Kenapa ribut-ribut?

15.3K 1.4K 30
                                    

Pras masih setia menggenggam tangan istrinya yang masih belum sadarkan diri. Setelah insiden yang membuat istrinya syok hingga pingsan Pras langsung membopong tubuh istrinya dan membawanya pulang. Ia menyerahkan semua urusan Rendi beserta antek-anteknya kepada anak buahnya.

Saat ini sudah hampir pukul 03.00 dini hari, dan masih belum ada tanda-tanda istrinya itu akan membuka mata. Pandangannya terfokus pada wajah cantik istrinya yang kini tampak memucat, jemarinya mengusap lembut puncak kepala wanita cantik itu.

"Sayang, bangun. Jangan bikin aku khawatir." ucap Pras serak.

Setitik air mata jatuh membasahi pipinya tanpa bisa di tahan lagi. Teramat bahagia dan juga sedih secara bersamaan setelah berhasil menemukan dan membawa istrinya kembali.

"Buka mata kamu, sayang. Jangan buat aku semakin takut."

Pras mencium kening wanitanya, kemudian menunduk menggenggam erat tangan yang terasa dingin itu. Menciuminya beberapa kali, tangisannya semakin pecah dengan bahu yang bergetar hebat.

Para pelayan yang menyaksikan ikut merasakan pilunya, namun juga terselip rasa senang dan lega karena nyonya mereka telah berhasil di temukan. Apa lagi bi Sum yang tak pernah berhenti menangis sejak tuannya itu berhasil membawa sang nona kembali.

"Tuan, apa tidak sebaiknya anda mengobati luka anda terlebih dulu dan biarkan nona beristirahat."

Bi Sum memberanikan diri mengutarakan kekhawatirannya, bagaimana tidak? karena tuannya itu menolak untuk diobati kala dokter menawarkannya tadi. Tuannya itu tak peduli pada luka di bahunya sendiri, ia lebih mengkhawatirkan kondisi wanita yang sangat dicintainya.

"Tidak, bi." jawabnya singkat dengan kepala yang masih tertunduk.

"Tapi, tuan. Kalau terus dibiarkan, nanti bisa infeksi. Saya panggilkan dokter lagi ya, tuan." bi Sum masih bersikeras membujuknya.

"Nanti saja bi, nunggu istri saya sadar dulu." jawab Pras seraya menegakkan tubuhnya dan mengusap air mata yang sempat mengaliri pipinya.

"Tuan, apa tuan yakin? nona pasti akan sangat sedih melihat tuan terluka begini, dan itu pasti berpengaruh juga pada kesehatan nona tuan. Jadi, menurut saya lebih baik tuan mengobatinya sekarang sebelum nona sadar dan melihatnya."

Pras diam menimang perkataan pembantu yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri itu. Dan perkataan bi Sum memang ada benarnya juga, bagaimana kalau nanti saat istrinya sadar keadaannya bukan tambah pulih tapi malah tambah buruk.

"Gimana, tuan?" tanya bi Sum penuh harap.

"Baiklah, bi. Suruh Leonil kesini lagi, sekarang." putusnya. Bi sum mengangguk lalu tersenyum.

"Baik, tuan."

Bi Sum keluar dari kamar majikannya untuk melaksanakan tugasnya memanggil dokter, senyuman masih mengembang di bibirnya karena telah berhasil membujuk tuannya. Sungguh, bi Sum sangat mengkhawatirkan kondisi kedua majikannya itu.

***

"Aww... pelan-pelan Nil." Pras berteriak kesakitan.

Leonil diam saja seraya terus melanjutkan kegiatannya menjahit luka di bahu sahabatnya. Ia masih kesal pada sahabatnya yang satu ini, karena telah berani mengganggu waktu istirahatnya.

Bagaimana tidak kesal? tadi saat dirinya datang untuk memeriksa Clarissa, dirinya sudah menawarkan untuk mengobatinya juga sekalian. Tapi, sahabat keras kepalanya ini menolak dengan alasan lukanya tidak parah dan tidak penting.

Lalu setelah dirinya pulang dan baru saja memejamkan mata beberapa menit ia kembali di telpon dan diminta balik lagi kesini. Sungguh, andai saja orang di depannya ini bukan sahabat baiknya sudah dia cekik lehernya sampai kehabisan napas.

Clarissa transmigration (TAMAT)Where stories live. Discover now