27. Hanya Sebuah Kata Maaf

2.9K 267 5
                                    

Sena mengusap hidungnya ketika cairan berwarna merah pekat itu menetes mengenai buku catatannya, tangannya yang tengah bergerak diatas kertas dengan pulpennya itu terpaksa berhenti, ia berdiri dari tempat duduknya seraya menutup hidungnya untuk mencari tisu.

"Udahan dulu belajarnya," Ucap Seseorang itu seraya memberikan beberapa lembar tisu.

Bibir yang terlihat pucat itu tersenyum, "Makasih, Om." Ucapnya tulus seraya menahan laju darah yang turun.

Tiba-tiba, Shaka menyembulkan kepalanya ke dalam kamar Sena dari balik pintu, "Keluar Sen, main ps lah kita!" Ajak Shaka seraya mengacungkan gelas berisi susu. "Udah dibuatin susu sama Bunda!" Katanya seraya tersenyum sumringah.

Sena menolehkan kepalanya ke arah Dika dengan cepat, mendapat anggukan seraya senyuman hangat dari Dika membuat Sena memekik kesenangan.

"GASSS!" Teriaknya semangat, "Ayok, Om! Bisa kalahin Sena dapet permen kaki gratis!" Girangnya seraya menarik lengan Dika.

Dika terkekeh pelan, mengikuti gerak Sena yang terlampau semangat itu dengan pasrah.

"Jam 10 harus udah selesai, oke?" Peringat Bundanya kepada keluarganya yang akan bermain ps itu seraya meletakkan selimut pada bahu Sena yang sudah terduduk di depan layar televisi dengan hati-hati.

Sena yang akan menolak perlakuan Bundanya itu dengan cepat disanggah, "Di luar lagi hujan, nggak apa-apa ya?" Katanya lembut yang akhirnya membuat Sena menurut.

Malam itu, ketiga lelaki yang memiliki gender yang sama menciptakan keributan yang cukup membuat suara hujan diluar teredam, ditambah Ayodhya yang ikut meramaikan malam mereka walaupun hanya menonton dan mengacau.

Melihat hidung Sena yang disumpal tisu untuk menahan laju darahnya, mereka yang ada di sana ikut melakukan hal yang sama. Canda dan tawa yang menghiasi ruangan itu semakin terasa dengan salah satu lubang hidung mereka yang disumpal tisu seperti Sena.

Mereka yang ada di sana hanya ingin Sena merasa tidak diperlakukan berbeda dan seperti orang biasa pada umumnya.

Meski suatu waktu, jika hal buruk terjadi, tidak selamanya yang mereka lakukan itu akan tetap sama.

Dan faktanya, Sena memang harus diperlakukan berbeda.

•••

Atuy menepuk-nepuk pundak Sena ketika teman sebangkunya itu terbatuk-batuk, dahinya berkedut ketika mendengar suara tarikan nafas Sena yang sedikit meringkik, sedangkan anak itu masih sibuk menutup mulutnya seraya terus meneguk air mineral yang digenggamnya.

"Sen, kenapa?" Tanya Haidar dan Juna ikut menatap sahabatnya itu khawatir.

"Gak tau anying, gue gak bau ketek, kan?" Tanya Atuy ngaco.

"Mandi dulu gak tadi sebelum berangkat?" Tanya Haidar iseng.

"Nggak!" Jawab Atuy panik ketika teman sebangkunya itu mulai bernafas tidak beraturan.

"Atuy bego gara-gara ketek lo si Sena sampe lemes kayak gini woi!" Pekik Juna ikut merasakan atmosfer kepanikan di antara mereka.

Shaka yang baru saja memasuki kelas sehabis dari sekre itu berlari dengan terburu-buru ketika melihat adiknya tengah dikerumuni ketiga temannya. Tanpa berbicara apa-apa pada yang lain, Shaka membantu tubuh itu untuk berdiri dan pergi meninggalkan kelas dengan atensi beberapa anak-anak yang mengarah pada mereka berdua.

"Inhaler-inhaler!" Panik Shaka meminta penjaga UKS yang ternyata itu adalah Kana.

"Hah? Gue gak tau disimpennya dimana!" Jawab gadis itu ikut merasakan kepanikan yang sama ketika melihat Sena yang terkulai lemas di sebelah Shaka.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now