41. Saling mengerti

Start from the beginning
                                    

Mendengar berita jika pria bernama david itu terlihat berkeliaran disekitar sekolah anaknya Kevin tak berani ambil resiko. Dia memilih untuk membawa anaknya pulang, setidaknya disana anak itu akan lebih aman. Ada banyak orang yang bisa menjaganya, ditambah tak sembarangan orang pula bisa masuk kedalam perumahan mereka.

Kevin tahu, pria bernama David itu sebenarnya tak terlalu menginginkan Aira. Pria itu hanya ingin mendapatkan Kayra yang justru pergi meninggalkan masalah yang dia buat sendiri. Aira hanya sedang dijadikan umpan agar Kayra mau kembali kedalam pelukannya. Pria itu tak akan segan-segan menyakiti Aira jika tak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan Kevin tak ingin itu terjadi, Aira adalah darah dangingnya, dia tak akan tinggal diam saat sang anak terancam keselamatannya hanya karena hal seperti ini, sebisa mungkin Kevin tak akan membiarkan David  itu menyentuh anaknya bahkan seujung kukunya pun tak akan dia biarkan.

Membelokan mobilnya ke halaman rumah, Kevin melihat Haifa yang sedang menyirami tanaman dihalaman rumah mereka. Wanita itu juga terlihat heran mengetahui  kedatangannya yang lebih awal hari ini. Kevin turun dari mobilnya, meraih Aira yang duduk bersama dengan pengasuhnya di jok belakang. Membawa anak itu masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan Haifa yang terlihat penasaran tapi tak berani mendekat ke arahnya.

Kevin sengaja bersikap seakan acuh kepada wanita itu, dia ingin istrinya yang terlebih dahulu membuka pembicaraan diantara mereka. Dia ingin wanita itu menjelaskan sediri tanpa dia perlu bertanya terlebih dahulu. Dia ingin istrinya bisa lebih terbuka kepadanya tanpa adanya paksaan.

Sesampainya didalam rumah Kevin meminta pengasuh Aira untuk mengganti pakaian anaknya dengan yang lebih nyaman. Dia juga berjalan ke lantai atas untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan yang pastinya akan terasa lebih nyaman. Setelah mengganti pakainnya Kevin berjalan turun keruang keluarga, mendekat ke arah  Aira yang sedang bermain disana seraya disuapi oleh Haifa yang ada disampingnya, wanita itu terlihat telaten mengurusi anaknya, Aira pun terlihat nyaman bersama dengan istrinya.

Kevin duduk didepan anaknya, masih menghiraukan Haifa yang terlihat canggung saat menyadari dirinya datang "Aira sayang, lagi makan apa? Papa minta boleh?"

Aira mengangguk, lalu tersenyum ke arah ayahnya "papa minta saja sama ibu. Nanti pasti ibu kasih juga buat papa" Aira menjawab dengan tangannya yang terlihat sibuk mengotak-atik mainanya.

"Mas mau makan?" Haifa memberanikan dirinya bertanya terlebih dahulu "mau Haifa ambilkan?"

"Ehmm.. mas ambil sendiri saja didapur" Kevin berdiri, menghiraukan istrinya yang terlihat kecewa dengan jawabannya. Dia berdiri, berjalan ke arah dapur untuk mengambil makanannya. Lalu membawa makannya keruang keluarga dimana anaknya masih ada disana bersama Haifa. Dia duduk bersila dilantai. Menyalakan televisi dan mencari kartun kesukaan anaknya disana. Menemani anaknya makan juga mengajak anak itu bercanda disela makan mereka, Kevin sengaja mengabaikan Haifa, dia hanya ingin wanita itu tak perlu lagi merahasiakan apapun darinya.

Selepas makan Kevin meletakkan piring kotornya didapur, lalu langsung naik ke lantai atas untuk mengerjakan pekerjaan yang bisa dia tangani dari rumah. Di saat dirinya sedang fokus dengan pekerjaanya Kevin mendengar pintu kamarnya terbuka. Dia menoleh, menemukan istrinya yang sedang berdiri disana namun terlihat ragu untuk masuk kedalam kamar mareka yang sudah beberapa lama tak mereka tempati.

