12. 🐼

29K 2.4K 936
                                    

Vote dan komennya jangan lupa ya, Cantik.

H
A
P
P
Y

R
E
A
D
I
N
G

Saat membuka mata, Kean dapat melihat wajah ayahnya yang sangat dapat dilipat dengan jelas jika dia khawatir. Memikirkan bahwa ayahnya benar-benar sudah tidak sayang padanya, ternyata sangat buruk. Mana mungkin itu terjadi. Ia nakal bukan baru kemarin sore, dari dulu ia juga nakal. Namun sepertinya hari ini adalah puncak kemarahan ayahnya. Kean kembali menutup mata.

Rengga yang melihat itu menurunkan tablet yang dia pegang. Ia menaruhnya di nakas, setelahnya ia membimbing Kean untuk duduk walau anaknya itu kembali memejamkan mata.

“Ada yang sakit?” tanya Rengga mengusap punggung anaknya penuh kasih sayang. Ia sempat khawatir dengan sangat saat melihat Kean jatuh tak sadarkan diri tadi. Bahkan sampai sekarang pun, ia masih khawatir.

Kean memutar bola mata muak. Bukan Kean namanya jika cepat hilang marahnya. Ia yang salah, ia yang marah lebih lama. Ia benci dimarahi oleh ayahnya, tapi ia juga benci saat harus mengubah sikap agar tidak dimarahi ayahnya. Egois? Ya, itu dia.

“Ngapain Om di sini?” tanyanya sinis. “Lebih baik Om pergi. Saya nggak butuh Om di sini,” usir Kean terang-terangan. Namun, ia tetap menerima saat ayahnya menyodorkan satu gelas air. Ditenggaknya air itu hingga habis.

“Pergi, Om.”

Rengga diam tidak menanggapi usiran Kean. Memang Kean pikir dia siapa. Ini rumah sakit juga miliknya, bukan milik Kean. Ia jauh lebih berkuasa.

“Mau makan pakai apa? Bubur atau nasi Padang?”

Bertanya namun tidak butuh jawaban. Kean mendengkus. Ayahnya sudah menyuapinya dengan nasi Padang sebelum dia sempat menjawab. Kean tidak mau menolak, perut yang keroncongan membuatnya menerima tanpa protes.

Meraih ponsel ayahnya yang tergeletak begitu saja di atas nakas, Kean mencari lagu yang enak untuk didengar. Setelahnya diputar, dan dihempaskan begitu saja di atas kasur.

“Sayurnya.” Ia kembali membuka mulut begitu sesendok nasi di suapkan.

“Ayamnya yang banyak dong, Om,” titahnya membuat sang ayah mendengkus kesal, tapi tetap saja, dia menuruti Kean.

“Sambalnya yang banyak.”

“Papa mau ke kamar mandi. Makan sendiri.” Panggilan alam terkadang tidak pikir-pikir. Ia menyerahkan piring yang dipegang kepada Kean. Namun anak itu dengan cepat mengelak.

“Nggak mau! Suapin.” Ia menyandarkan tubuhnya dengan malas. Kakinya digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan mulut mengikuti lagu yang dia hidupkan.

Rengga menaruh piringnya di atas nakas, ia lalu segera pergi ke kamar mandi dan tak lama kembali setelah selesai. Kegiatannya kembali menyuapi putranya itu.

Seakan teringat sesuatu. Kean langsung mendekatkan wajahnya pada wajah sang ayah. “Aku nggak punya penyakit serius 'kan, Om?”

Rengga diam tak menjawab. Kean jadi kesal karena diabaikan. “Pa ….”

“Saya bukan papa kamu.”

“Oh, jadi gitu?” tanya Kean sinis. Ia meneguk air minumnya dengan kasar. “Pokoknya papa ngga boleh nikah lagi! Titik!”

“Kamu itu cuma keponakan, jangan ngatur-ngatur,” balas Rengga tetap tenang. Ia memasukan satu suapan ke dalam mulutnya sendiri.

“Anj—”

“Mau ngomong apa kamu?” Kali ini Kean langsung diam. Ia kembali menenggak minumnya saat merasa hawa panas dari ayahnya. “Mau ngomong apa?!”

Prince of Devil [On Going]Where stories live. Discover now