18. Menyadari Hal yang Hilang

2.3K 251 13
                                    

Langit masih menunjukan keberadaan bulan yang belum memberikan tugasnya pada matahari, namun Wakil Ketua OSIS ini sudah mejeng di parkiran sekolahnya, masih dengan tubuh yang belum turun dari kendaraan bermotornya.

Hari ini, hari pertama event Mahananta akan dibuka secara resmi. Tentu, orang-orang penting seperti Sena harus siap sedia terlebih dahulu.

Pemuda berbalut jaket bulu itu menarik seleting jaketnya hingga atas dagu, lalu menyembunyikan wajahnya diatas lipatan kedua tangannya pada bagian depan motor dari sisi pengendara.

Jika bukan hari penting, ingin sekali rasanya Sena tertidur seharian. Sedari tadi malam, ia merasa tidak enak badan, badannya terasa panas dan dingin secara tidak karuan.

"Sen, kenapa? Masih ngantuk lo?" Tepuk seseorang yang baru saja memarkirkan motornya di sebelah motor Sena.

Sena yang sudah mengenali suara itu langsung mengangkat kepalanya dan menoleh ke asal suara, belum sempat Sena menjawab, lelaki yang lumayan dekat dengan Sena di organisasi ini sudah bertanya hal yang lain saja.

"Tumben pake masker, lo kan cakep? Make ditutup segala, ada hati yang lagi lo jaga?" Tanyanya saat melihat Sena mengenakan masker hitam yang menutupi setengah wajahnya.

"Hati yang dijaga ketek lo, gue lagi flu anjir!" Protes Sena menanggapi pertanyaan ngaco dari Haje.

Haje mengangguk-ngangguk ketika merasa Sena berkata jujur, suaranya memang terdengar bindeng seperti orang pilek.

"Flu apaan? Flu babi?" Tanyanya bercanda lagi.

"Babi? Spesies lo maksudnya?

"Sialan, malah gue yang kena. Asu tenan!"

•••

Briefing di pagi hari tengah berlangsung Dharma yang menjadi Ketua Pelaksana event tengah mengingatkan rundown dan tugas masing-masing setiap bagian. Shaka yang ikut berdiri di samping Dharma mengedarkan pandangannya ke arah anggota.

Ketemu!

Tumben sekali Sena memilih tempat duduk di belakang? Mana mojok lagi.

Dahinya mengeryit ketika melihat gerak-gerik Sena di sudut ruangan itu. Kepalanya ke depan memperhatikan Dharma tapi wajahnya tidak terlihat karena tertutup topi dan masker, jaketnya disleting menutupi leher, mencurigakan sekali.

'Tuh bocah sakit lagi ya?' Ungkap Shaka di dalam hati ketika melihat Sena mengepalkan tangannya di depan mulutnya yang tertutup masker entah karena apa.

Sena yang merasa diperhatikan itu menolehkan kepalanya ke arah Shaka, namun dengan cepat lelaki yang berdiri di depan itu membuang pandangannya ke arah yang lain.

Tak memperdulikan Shaka yang sedaritadi mengawasinya, perasaan tak enak yang ada di perutnya lebih menyita perhatiannya ketimbang Shaka. Beberapa menit yang lalu lelaki itu terus-menerus bersendawa, meski tertahan karena takut mengganggu orang di sekitarnya.

Perutnya mual, asam lambungnya kumat lagi sepertinya.

"Sen? Lo gak apa-apa?" Tanya gadis yang duduk di depannya menoleh.

Sena mengumpat di dalam hati, padahal sebisa mungkin dia menyembunyikan suara sendawanya, tapi tetap saja terdengar karena posisi Salsa tepat di depannya.

"Gue oke kok Sal," Jawabnya seraya mengacungkan jempol, tapi setelahnya terdengar suara sendawanya lagi.

Dengan cepat, tangan kanannya menutup mulut yang dilapisi oleh masker itu ketika sesuatu dari perutnya naik ke atas kerongkongan. Lelaki itu berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan ruangan tanpa menciptakan kecurigaan.

If I Didn't Wake Up Where stories live. Discover now