11. Tidak Ada Yang Tahu

2.6K 244 8
                                    

Matanya menatap fokus ke arah layar laptop dan buku secara bergantian, tangannya sibuk mencatat materi-materi yang ia tangkap dari indra pengelihatan dan pendengarannya lewat video yang terputar pada layar alat elektronik tersebut.

Lelaki itu memijat kepalanya sambil memejam, sesekali menghirup minyak aromaterapi yang ia genggam untuk menghalau pening di kepala yang menyerangnya sejak satu jam yang lalu.

Sena mengetuk-ngetukan pulpennya gelisah, "Otak gue dirancang buat gak paham fisika kayaknya," decak anak itu frustasi.

Sudah terbilang hampir empat jam pemuda berbalut sweater putih tulang itu duduk di meja belajarnya dan mengencani buku tebal berisi rumus-rumus fisika dan kimia.

Sena meremat titik rasa sakit di perutnya, kepalanya yang pusing selalu disertai dengan perutnya ysng mual, tapi kali ini ia tak bisa mengeluarkan apa-apa.

Memilih menyerah lagi, Sena berjalan gontai memasuki kamar mandi dengan langkahnya yang sedikit terhuyung. Suara menyakitkan itu kembali terdengar setelah beberapa menit sebelumnya lelaki itu juga mencoba menghilangkan rasa mual yang mengeryami perutnya.

Namun hasilnya nihil, yang keluar hanyalah cairan berupa air bening.

Sena terbatuk kecil, "Tuker tambah perut dimana, sih?" desisnya lirih dengan deru nafas yang mulai kacau.

"Sena?"

Mendengar suara yang ia kenal itu, Sena membasuh mulutnya menggunakan air yang mengalir dari keran wastafel, menghiraukan keadaannya yang kurang baik, anak itu malah cepat-cepat membuka pintu kamar mandi dan menemui seseorang yang memanggilnya.

"Eh O-om hehe," Sena nyengir.

"Kamu gak akan bisa muntahin apa-apa kalo belum makan, dimakan dulu mau?" lelaki berparas manis itu membawa sebuah nampan dengan makanan diatasnya.

"Duduk dulu Om sini," ujarnya sambil mengajak Omnya yang bernama Dika itu duduk di sebuah sofa yang berada didalam kamarnya.

Radika mengikuti Sena dan terduduk di sebelahnya, lelaki itu meletakan nampan makanan di atas meja dan menatap Sena dengan tatapan hangatnya.

"Kamu pasti tau kalo Om denger suara kamu tadi," anggukan kikuk dari Sena membuat Dika terkekeh.

"Gak makan lagi? Kenapa?" tebak Dika tepat pada sasaran.

"Gak tau, nafsu makan Sena ilang digondol maling sendal." jawab anak itu seadanya.

Dahi dokter muda itu terlihat sedikit berkerut, "Kok bisa diambil sama maling sendal?"

Pertanyaan Dika yang begitu polos itu mampu membuat Sena tertawa renyah. Memang sudah dasarnya memiliki humor yang rendah, anak itu memang kerap kali mentertawai hal-hal kecil.

Sena liat plastik terbang aja kadang diketawain:(

"Ya kali, Sena bercanda Om. Serius mulu idupnya," ucapnya ngakak.

"Loh ya bukan gitu Sen, siapa tau aja emang beneran digondol maling sendal?" tatap Dika pada anak itu lugu. "Eh kok jadi bahas maling sendal sih?" tanyanya kesal saat sudah tersadar.

Sena dibuat tertawa lagi, "Dih, Om duluan yang memperpanjang kontrak si maling sendal."

Dokter muda itu ikut tertawa, dipikir-pikir Sena ada benarnya.

"Ayo cepet makan dulu, emang gak perih perutnya?" tanya Dika kembali pada topik.

"Perut Sena gak enak tau, Om punya perut baru buat Sena nggak?" tanyanya sambil menyandarkan punggung ke bantal sofa.

If I Didn't Wake Up Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz