5. Demam

51 1 0
                                    





"Kak, Lo...berani mukul gue!"

Gisa mengucapkan dengan air matanya yang sudah keluar dari matanya.
Untuk pertama kalinya Gisa mendapatkan perlakuan yang di luar dugaannya. Dengan entengnya Tara menjawabnya sebagai hukuman untuknya.

"Itu hukuman buat Lo yang udah pulang malam."

"Bah...bahkan papah gak pernah melakukan ini sama gue dan Lo dengan semudah itu mukul gue. GUE BENCI SAMA LO!"

Setelah berteriak, Gisa menuju kamarnya dengan sedikit berlari.

Brak!

Gisa menutup keras pintu kamarnya. Selama ini ia belum pernah mendapatkan perlakuan seperti ini. Bahkan saat papahnya marah pun, Gisa hanya dimarahi seperti seorang guru kepada muridnya.

Bahkan Gisa tak pernah mendapatkan kekerasan dari siapa pun. Saat kuliah di luar negeri pun, ia berteman baik dengan semua kalangan.
Gisa memiliki sifat yang mudah berbaur saat di luar rumah. Hidupnya tak pernah menyusahkan orang lain, ia sudah belajar hidup mandiri sejak kepergian ibunya.

Setelah menutup pintu kamarnya, Gisa terduduk di balik pintu. Ia terduduk dengan tangannya yang memeluk erat kakinya. Ia masih menangis dengan perasaan yang benar-benar menyakitkan.

"Papah, Gisa mau pindah. Gisa gak mau di sini. Hiks, hiks, dia pemarah. Papah benar dia emang tampan, tapi sifatnya tidak sesuai dengan wajahnya," racau Gisa di balik pintu.

Gisa yang masih menangis mendapatkan sebuah pesan dari ponselnya. Ia menggeser tasnya yang tergeletak di lantai. Gisa mengusap air matanya yang masih tersisa di pipinya.

Pesan chat:

[Gisa, besok jangan sampe telat. Besok hari pertama kita bekerja, sampai ketemu besok. Ini gue Fely]

Gisa membalasnya singkat. Ia hanya membalasnya 'iya' saja. Moodnya benar-benar hancur hari ini.
Pada akhirnya Gisa membersihkan dirinya, ia segera pergi tidur setelah membersihkan dirinya.

Berharap hari esok kan lebih baik dari hari ini.
Sedangkan di kamar Tara. Pria itu sangat gelisah dan tak bisa menutup matanya. Sekarang tepat pukul sebelas malam, ia hanya bisa berguling tak jelas di atas ranjangnya.

Tara meraih ponselnya yang ia simpan di atas nakas. Ia mengetik sebuah nama di sana. Ia segera menghubungi seseorang.

'Pah, Tara minta maaf!'

'Minta maaf atas apa? Kenapa tiba-tiba begini hmm?'

'Tara menyakiti Gisa, Pah. Tara minta maaf!'

'Selesaikan dengan cepat, papah tau terkadang Gisa berbicara kasar, tapi itu bentuk pertahanannya saat sedang gugup ataupun tertekan. Ayah beri kesempatan kamu sekali lagi. Jika Gisa kamu sakiti lagi, ayah akan langsung menjemputnya dan mengirimnya ke Australia. Selesaikan dengan cepat!'

Tut!

Abrisam mematikan panggilannya begitu saja. Sebenarnya ia sangat marah kepada Tara. Namun, kedua anaknya kini sudah sama-sama dewasa dan mereka pasti bisa menyelesaikan dengan baik.
Tara sedang memikirkan cara untuk meminta maaf yang pantas dan bisa dimaafkan dengan cepat.

"Kenzo!"

Tara segera menghubungi Kenzo, temannya yang satu itu adalah ahli dalam menaklukkan hati wanita. Bahkan dengan perlakuannya saja banyak wanita yang baper dan ingin menjadi kekasihnya.

TIBA-TIBA CINTAWhere stories live. Discover now