"Kaki nya sudah kuat buat dibawa naik tangga?" Kevin menatap istrinya penasaran, dia juga mencari keberadaan anaknya yang tak ada bersama wanita itu "Aira mana?" Kevin bangkit, mendekat ke arah istrinya yang masih mematung didepan pintu.

"Aira tidur. Mas, Haifa mau bicara"

Kevin menatap istrinya lalu mengangguk, menggeser posisi berdirinya dan membiarkan sang istri masuk kedalam kamar mereka. Setelah istrinya masuk dan duduk disisi ranjang Kevin mendekat ikut duduk disamping istrinya yang terlihat masih menunduk disampingnya. "Ada apa?" Kevin bertanya terlebih dahulu saat melihat istrinya yang justru terlihat ragu

"Mas masih marah sama Haifa?"

"Untuk apa mas marah sama kamu? Mas hanya terbawa perasaan saja tadi pagi. Maaf kalau mas menyakiti perasaan kamu"

Haifa menatap kedepan, menghindari tatapan suaminya yang saat ini terfokus kepadanya "sebenarnya Haifa juga belum lama ini tahu tentang kehamilan Haifa. Niatnya Haifa ingin memberitahukan kehamilan ini saat Haifa ajak mas ke dokter untuk cek kaki Haifa. Tapi mas lupa sepertinya"

Kevin diam, mengingat-ngingat tentang janjinya kepada sang istri. Dia benar-benar tak ingat. Mungkin memang karena dia terlalu disibukkan untuk menjaga Aira yang sedang tidak aman saat ini.

"Saat Haifa tahu Haifa hamil, Haifa bingung harus menjelaskannya bagaimana, tadinya Haifa mau memberi tahukan tentang kehamilan ini setelah periksa ke dokter, tapi mas justru tahu lebih awal dari yang Haifa  kira."

"Kenapa tidak jujur saja langsung? Mas kan bisa antar untuk periksa kandungan"

"Haifa lihat mas sibuk akhir-akhir ini"

"Sesibuk apapun mas, kamu dan juga Aira tetap menjadi prioritas untuk mas bahagiakan." Kevin mendekat, mengelus bahu istrinya yang terasa rapuh ditangannya "Mas minta maaf, besok kita periksa kandungan sekaligus kaki kamu ya?"

Haifa hanya mengangguk, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu suaminya. "Mama sama papa pasti senang, kan mas?"

"Pasti lah, apa lagi mama. Sudah berkali-kali dia tanya kamu sudah hamil atau belum. Mereka sudah tak sabar untuk menimang cucu lagi dari kita berdua"

Haifa tersenyum, meski masih sedikit tertahan diujung bibirnya "bapak pasti juga senang tau Haifa hamil cucu pertamanya, apa lagi bapak suka anak kecil" Haifa  tersenyum kecut, meski bapaknya akan senang tau dirinya  hamil, Haifa  tak yakin pria itu akan menyayanginya lagi seperti dulu.

Mengerti jika perasaan istrinya sedang tidak baik-baik saja, Kevin merangkul bahu istrinya pelan "sudah, jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kamu istirahat, dari pada memikirkan hal yang tidak-tidak" Kevin membenarkan posisi bantal, membantu istrinya untuk  berbaring dan tidur siang hari ini "sudah tidur, mas selesaikan dulu pekerjaanya sedikit lagi. Nanti mas susul kamu tidur. Jarang-jarang kita bisa tidur siang bareng begini"

Haifa hanya tersenyum sekilas, mengikuti arahan suaminya untuk tidur, lagi pula dia rasa memang butuh istirahat hari ini, kepalanya sudah cukup penat hanya karena memikirkan prasangka buruk yang bersarang disana.

Hargai saya dengan cara bantu vote ya..

See you..

Baja NagaraWhere stories live. Discover now