62. Please, Come Home

4.6K 292 5
                                    

EP. 62. Please, Come Home

Bubuhkan komentar dongs tentang cerita ini. Kurang apa, yes?

********

"Amber, jadi teman dokter yang kamu bilang itu Langit?" Tanya Biru memastikan. Sama halnya dengan Biru, Langit juga terkejut mendapati Biru duduk bersama Amber.

"Haha, dunia ini bener-bener sempit, ya. Kalian saling kenal? Ohh, iya, jangan bilang kamu kenal sama Jingga juga?" Tebak Amber balik bertanya.

"Kami berteman baik." Biru menganggukkan kepalanya. Langit berdecih geli. Masih terasa aneh di telinganya setiap kali mendengar kata "teman baik" dari mulut Biru.

"Ya bagus kalau gitu. Kita nggak akan canggung kalau mau kumpul-kumpul lagi kayak ini." Seru Amber tersenyum senang.

"By the way. Apa Jingga belum pulang dari Yaman?" Tanya Amber kemudian karena tak melihat Jingga ikut bersama Langit.

"Ya–Yaman? Apa maksud kamu, Amber?" Tanya Langit yang gagal mencerna apa dikatakan Amber.

"Iya, Yaman." Angguk Amber. "Jingga udah pulang atau masih di sana?"

"Wait, maksud kamu, Jingga ada di Yaman?" Tanya Langit memastikan diiringi kerutan di dahinya.

"Lho, kenapa kalian kayak bingung gitu?" Gadis bermata hazel itu ikut mengernyitkan dahinya heran.

"Amber, tolong kamu bicara yang jelas. Amber, tadi kamu bilang Jingga ada di Yaman?" Langit kembali bertanya.

"Yep."

"Kamu tahu dari mana? Setahu aku, Jingga masih di Eropa." Ujar Langit kemudian.

Kembali mengernyitkan dahinya, Amber lalu berujar. "Eropa? Ngaco kamu. Jingga ada di Yaman, dua minggu yang lalu aku masih jadi relawan medis sama dia."

"Relawan medis?" Tanya Biru terkejut.

"Kalian nggak tahu?" Amber balik bertanya, merasa heran karena mereka yang notabenenya bisa dibilang dekat dengan Jingga tidak tahu hal ini.

"Amber. Jadi Jingga ada di daerah perang sekarang? Apa selama lima bulan ini dia di sana, bukan Eropa?" Tanya Biru terdengar panik, raut wajahnya menampakkan penuh kekhawatiran dan cemas.

"Jingga jadi dokter lintas batas. Dan yang aku tahu, selama empat bulan Jingga bertugas di Pakistan, lalu dia datang ke Yaman satu bulan yang lalu, aku lebih dulu datang ke sana dan kebetulan ketemu sama Jingga."

"Jadi selama ini Jingga bohong?" Ucap Langit. Perasaannya campur aduk antara kesal, khawatir, dan senang karena sekarang dia mengetahui keberadaan gadis itu sekarang.

"Jadi kalian beneran nggak tahu?" Amber mengulang pertanyaannya.

Langit menggeleng. "Sebelumnya Jingga bilang mau liburan keliling Eropa, dan dia hampir nggak pernah hubungin aku."

"Kenapa Jingga bohong?" Gumam Amber tak habis pikir. Lagipula, apa untungnya Jingga melakukan hal tersebut? "Dia lagi ada masalah, ya?" Tanyanya kemudian.

Baik Biru maupun Langit, keduanya memilih diam. Namun, pertanyaan Amber tersebut tanpa sadar cukup menyentak hati Biru yang sedang sensitif.

"Aku permisi dulu." Ucap Biru dengan nada dingin. Raut wajahnya benar-benar tak terbaca.

Tanpa meminta persetujuan, Biru lantas beranjak pergi meninggalkan Amber dan Langit dengan perasaan yang sangat terpukul. Berkali-kali Langit memanggilnya, tapi Biru tak mengindahkan dan terus berjalan keluar dari kedai kopi.

********

Dengan napas memburu, Biru berlari keluar dari kedai kopi menuju parkiran basement rumah sakit. Sepertinya dia tak bisa melanjutkan pekerjaannya hari ini, hingga dia harus meminta sang asisten untuk menggantikannya menangani pasien hari ini.

STILL IN LOVE [END]Where stories live. Discover now