21. Berakhir?

2.3K 227 18
                                    

"Kamu nggak ada ngirim uang lagi? Jangan disimpen sendirian dong, maruk banget." Ucap wanita tua itu tengah melahap satu buah anggur.

"Minggu lalu aku udah kirim Mama dua digit, masih kurang? Aku gak pernah nyimpen uang Mas Dimas buat diri aku sendiri. Semua uang dari Mas Dimas selalu aku kirim buat Mama sama Papa."

"Minta lagi lah sama suami kamu yang kaya itu, kamu kan istrinya. Lagipula, perjanjian dia sama Papamu itu kan sudah ditandatangani."

"Mas Dimas udah lama gak pulang." Jawab Ayodhya malas.

"Loh, kenapa? Kamu jadi istri gak bener pasti." Sahut lelaki yang sudah berumur itu ikut nimbrung.

"Bukan aku yang gak bener. Dia yang nyekik Sena, dia juga yang kabur gak tau ke mana."

"Anak kamu si Sena dari dulu gak ada habisnya ya, bikin ulah apalagi sekarang?" Tanya wanita yang sudah keriput itu angkuh.

"Apa sih? Kok jadi nyalahin Sena? Sena gak salah apa-apa, Ma!" Sentaknya tak terima.

"Ayodhya! Tutup mulut kamu!"

Tepukan halus dari putra bungsunya ini menyadarkan fokusnya kembali. Manik mata yang indah itu menatap Ayodhya dengan cemas.

"Bunda ngelamunin apa?" Tanya Sena.

Ayodhya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum, ia mengusap pipi tirus Sena yang masih terasa hangat itu dengan lembut. "Bukan apa-apa. Maaf ya, waktu Sena sakit Bunda malah ninggalin Sena sama Shaka berdua di rumah," Ucapnya menyesal.

Sena menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Sena gak apa-apa, kan udah biasa sakit tanpa dirawat Ayah sama Bunda. Sena bisa sendiri kok, kemarin Shaka juga mau rawat Sena meski keliatannya berat banget, hahaha." Tawa anak itu mengudara.

Sena tertawa, tapi hati Ayodhya yang terluka.

Sejauh itu dirinya mengkhianati cinta anak-anaknya,

Terutama Sena.

"Sen.." Panggil Bundanya.

Belum sempat dijawab, Bundanya itu kembali berkata, "Mulai saat ini, Bunda akan selalu ada di pihak Sena. Bunda mau lihat Sena bahagia." Katanya tulus, menatap lurus manik mata si bungsu.

Sena tersenyum tipis, ia menarik tangan Bundanya yang barusan ia obati dan beri plester berwarna merah muda karena adanya luka gores yang terbuka. Lalu ia kecup punggung tangan Ayodhya selama beberapa saat.

"Justru Sena yang ingin lihat Bunda bahagia lebih dari siapapun. Karena jika Bunda bahagia, Sena akan ikut bahagia juga."

•••

Ayodhya menatap cemas layar ponsel yang menampilkan sebuah pesan singkat untuk lelaki yang sudah menjadi suaminya selama bertahun-tahun itu. Mau bagaimanapun, keputusan Ayodhya untuk bercerai itu memang akan ia lakukan, tapi ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk memutuskan.

Baru saja dipikirkan, pria paruh baya itu benar-benar datang. Setelah berhari-hari menghilang seperti ditelan bumi, pria tidak tahu malu yang notabenenya adalah seorang Suami dan seorang Ayah yang melepas tanggung jawabnya begitu saja.

"Kamu mabuk, Mas?" Tanya Ayodhya ketika mencium bau aneh yang menyeruak dari tubuh suaminya.

Pria itu terkekeh seraya mendekati Ayodhya yang duduk di pinggir ranjang. Ia mendekatkan wajah istrinya bersamaan dengan Ayodhya yang memundurkan wajahnya, menghindari tingkah aneh dari pria di hadapannya.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now