40. Gagal sebelum dimulai

Start from the beginning
                                    

***
Kevin keluar dari kamarnya, berjalan ke arah meja makan dimana anak dan juga istrinya sudah menunggunya disana. Melihat anaknya yang sudah lahap memakan makanan dipiringnya dia tersenyum seraya mendekat, mengelus kepala anaknya seraya memberikan kecupan untuk putri kecilnya itu. Setelah itu dia juga mendekat ke arah istrinya yang sedang menyendokkan makan kedalam piring untuknya. "Pagi sayang" sapanya seraya duduk dikursi samping istrinya.

Haifa hanya tersenyum sekilas, meletakan piring yang ada ditangannya ke depan sang suami. Dia lalu ikut menyendokkan sedikit makanan untuk dirinya sendiri, sedari bangun pagi tadi dia merasa sedikit pusing dan juga mual.

Di meja makan pun Haifa diam saja. memperhatikan interaksi antara anak dan ayah didepannya. Hanya memperhatikan karna dia tak ikut dalam pembicaraan mereka.

Setelah isi dipiringnya sudah tandas, Haifa berdiri, membawa piring kotor itu untuk dicucinya. Entahlah, dia seakan tak punya gairah hanya sekedar berbicara pagi ini, mungkin memang karena hormon kehamilan.

Belum selesai Haifa mencuci piring miliknya, Kevin mendekat meletakkan piring milik pria itu didepannya. "Titip ya sayang, mas mau ambil berkas dulu dikamar"

Haifa mengangguk, membiarkan sang suami berlalu dari sana dan mencuci piring milik suaminya. Mengelap tangannya yang basah Haifa langsung berjalan ke arah anaknya yang masih menunggu dimeja makan, membantu Aira untuk mencuci tangannya dan juga memanggil pengasuh anak itu agar bersiap-siap kesekolah.

Haifa melirik jam dinding saat menyadari suaminya tak kunjung keluar dari dalam kamar mereka, Haifa hanya khawatir jika Aira akan terlambat kesekolahnya hanya karena terjebak kemacetan pagi ini. Meninggalkan Aira yang sedang mengenakan sepatu dibantu pengasuhnya Haifa pergi ke kamarnya, menyusul sang suami yang Haifa baru ingat jika berkasnya sudah dia masukan ke dalam tas kerja milik pria itu, Haifa lupa tak memberitahukan kepada suaminya pagi tadi , mungkin pria itu juga sedang kebingungan mencari berkas yang semalam dia letakkan di atas meja.

Memasuki kamar Haifa melihat suaminya yang sedang berdiri memunggungi pintu kamar mereka. "Mas, berkasnya sudah Haifa masukkan kedalam tas kerja kamu"

Kevin tetap bergeming, meneliti benda tak asing yang baru saja dia temukan.

Sementara Haifa, melihat suaminya yang diam saja dia berjalan mendekat, penasaran mengapa suaminya sampai tak menyadari kedatangannya "mas?" Haifa membelalakan matanya, melihat sang suami yang sedang memegangi testpack miliknya. Padahal Haifa sudah meletakkan benda itu di laci nakas yang paling bawah, bagian yang hampir tak pernah terjamah suaminya.

"Ini apa?" Kevin bertanya, menunjukan benda ditangannya kepada sang istri "Kamu hamil?"

Haifa mendongak, menatap suaminya yang sekarang sudah menghadap penuh ke arahnya. "Mas.."

"Kamu hamil, dan menyembunyikan hal sepenting ini dari mas?"

Haifa menggeleng, bingung bagaimana caranya membela diri "Bukan seperti itu mas"

"Saya itu suami kamu Haifa, selama ini kamu anggap saya apa, sampai menyembunyikan hal sepenting ini dari saya?" Kevin kesal, mengetahui kebenaran jika sang istri menyembunyikan kehamilannya dari dia yang notabene nya adalah ayah dari anak yang dikandung istrinya.

Melihat suaminya yang terlihat marah Haifa sedikit merasa takut, pasalnya baru kali ini dia melihat sang suami dengan wajah memerah menahan emosi kepadanya "Mas, Haifa tidak bermaksud menyembunyikannya"

"Kamu anggap saya ini apa Haifa? Saya ini suami kamu! Kenapa kamu tidak bisa mempercayai saya?" Kevin bertanya setengah membentak, dia tak suka dengan sifat istrinya yang satu ini, terlalu tertutup kepada dirinya yang berstatus sebagai suami dari wanita didepannya. Melihat wajah sang istri yang sudah memerah, juga riak dimatanya yang sedang menahan tangis, Kevin mengalihkan tatapannya, semarah apapun dia tak tega rasanya melihat wanita itu menangis. Dia melempar benda ditangannya kasar ke atas ranjang, meraih tas kerjanya dan pergi meninggalkan sang istri yang masih tertegun didalam kamar mereka. Rasanya, lebih baik dia menghindar dari pada harus menyakiti istrinya.

Semetara Haifa, setelah kepergian suaminya dia berjalan ke arah ranjang, meraih tastpack miliknya dan kembali menyimpan benda itu ke dalam laci. Dia tak berniat menyembunyikan apapun, haifa hanya sedang menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan kepada suaminya.

Duduk disisi ranjang Haifa mendongakkan kepalanya, mencegah jatuhnya air mata yang sudah memburamkan penglihatannya. Seumur hidupnya baru kali ini dia dibentak orang selain oleh orang tuanya. Dan yang membentaknya kali ini adalah suaminya sendiri, apakah pria itu tidak tahu jika perasaan ibu hamil lebih sensitive? Haifa sadar dirinya salah, tapi tak bisakah suaminya bertanya baik-baik? Menanyakan apa alasannya melakukan ini semua?. Dan mengapa pria itu langsung membentaknya tanpa tahu apa yang sedang dia rencanakan.

Maaf lama, hargai saya dengan cara bantu vote ya..

See you..

Baja NagaraWhere stories live. Discover now