32. Extra Part: Peringkat Pertama

1.4K 91 0
                                    

Flashback Tahun 2012 yang lalu

Anak laki-laki yang masih berusia sebelas tahun itu terkikik geli, melihat anak perempuan yang ada di hadapannya itu terisak, ia menangis tersedu-sedu hanya karena melihat sudut bibirnya yang berdarah serta benjolan berwarna ungu yang menghiasi dahi lebarnya.

"Nay, yang dipukulin Ayah kan aku.. Kok kamu yang nangis?"

Anak perempuan berparas hitam manis itu menunduk, "Kamu dipukulin Om Dimas gara-gara aku, seharusnya aku nggak jadi peringkat pertama kemarin." Cicitnya pelan dengan isakannya yang tertahan.

Sena, anak lelaki itu tertawa renyah, bagaimana bisa gadis ini harus mengalami perundungan di sekolah? Dia manis sekali, apakah tidak ada yang menyadarinya?

"Bukan salah kamu, Nayaaaa." Jawab Sena dengan gemas.

Selama delapan tahun lamanya mereka bersama, sudah banyak kenangan indah yang mereka lakukan besama-sama, Sena yang selalu datang melindunginya ketika teman-teman sekolah merundung dirinya, dan Kanaya yang selalu mengajarinya banyak hal untuk semua mata pelajaran yang ada.

Selama menghabiskan waktu untuk mengajari Sena, Kana selalu meyakini satu hal di dalam hatinya.

Sena itu lebih pintar daripada Kana maupun kembarannya, Sena itu memiliki kecerdasan di atas rata-rata untuk anak seusia mereka.

Tapi kenapa?

Kana selalu melihat diri Sena yang menyembunyikan cahayanya dan membiarkan orang-orang disekitarnya bersinar tanpa dihalangi oleh cahaya miliknya yang luar biasa.

Beberapa kali Sena bisa memecahkan jawaban dari soal yang melebihi logika Kana, tapi lelaki itu selalu menjawab "Aku lagi hoki, Nay." Dengan tawa konyolnya.

Sampai akhirnya mereka harus dipisahkan karena kedua orang tuanya yang dinas di luar kota, mereka tidak pernah saling bertukar kabar hingga saat mereka ada di ruang lingkup yang sama, hanya Kana yang mengingat Sena.

Perubahan yang cukup drastis dari fisiknya membuat Sena tak mengenali gadis itu adalah siapa.

Tapi Kana memilih untuk tidak memberi tahu identitasnya dan mengamati Sena dalam diam di setiap ada kesempatan untuk melakukannya.

Tak sengaja melihat Sena dengan keadaan yang terluka, egonya untuk datang dan memeluk tubuh rapuh itu semakin membuatnya tersiksa. Hingga pada akhirnya, Kana menghancurkan segala pendiriannya dan pergi menemui Sena dan menanggung semua konsekuensi yang ada.

"Kalo gue nggak samperin lo waktu itu, apa rasanya akan tetap sesakit ini, Sen?" Lirihnya seraya menatap foto kecil mereka dari layar ponselnya.

Waktu singkat yang ia habiskan bersama Sena nyatanya semakin mencetak luka, terlebih ketika sentuhan lembut dari pemilik senyuman terhangat itu mulai membuatnya merasa bahwa ia masih merasakan cinta yang sama.

Sena, cinta pertamanya.

Bahkan setelah bertahun-tahun lamanya, Kanaya tidak pernah merasakan hal yang ia rasakan saat bersama Sena atau sekedar memikirkannya saja.

"Ceritanya bahkan berakhir sebelum dimulai."

Mulutnya berhenti bergumam ketika seseorang yang ia kenal itu datang dan menghampirinya serqya duduk di kursi sebelah kanan yang kosong. Perempuan itu memberikan satu permen lolipop seraya melayangkan senyum lebar pada dirinya yang masih terdiam.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now