26. Kemoterapi Pertama

3.1K 276 6
                                    

Suasana haru di malam itu, perasaan hangat yang tadinya berasal dari rengkuhan milik Dika, kini hangatnya rengkuhan milik Ayodhya dan Shaka ikut menyelimuti bagian tubuhnya yang terasa dingin, tangis mereka yang saling beradu, menyuarakan keperihan di setiap air mata yang mengalir pada malam itu.

Shaka, anak itu yang berusaha mati-matian menahan isak tangisnya, mendengar fakta mengerikan mengenai saudaranya membuat setengah kesadarannya hampir hilang, ketakutan akan ditinggalkan semakin meradang dan membuatnya gelisah tidak karuan.

Ayodhya yang sempat terjatuh di depan pintu, merangkak maju untuk harta berharganya yang tengah ditikam pilu, disaat ia ingin memperbaiki segala yang telah berlalu, kenapa Tuhan seolah terus memberinya kesulitan yang baru?

Kedua sudut bibir Sena terangkat sedikit ke atas, menciptakan kurva indah yang begitu tipis bersamaan dengan matanya yang terbuka secara perlahan.

"Om Dika, Bunda, Shaka.. Terimakasih sudah membuat Sena ingin berjuang lagi,"

Jika Sena gagal dalam perjuangan kali ini, tolong ikhlaskan Sena untuk pergi.

"Sena mau melakukan kemoterapi."

•••

Waktu sudah menunjukan pukul setengah dua dini hari, tapi dokter yang memiliki paras manis itu masih terjaga dari tidurnya, punggung jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dahinya dengan gelisah.

Meski sudah memasuki stadium empat, masih ada harapan bagi orang-orang yang mau berjuang untuk sembuh.

Keajaiban yang diberikan oleh Tuhan itu nyata, tidak ada yang tahu jika ternyata keponakan anda adalah salah satunya.

Presentase untuk sembuh belum begitu kecil, jika keponakan anda bersedia untuk melakukan kemoterapi, prosedurnya bisa dilakukan mulai besok.

Tolong bawa kabar yang baik ya, Dokter Dika.

Yang membuat Dika terkejut ialah kanker Sena yang tiba-tiba sudah mencapai stadium akhir, apakah Sena tidak pernah memberi tahukan rasa sakitnya sepenuhnya dan menahan segalanya sendirian?

Dokter bilang, kanker paru-paru memang seringkali terdeteksi jika sel kanker mulai parah dan meradang, tapi apakah terdeteksi saat kanker sudah mencapai stadium 4 itu keterlaluan?

Sena menahan sakitnya separah apa hingga ia bisa tidak mengetahui apa-apa seperti ini?

Tiba-tiba, suara ketukan pintu membuatnya kembali tersadar dari lamunan. Dika berdiri dari duduknya seraya mengeryitkan dahinya bingung, tengah malam begini siapa yang mengetuk kamarnya?

Tidak lucu kalau itu hantu yang sedang iseng, kan?

"Sena bakalan nemenin Shaka untuk waktu yang lama kan, Om?"

Tepat saat pintu itu dibuka, Shaka melontarkan pertanyaan dengan tiba-tiba hingga membuat Dika tersentak. Matanya yang memerah dan terlihat sayu, bibirnya yang pucat pasi membuat Dika sontak menempelkan punggung tangannya pada dahi remaja itu.

"Kamu demam, Shaka!"

•••

"Shaka mau jagain Sena."

Sena mengulum senyumnya saat kembali teringat perkataan Shaka tadi pagi, padahal kakaknya itu tengah terserang demam, tapi memaksakan untuk pergi ke sekolah karena alasan 'ingin menjaga Sena', katanya.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now