32. 🐼

17.7K 1.8K 209
                                    

“Santai aja kalik. Kaki dia patah, masak lawan dia lo kalah.” Aldi berkata tanpa menatap Lova. “Baku hantam sana, buat dia pingsan, kalau lo gagal, gue bakal bully lo habis-habisan.”

Lova meremas gelas plastik jus buahnya pelan. Ia menarik sedotan kemudian membuangnya. Niatnya ingin mengembalikan itu, persetan walau sudah diminum. Dari pada baku hantam. Lova tidak mau kalau sampai mendapat surat panggilan. Kalau Aldi membully-nya, ia akan mengadukan pada Kean.

“Maaf, Kak. Tapi aku nggak mau buat hubungan kamu sama Kak Kean berantakan. Kak Kean udah cinta banget loh sama aku—” Okay. Fix Lova tertular kepdan Kean. Aldi langsung menatap tajam. “—kalau kamu bully aku nanti kalian jadi musuhan. Tapi aku juga nggak bisa buat berkelahi sama Dinda. Aku hidupnya numpang sama Tante, nggak mau tambah ngerepotin,” kata Lova dengan nada sedikit rendah. Diam-diam dia meraba laci; mencari ponsel untuk meminta tolong tentang nasibnya pada Kean.

“Kenapa? Nyari HP? Sorry aja nih, tadi gue pinjem terus kehabisan daya, jadi gue buang ke tong sampah. Tenang aja, nanti gue ganti.” Lova membolakan matanya, keget mendengar perkataan Aldi.

“Oh, ya. Sebelumnya makasih banget loh, lo udah peduliin hubungan gue sama Kean. Tapi lo nggak perlu khawatir. Kalau lo nggak bilang, Kean nggak bakal tau. Terkecuali kalau lo mau doubel, gue bully habis-habisan terus dihukum Kean habis-habisan.”

“Maksud kamu?” Lova merasa was-was. Bangkunya digeser mundur membuat Aldi tersenyum miring.

“Lo tau sendiri, Kean itu orangnya cemburuan, mana kadang nggak manusiawi. Gimana kalau lo gue buat seakan-akan lagi senang-senang sama cowok lain pas Kean di rumah sakit. Yakin lo masih bakal disayang-sayang? Yakin dia nggak bakal buat lo kepikiran buat bunuh diri? Apa perlu gue kasih tau lebih tentang kejamnya pacar lo itu?” tanya Aldi beruntun. Senyum kemenangan jelas tergambar dari bibirnya. “Apa perlu kita uji, Kean lebih percaya sama siapa. Gue yang udah bertahun-tahun jadi temannya atau lo yang kebetulan jadi pacarnya?”

Belum sempat Lova membalas Dinda sudah datang dan langsung menarik rambutnya kuat sampai Lova merasa rambutnya akan tercabut habis.

“Sialan lo!” teriak Dinda semakin menguatkan jambakkan.

Aldi menyandarkan tubuhnya di dinding. Ia memiringkan kepalanya bersiap menonton. Dalam hati dia bersorak. Ayo dong Lova. Lawan si pincang itu sekuat tenaga.

Sekali dorongan jatuh, ngebentur kursi, pingsan kalau bisa, terus inalillahi.

Lova mengigigit bibir bawahnya yang bergetar. Wajahnya tiba-tiba pucat. Perut Lova bergejolak tidak biasa. Sebisa mungkin Lova menyingkirkan tangan Dinda.

“Lepas. Aku nggak tau itu minuman dari kamu.” Lova semakin mengigigit bibir bawahnya. Dinda tertawa mendengar itu.

“Persetan. Yang gue tau lo minum itu dan lo harus mati.” Dinda menghempaskan tubuh Lova kemudian mengangkat tongkat yang membantunya berjalan. Tampaknya dia bersiap memukul Lova dengan itu membuat Aldi menaikkan sebelah alisnya.

Dinda benar-benar sudah berubah. Sialan! Bagaimana mungkin si lemah itu berubah jadi iblis seperti ini.

Aldi melirik Lova. Si bodoh ini. Tidak bisa sedikit kuat kah? Astaga. Aldi memijat pangkal hidungnya. Tidak ada tanda-tanda melawan sama sekali. Harusnya Lova itu menyiapkan kepalan tangan dan menonjok hidung Dinda, bukan malah menenggelamkan wajah di atas meja seperti sekarang.

Prince of Devil [On Going]Where stories live. Discover now