08. saingan tak sepadan

Start from the beginning
                                    

Anak itu mengangguk tanpa mengatakan apapun.

"Ya sudah, ayok kita mandi, Aira sudah bisa sholat belum"

Dan lagi, anak itu hanya menggeleng tanpa menjawabnya " ya sudah nanti ibu ajari, ok?"

Anak itu tersenyum sekilas dan mengangguk.

Haifa tersenyum lebar, merasa senang melihat anak itu tersenyum kepadanya.

Setelah memandikan anaknya dan menitipkan anak itu kepada mertuanya untuk sholat ashar Haifa turun ke lantai bawah, berniat menyambut sang suami saat pulang dari masjid nantinya. Namun saat diujung tangga dia melihat sang suami yang sedang berbincang dengan seorang wanita si depan pintu, Haifa hanya berani menatapnya dari jauh tanpa berniat mendekat.

Melihat obrolan mereka yang terkesan hangat, juga Aira yang terlihat di gendongan wanita itu Haifa yakin jika wanita itu adalah mantan istri suaminya. Dari tubuhnya yang semampai, kulitnya yang putih bersih membuat Haifa merasa sedikit merasa minder. Pantas saja lelaki itu dulu sempat membangkang saat tak diberikan restu untuk menikah.

Wanita itu cantik, dilihat dari cara berpakaiannya dia yakin mereka sama-sama dari kalangan atas. Melihat itu Haifa menatap dirinya sendiri. pakaian yang lelaki itu berikan memang mahal, tapi tak bisa menutupi jika dia tak sepadan dengan mereka.

Tak ingin melihatnya Haifa berjalan mundur, tak jadi meneruskan langkahnya menyambut lelaki itu. Dia tak boleh seperti ini. Lelaki itu punya anak bersama mantan istrinya, Ini sudah menjadi resikonya karena menikah dengan seorang duda.

Sesampainya di kamar Haifa berjalan ke arah balkon, mencoba menenangkan pikirannya dan juga hatinya agar bisa menerima ini semua. Lelaki itu punya tanggung jawab. Dia tak boleh cemburu seperti ini.

Haifa menatap nyalang kedepan 'cemburu?'  Untuk apa dia cemburu? Mereka menikah saja karena terpaksa. Cemburu hanyalah untuk orang-orang yang merasakan jatuh cinta.

Perhatiannya teralihkan, melihat sang suami yang mengantarkan mantan istri dan juga anaknya sampai disamping mobil, memperhatikan wanita cantik itu memberikan anaknya kepada seorang babbysitter dan menyuruhnya masuk kedalam mobil. Setelah sang anak masuk, Haifa menatap mereka berdua yang berbincang sebentar, dan kejadian setelahnya membuat Haifa tak percaya, melihat wanita itu mendekat dan mencium pipi suaminya sebelum memberikan salam perpisahan dan pergi dari sana. Dan lelaki itu diam saja?

Haifa meradang, apakah hal seperti itu sudah biasa untuk orang kota? Apakah pantas seorang mantan istri mencium mantan suaminya didepan mata sang istri? Haifa tersenyum miris. Lagi pula mereka tidak melihatnya ada disini. Dia saja yang lancang memperhatikan mereka dari jauh.

Melihat sang suami yang berjalan masuk ke dalam rumah Haifa kembali masuk ke dalam kamar. Mencoba berpura pura sedang membereskan tempat tidur sang suami.

Saat sang suami masuk ke dalam kamar Haifa berjalan mendekat, mencium tangan lelaki itu lalu duduk disisi ranjang, berpura-pura jika dia tak tahu apa apa."Aira kemana mas?"

"Pulang, di jemput mamanya tadi."

Haifa hanya ber-ohh ria

Lelaki itu mendekat, meletakkan peci di atas nakas dan duduk di depannya. Haifa menatap wajah pria itu, menatap pipinya yang bekas dicium sang mantan istri

"Mas" Haifa menatap lelaki itu lekat-lekat

"Apa sayang?" Kevin menjawab seraya tersenyum ke arah istrinya

"Itu di pipi kamu ada bekas lipstick" Haifa berbohong dan menunjuk pipi lelaki itu, melihat suaminya yang gugup, Haifa berpura-pura berniat menyentuhnya.

Kevin yang merasa gugup menepis tangan sang istri pelan, menghapus jejak lipstick dipipinya yang sebenarnya tidak ada. mencoba mencari alasan agar wanita  didepannya tak curiga "ini, ini.. ciuman mama sayang. Biasalah, namanya juga seorang ibu. Suka lupa kalau anaknya udah tua kaya gini" alasannya seraya terkekeh

"Ohh sama mama" Haifa mengangguk, jika lelaki itu memang tak mau jujur kepadanya, dia juga tak akan memaksa lelaki itu untuk terbuka. "Mas, Haifa mau pulang. Lagi pula Haifa tidak bawa baju ganti saat kesini"

"Nanti Mas bisa pinjam punya Mama kalau kamu mau"

Haifa menggeleng "Sungkan lah mas, besok lagi kita menginap disini. Sekarang kita pulang"

"Ya sudah, kamu siap-siap. Mas izin sama mama dulu."

Haifa mengangguk, membiarkan sang suami yang berjalan keluar kamar. Setelah pintu kamar ditutup Haifa mengelus dadanya yang terasa sesak. Bagaimanapun juga dia tak terima suaminya dicium wanita lain begitu saja. Ditambah lelaki itu juga tak berusaha untuk jujur padanya hal itu membuat Haifa merasa jika laki-laki itu belum bisa menganggapnya sebagai istri.

Hargai saya dengan cara bantu vote ya..

See you..

Baja NagaraWhere stories live. Discover now