu, jangan dibiarkan sendirian. Kamu kan wakilnya, Shaka capek ya kamu juga harus capek." Oceh Ayodhya tanpa menatap mata Sena, "Bunda gak mau liat kamu pulang lebih dulu kayak waktu itu lagi, sedangkan Kakakmu masih sibuk di sekolah."

"Wakil ketua macam apa sih kamu ini? Sudah jadi wakil, tidak tahu diri." Sinis Dimas yang ternyata menyimak obrolan mereka.

"Iyaaa Ayah, Bunda. Maaf ya, Sena gak akan ngulangin hal yang sama lagi, janji deh." Sahut Sena menatap Ayah dan Bundanya dengan perasaan campur aduk.

"Hari ini kamu ada jam tambahan privat bersama Kanaya sampai jam sembilan malam. Kalau sudah pulang di bawah jam 9, kamu terima konsekuensinya." Ucap Ayahnya tegas.

"Siap Ayahanda!" Jawab anak itu semangat meski hatinya ragu. Dan setelahnya, Sena berpamitan pada mereka semua untuk berangkat duluan.

Dan tidak ada satupun diantara mereka yang merespon.

Yah, lagi pula Sena tidak peduli.

Ayodhya menggerakan bola matanya ke arah samping memperhatikan kepergian Sena menggunakan ekor matanya, dalam benaknya terbesit sebuah pikiran yang cukup mengganggunya.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now