30. Pilihan Terberat

7 1 0
                                    

✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




“Saya boleh masuk, Pak?”

Gisa bertanya lebih sopan karena ada dua tamu dalam ruangannya. Dan wanita yang langsung menyindirnya tadi adalah neneknya Tara.

Tara langsung mengangguk dan membiarkan Gisa masuk. Ia langsung berjalan menuju meja Tara, sebelumnya Gisa menundukkan kepalanya sopan ke arah neneknya Tara.

“Ada apa Gisa?”

Manik mata Gisa menatap Tara sendu. Namun, ia segera menepis rasa sakit dan sedihnya. Gisa langsung menyerahkan berkas yang sudah tertata rapi.

“Ini berkas yang kemarin bapak serahkan sama saya. Itu udah selesai. Dan ini mohon diterima!”

Tara langsung melihat ke arah map berwarna coklat. Ia mengambilnya dan membacanya dengan serius. Setelah membaca surat pengunduran diri Gisa, Tara menatap tak percaya kepada Gisa.

“Ada apa? Saya kurang gaji kamu atau ada perlakuan saya yang kurang baik?”

Gisa menjawabnya hanya dengan menggelengkan kepalanya. Matanya sudah panas dari tadi, namun ia mencoba menahannya.

“Saya hanya ingin istirahat, Pak.”

“Baik jika itu mau kamu.”

Tara menatap ke arah neneknya yang sedang menatap tak suka ke arah Gisa. Ia yakin, salah satu alasan Gisa ingin mengundurkan diri adalah neneknya. Ditambah lagi Kenzo yang memang sudah keluar dari perusahaannya.

Sebenarnya Tara tidak ingin hal ini terjadi. Ia akan semakin sulit untuk bertemu dengan Gisa. Tapi, ia juga tidak ingin memaksa kehendak perempuan yang sangat ia cintai itu.

“Jika sudah, silakan pintu keluar sebelah sana. Saya mau membicarakan hal penting dengan calon cucu menantu saya. Silakan keluar!”

Itu bukan Tara, itu adalah neneknya. Sungguh sakit ketika Gisa mendengar bahwa Tara akan segera menikah dengan wanita pilihan neneknya.

“Kalo begitu saya permisi, Pak. Sekali lagi mohon maaf jika saya mengganggu.”

Gisa berjalan mundur beberapa langkah, hingga akhirnya ia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

Tara hendak beranjak, namun usahanya dihentikan oleh neneknya dengan tatapan sinisnya.

“Please don’t leave me, Gisa!” batin Tara.

TIBA-TIBA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang