13. First Love

4.3K 301 15
                                    

EP. 13. First Love

********

"Seperti Langit. . . ." Teriak Biru menghentikan Jingga yang baru saja mengambil lima langkah ke depan. "Apa bisa kamu memperlakukan aku seperti Langit?"

Jingga berbalik. Pandangannya terkunci dengan mata Biru yang nampak penuh permohonan.

"Maaf, Kak." Jingga menggeleng pelan. "I think, I can't." Lanjutnya tak ada keraguan, tatapan Biru berubah kecewa.

"Give me a reason." Pinta Biru seraya beranjak dari duduknya, menghampiri dan kembali meraih lengan Jingga untuk digenggamnya.

Gadis itu terdiam menatap genggaman tangan Biru di lengannya. Keheningan itu terjadi selama beberapa menit.

"Kasih aku alasan, Ji." Ucap Biru melihat Jingga masih terdiam. Gadis itu terhenyak. "Kamu suka sama Langit? Kalian pacaran?" Imbuhnya kemudian.

"Enggak!" Sahut Jingga cepat.

"Terus kenapa kamu nggak ngasih kesempatan buat aku deket sama kamu bahkan untuk jadi seorang teman?" Sambar Biru tak kalah cepat. Tatapannya berubah tajam, membuat Jingga merasa terintimidasi.

"Kita bisa berteman." Sejenak binar senang terpancar dari mata Biru sebelum kemudian Jingga melanjutkan kalimatnya. "Tapi nggak bisa sama dengan Langit. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku menghormati kamu sebagai kakak kelas aku."

Sorot mata Biru berubah kecewa mendengar itu. Genggaman tangannya pada lengan Jingga meregang.

"Kenapa? Aku butuh alasan yang jelas. Ini nggak adil, Langit bisa, kenapa aku enggak?" Tanya Biru sekali lagi, suaranya terdengar lirih.

Jingga kembali terdiam, berusaha menyusun kalimat yang bisa dia jadikan alasan. Sebenarnya Jingga tidak bodoh untuk tidak bisa membaca maksud Biru mendekatinya.

Jingga tahu, Biru mendekatinya bukan untuk memintanya menjadi seorang teman, tapi lebih dari itu. Bisa terlihat dari bagaimana cara cowok itu memperlakukan Jingga. Cowok itu sangat terang-terangan menunjukkan perasaannya, bahkan mulai mengatur.

Ini terlalu cepat. Mereka belum lama saling mengenal, Jingga takut jika Biru hanya bermain-main dan penasaran saja pada dirinya.

Jingga takut. Karena sebenarnya dia mungkin sudah jatuh cinta pada Biru. Ini adalah pertama kali, hatinya berdebar untuk seorang laki-laki, dan Jingga takut kecewa. Kecewa karena kebanyakan cowok ganteng memanfaatkan wajahnya untuk mendapatkan siapapun cewek yang diinginkannya.

"Aku harus ke kelas, Kak." Jingga dengan perlahan melepaskan tangan Biru dari lengannya begitu mendengar bel tanda masuk berbunyi. "Dan tolong jangan ngelakuin ini lagi. Jangan tiba-tiba datang dan nyeret aku ke suatu tempat."

"Aku akan ngelakuin ini lagi di hari-hari berikutnya." Ujar Biru dingin.

"Kita masih bisa saling menyapa kalau nggak sengaja ketemu." Ucap Jingga sembari mengurai senyum tipis, tak mengindahkan ucapan Biru.

Detik berikutnya, Jingga beranjak meninggalkan Biru yang menyorotinya dengan tatapan tajam.

********

Mama mulai bergerak-gerak gelisah. Sudah hampir satu jam sejak kepulangannya dari sekolah, anak semata wayangnya itu belum keluar dari kamar. Anak itu bahkan melewatkan makan malam.

Berulang kali wanita cantik itu mengetuk pintu kamar Biru, tapi tak ada sahutan apapun dari anaknya itu. Pintu kamar yang cukup besar itu tidak juga terbuka.

Mama panik, teringat banyak berita yang berseliweran tentang anak SMA yang bunuh diri karena berbagai faktor. Mungkin tanpa sepengetahuannya, Biru memiliki masalah.

STILL IN LOVE [END]Where stories live. Discover now