52. Confused

4.1K 280 8
                                    

EP 52. Confused

********

"Aku minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik buat kalian." Ucap Jingga tulus setelah dia mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Biru. Jingga bahkan kini berlutut di hadapan kedua orang tuanya.

"Bangun, Nak." Bunda menuntun Jingga untuk duduk di sebelahnya.

"Sebenarnya ada apa, Ji?" Tanya Bunda lembut seraya merapikan anak rambut Jingga yang sedikit menghalangi wajahnya.

"Selama ini aku cuma cinta sendirian, Kak Biru enggak." Pada akhirnya Jingga tidak bisa menahan kegundahan hatinya sendirian, meski tidak dia ceritakan secara keseluruhan.

"Nggak mungkin. Selama ini Ayah lihat dia baik-baik aja sama kamu." Sela Ayah tak percaya, mengingat bagaimana Biru memperlakukan Jingga dengan baik saat di depannya, Ayah juga sangat suka sikap sopan Biru pada orang tua.

"Iya, tapi dia nggak cinta sama aku. Aku nggak akan sanggup hidup sama orang yang nggak cinta sama aku." Sahut Jingga menegaskan.

"Jingga, cinta bisa datang seiring berjalannya waktu." Ayah masih berusaha membujuk Jingga.

"Enggak, Yah. Maaf aku nggak bisa. Tolong ngertiin aku." Jingga menatap Ayah penuh permemohonan. Air matanya mulai menggenang. "Aku mau pernikahan aku kayak kalian. Hidup bersama orang yang aku cintai dan juga mencintai aku. Ayah dan Bunda kayak gitu, kan?"

Gadis itu menatap kedua orang tuanya bergantian, ucapannya begitu menohok hingga mereka terdiam, tak mendapatkan kalimat balasan.

"Bukannya kalian mau aku bahagia? Tapi aku nggak akan bahagia kalau nikah sama Kak Biru." Imbuh Jingga dengan suara yang mulai tercekat seiring dengan air mata yang menetes.

"Ayah . . . ." Bunda melirik suaminya, dia tak tega melihat wajah anak gadisnya yang tampak memelas dan sedih. Terlebih gadis itu sampai menangis.

"Ayah akan memikirkannya." Ucap Ayah datar dan beranjak begitu saja meninggalkan ruang keluarga, beliau bahkan tidak melihat ke arah Jingga. Raut wajah lelaki paruh baya itu sungguh tak terbaca, ada perasaan kecewa sekaligus kebingungan di sana.

"Don't worry, I will always support you no matter what." Kalimat dukungan ini cukup membuat hati Jingga sedikit lega. Wanita itu lantas memeluk sang anak untuk menenangkannya.

"Bunda nggak marah?" Tanya Jingga ragu sembari menarik diri untuk menjangkau wajah Bunda.

"Nggak marah, sih. Cuma sayang aja, Bunda udah terlanjur suka sama Biru." Jawab Bunda dengan sedikit dengusan kecil keluar dari mulutnya.

Jingga mengerucutkan bibirnya lucu, membuat Bunda tersenyum gemas.

"Tapi Bunda coba buat ngerti, dan harusnya Bunda juga sadar kalau yang akan ngejalanin semuanya itu kamu. Ayah sama Bunda nggak seharusnya maksa kamu. Maafkan kami, Sayang." Sambung wanita itu sambil mengusap sisa air mata di pipi Jingga.

Jingga menggeleng pelan. "Ayah sama Bunda nggak salah. Aku ngerti, kalian mau yang terbaik buat aku."

"Jingga kamu anak perempuan satu-satunya di rumah ini. Bunda sayang sama kamu, kamu Tuan Putri di sini. Jadi sesuka apapun Bunda sama Biru, Bunda tetap akan memilih kebahagiaan kamu."

Jingga terharu, matanya mulai berkaca-kaca lagi. Gadis itu lantas berhambur memeluk wanita yang telah melahirkannya 26 tahun yang lalu itu.

"Terima kasih, Bunda . . . ." Ucap Jingga lirih.

"I want you to be happy, in your on way, Jingga." Tutur Bunda, membuat Jingga semakin terenyuh.

Meski di matanya Biru adalah anak yang baik dan terlihat cocok untuk menjadi pasangan Jingga. Tapi untuk apa jika anaknya tidak bahagia? Bukankah harapan setiap orang tua adalah melihat anak-anaknya bahagia?

STILL IN LOVE [END]Where stories live. Discover now