9. Terkunci

40 1 0
                                    



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.








Sudah pukul 11 malam tapi Gisa tidak bisa memejamkan matanya. Perkataan yang Tara katakan tadi terngiang-ngiang di otaknya hingga Gisa tidak bisa tidur.

Gisa sudah melakukan banyak hal agar dirinya bisa tertidur. Mulai dari mendengarkan musik, menghitung domba, membaca novel, bahkan Gisa beberapa kali mencuci mukanya agar rasa kantuknya cepat datang.

Ponsel miliknya sejak tadi sangat ramai dengan notifikasi dari Feli dan juga Vania. Sudah pasti besok di kantor mereka berdua memberikan pertanyaan tentang Tara yang menarik tangannya begitu saja.

Entahlah, Gisa harus menjawab apa besok yang pasti malam ini ia ingin tertidur dengan nyaman dan bangun dengan keadaan segar besok di pagi hari.

Sekarang pukul 2 malam ia masih terjaga. Perutnya mendadak keroncongan, dengan terpaksa bisa keluar dari kamarnya menuju ke dapur.
Keadaan lantai bawah di rumah itu sangat bening dan gelap. Gisa menyalakan lampu agar dirinya bisa berjalan dengan baik.

Tak!

Gisa baru saja menyalakan lampunya tapi ia terkejut ketika melihat seseorang sedang tergeletak di bawah lantai.

Gisa dengan perasaan yang was-was ia segera menghampiri sosok orang tersebut. Kuat tenaga bisa membalikan tubuh orang tersebut yang posisinya sedang tengkurap.

“Astaga, Kak. Ini kenapa lagi?”

Gisa segera mengangkat sebagian tubuh Tara. Tercium bau alkohol yang cukup menyengat, sepertinya Tara minum terlalu banyak. Sehingga ia tak sadarkan diri seperti sekarang.

Lagi-lagi Gisa mengangkat Tara menuju kamar tamu yang berada di lantai satu.

“Lo kenapa sampe kayak gini sih, Kak? Kalo mamah tau bisa berabe. Udah pasti Lo gak akan tinggal di sini lagi Gisa.”

Setelah bergumam kecil, Gisa baru menyadari satu hal.

“Lah, bukannya gue mau pergi dari rumah ini yah. Tapi, kenapa gue jadi gak mau pergi?”

Gisa menepuk keningnya sendiri. Karena secara tidak sadar Gisa sudah nyaman tinggal di rumah ini.

“Nyusahin Lo, Kak. Kalo mau minum ajak gue donk. Gue juga lagi banyak pikiran ini. Ah, gak seru malah tidur begini.”

Daripada daripada Ia bergumam sendiri, Gisa memilih meninggalkan kamar itu. Jujur saja rasa laparnya kini berganti menjadi rasa kantuk.
Saat Gisa sudah menutup pelan pintu kamar tersebut, tiba-tiba saja seseorang membuka kembali pintu tersebut.

Klek!

“Gisa!”

Gisa menoleh saat namanya dipanggil dengan nada lirih.

TIBA-TIBA CINTAWhere stories live. Discover now