33. Roller Coaster

3.4K 270 3
                                    

EP. 33. Roller Coaster

********

Biru dan Jingga saat ini dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah cowok itu mendapat telepon dari Luna yang mengabarinya bahwa dia mengalami kecelakaan. Terlihat guratan cemas di wajah Biru yang saat ini sedang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Tentu saja reaksi Biru itu sedikit mengganggu hati Jingga. Tapi Jingga segera menepis perasaan tersebut, dia tidak boleh egois. Jingga bukan orang jahat yang akan mengedepankan perasaannya sendiri. Jingga juga akan khawatir seperti Biru jika kecelakaan itu menimpa Langit, karena mereka sahabat yang saling menyayangi.

Sebenarnya tadi Jingga menawarkan dirinya untuk pulang naik taksi dan membiarkan Biru pergi ke rumah sakit sendiri. Tapi Biru tidak mengizinkannya. Dia meminta Jingga untuk ikut ke rumah sakit dan akan mengantar Jingga pulang setelahnya. Jingga akhirnya hanya bisa menuruti permintaan Biru, itu lebih baik daripada mereka harus berdebat pada akhirnya.

Tak sampai satu jam, kini mereka sudah tiba di rumah sakit. Jingga mengekori Biru yang melangkah dengan tergesa-gesa menuju UGD. Jingga heran saat melihat Luna yang tampak baik-baik saja duduk di kursi yang tak jauh dari ruang UGD.

Luna langsung berhambur memeluk Biru kuat-kuat saat cowok itu datang mendekatinya. Tangisnya seketika pecah setelah gadis itu berhasil menenggelamkan kepalanya di dada bidang Biru.

"Aku nabrak orang, Bi. Aku takut" Ucap Luna dalam tangisnya, dia mempererat pelukannya, seolah meminta perlindungan dari Biru. Biru membalas pelukan Luna seraya mengusap-usap punggungnya untuk menenangkan.

"Aku nggak tahu harus hubungin siapa lagi." Cicit Luna kemudian.

"Now I'm here. Semua akan baik-baik saja. Kamu tenang, Lun." Biru menenangkan. Luna mengangguk dalam dekapan Biru.

"Mobil yang kamu kasih mungkin sedikit rusak. Maaf." Ucap Luna kemudian.

"Apaan sih, Lun? Kamu nggak usah pikirin itu." Sahut Biru seraya mengelus rambut panjang Luna yang tampak berantakan.

Jingga menghela napas berat melihat kejadian yang sedang disuguhkan di depan matanya. Dia merasa tubuhnya melemas, tenaganya seolah meluap begitu saja.

Dengan tangan gemetar, dia meremas ujung rok yang dikenakannya seolah menyalurkan rasa sakit yang kini perlahan mulai merayap di hatinya. Jingga tidak menangis, hanya saja hatinya benar-benar terluka melihat ini. Sangat terluka, hingga dia kesulitan untuk bernapas.

Akal sehat Jingga menerima dan memaklumi Luna yang mungkin butuh perlindungan sekarang, Jingga berpikir mungkin Biru satu-satunya orang yang bisa membantu Luna saat ini. Tapi, hati Jingga tidak bisa ikut bekerja sama dengan akal sehatnya.

Melihat cara Biru yang memperlakukan Luna seperti itu, hatinya tidak bisa menerima ini. Tidak bisakah Biru menjaga sikapnya sedikit saja? Meski sekarang Biru tidak mencintainya, setidaknya dia bisa menghargai Jingga sebagai calon istrinya.

Atau Biru memang lupa kalau saat ini Jingga ada bersamanya?

Tak tahan melihat itu, lantas dengan sekuat tenaga Jingga membalik tubuhnya untuk beranjak pergi dari sana. Dengan langkah lemas dan kaki gemetar, Jingga akhirnya bisa membawa dirinya keluar dari dalam rumah sakit itu. Saat ini Jingga sudah berada di depan gedung rumah sakit menunggu taksi.

********

Tangan Jingga yang lemas terulur untuk menekan beberapa digit angka pada keypad sebagai kode akses masuk ke dalam unit apartemennya. Namun belum selesai Jingga memasukkan semua angka, tiba-tiba bunyi bip dari unit sebelah berbunyi, disusul dengan suara pintu yang terbuka. Jingga menggerakkan kepalanya untuk menoleh ke arah Langit yang baru saja keluar dari dalam unitnya. Buru-buru Jingga menyembunyikan wajah sedihnya.

STILL IN LOVE [END]Where stories live. Discover now