29. 🐼

26K 2.6K 1K
                                    

“Gue nyuruh lo ke sini bukan buat belajar. Kalau mau belajar ke sekolah sana jangan di apartemen gue.” Kean dongkol melihat Lova yang malah mengerjakan tugas sekolah. Bukannya mengurangi kerinduannya. Dasar perempuan tidak peka.

“PR-nya banyak tau. Kak Kean mending ngerjain juga. Jangan berisik.” Lova menatap Kean. Tidak, tidak, lebih tepatnya pada boneka kelincinya yang sepertinya tertekan. Kean memeluknya dengan kuat.

“Ogah! Punya lo aja nanti gue ambil, biar mampus lo besok dihukum. Sekalian gue sogok tuh guru biar hukuman lo berat kayak cinta gue ke lo. Suruh siapa durhaka sama pacar sendiri.”

“Kak, tolong dong, jangan ngomong kayak gitu, aku cuma makan mie, masak iya harus dikeluarin. Sumpah, perut aku mual banget.”

Mata Kean melotot tak terima. “Dih, dasar jelek. Nggak tau diri. Sok jual mahal!” Kean melempar boneka kelinci di tangannya dengan kasar sampai membentur dinding. Harga dirinya terlukanya karena kata-kata sialan Lova. Memang benar-benar tidak tahu diuntung! “Pulang aja lo sana, pulang! Nggak guna banget!”

“Itu boneka dari papa! Kenapa Kakak lempar-lempar seenak jidat Kakak?! Kakak ngga punya hak!” Lova juga kesal. Bisa-bisanya bonekanya dari sang ayah diperlukan seperti itu. Sampai boneka itu rusak, boneka yang serupa pun tidak dapat menggantikannya.

“Lo bentak gue?!” Kean tertawa keras. “Sialan! Gue marah harusnya lo bujuk bukan malah ikut marah. Lagian tuh boneka juga udah jadi punya gue. Nggak usah berlebihan. Cuma boneka doang, nggak seharusnya lo marah. Dasar kekanak-kanakan.” Kean merebut buku Lova secara paksa. Ia cabik-cabik buku itu sampai hancur tak terbentuk.

“KAK KEAN!” Lova memekik kesal.

Kean makin kesal. “Mentang-mentang gue udah cinta sama lo, lo kira lo bebas bentak-bentak gue?! Cuma gara-gara buku sialan ini lo marah, apa kabar sama lo yang cuma bisa nangis pas mau gue perkosa? Lo kira karena gue udah cinta sama lo, gue nggak bakal bisa lakukan apa yang udah-udah?” Kean menatap tajam. “GUE NYURUH LO KE SINI BUAT MANJA-MANJA BUKAN BUAT NONTON LO BELAJAR!”

Lova tersentak kaget. Dia menggeser duduknya menjauh. “Tapi tugasnya banyak—”

“Alah bacot, lo bisa bergadang nanti. Tugas itu nggak lebih penting dari gue!” Bukan hanya buku latihan, kini Kean merampasnya buku paket Lova dan menghancurkannya. Lova kesal melihat itu. “Lo harus prioritasin gue dari apapun,” kata Kean mutlak. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa. “Peluk gue!” Kean merentangkan tangannya.

Lova yang tadi duduk di atas karpet lantas berdiri. Dia membereskan alat tulisannya tanpa mau melirik Kean. “Dasat egois,” gumamnya memasukkan pena dan Tipe-X dengan kasar.

“Mau ke mana lo?” Kean mencuramkan alisnya. Ini Lova gobloknya kelewatan atau bagaimana sih?! Ia sudah marah-marah dan apa ini?! Lova tidak peka sama sekali! Haishh, sialan!

“Pulang," ketus Lova mengambil boneka kelinci yang tadi Kean buang. Dipeluknya boneka itu dengan erat. “Jangan bunuh diri,” pesan Lova membuat Kean mendelik tidak suka.

“Bunuh diri karena lo tinggal pergi. Lo kira gue bucin? Pergi aja, paling lo juga yang bakal datang lagi karena kangen berat sama gue.”

Lova mengabaikan. Dia berjalan menuju pintu. Baru saja tangannya ingin membuka pintu, Kean sudah berdiri di belakangnya.

“Kalau gue mau peluk ya, peluk!” tekan Kean langsung memukul tengkuk Lova dengan kuat.

BUGH!

Sontak saja perempuan itu langsung kehilangan kesadaran, dan Kean sebagai pacar yang baik segera menahannya. “Dasar lemah, gini doang pingsan," ejekanya mencuri kecupan di pipi Lova.

Prince of Devil [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang