11. Pagi yang Canggung

Start from the beginning
                                    

Well, Seje sebenarnya mumet kalau dipaksa untuk mengingat perdebatan alotnya dengan Tri pagi tadi. Jadi, ia yang kini telah duduk di sebelah Sean, cuma bisa mengunci mulutnya rapat-rapat. Alih-alih menjalankan opsi kedua untuk naik ojek online ke kampus. Ia yang kedapatan sedang menunggu di depan pagar rumah dan kosannya pagi tadi justru ditegor oleh papa mertuanya yang seketika itu juga terheran-heran.

Kata papa mertua:

"Loh, Senarai? Kamu mau ke kampus ya?"

Dengan senyum ramah berpadu sungkannya, Seje mengangguk.

"Iya om, hehehe."

"Sean mana? Kamu bareng dia kan?"

Nah loh, Seje sampai dibuat bingung tadi kala ditanyai demikian. Ingin bohong, tapi ia tak tega alias Seje terkadang memang tak bisa berbohong. Langsung ketahuan. Ingin jujur, tapi kemudian ia sadar bahwa kalau dia mengatakan yang sebenarnya pada sang papa mertua, bukan tidak mungkin akan membuatnya berakhir dipaksa untuk diantar oleh Sean.

"Saya rencananya mau berangkat sendiri saja om—"

"Loh, kok sendiri? Sean mana? Wah! Sean harus nganterin kamu dong. Gimana sih, kan sudah jadi suami kamu."

Kan, benar apa dugaan Seje. Papa mertuanya itu pasti akan memaksa begitu.

"Btw, kamu kok masih panggil om sih? Panggil papa dong."

"Eh, iya pa..."

Kecanggungan yang Seje rasakan di beberapa jam itu agaknya juga ia rasakan kini ketika Sean naik ke atas mobil. Duduk di balik kemudi, tepat di sebelahnya.

Sejak kemarin, mereka belum bertatap muka dan memulai konservasi apapun. Seje sengaja menghindar dan Sean yang sibuk tak membuat keduanya bertemu. Alhasil begitulah, mereka dipertemukan kini, setelah papa Sean dengan brutalnya masuk ke rumah mereka, memanggil Sean dan memaksa putranya itu untuk mengantarkan Seje ke kampus.

Maka dari itu, bukan salah Seje sebenarnya jika kini wajah Sean sudah merengut seperti tomat busuk.

"Kenapa?"

Seje yang diamati oleh Sean sedari tadi akhirnya menoleh dan menanyai laki-laki itu dengan satu pertanyaan bernada sewot

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seje yang diamati oleh Sean sedari tadi akhirnya menoleh dan menanyai laki-laki itu dengan satu pertanyaan bernada sewot.

Sedangkan Sean yang ditanyai, sama sekali tak merespon apa-apa. Mukanya masih datar. Memandang pada Seje yang duduk di sebelahnya seolah Seje adalah tersangka kasus pembunuhan yang layak dilempari tatap judgemental semacam itu.

"Lo kenapa sih?" tanya Seje lagi. Kali ini nadanya dua kali lipat lebih ngegas dari yang tadi.

"Lo minta bokap gue buat nyuruh gue nganterin lo kan?" tuduh Sean tanpa basa-basi.

Mendengarnya, spontan Seje mendecih sarkas seraya memutar bola matanya, jengah. Bisa-bisanya Sean menuduhnya seperti itu?!

"Woah! Kalau bisa mah sekarang gue turun deh! Males banget jujur dianterin lo!" semprot Seje kesal seraya melepas kembali tali sabuk pengamannya, beneran bersiap-siap untuk turun dari mobil.

RIVALOVA: Should I Marry My Fabulous Rival?Where stories live. Discover now