20. 🐼

34.2K 2.5K 337
                                    

Maap ya guys 😭 susah banget nuangin yang ada di otak ke bentuk tulisan 😭
Happy reading

“Lo kenapa bisa pingsan?” Baru sadar, Yugo langsung mendapat pertanyaan dari Kean. Ia bahkan belum sempat bertanya di dalam hati, di mana dirinya kini. Kean benar-benar tidak berakhlak.

“Gara-gara—eh buset, gue beneran pingsan tadi? Sumpah?!” tanya Yugo dengan berteriak. Dia langsung duduk karena begitu syok. Apalagi saat melihat Kean mengangguk, di langsung berdecak kagum.

“Jadi gini rasanya pinsan, seumur hidup gue baru pingsan sekali,” gumamnya geleng-geleng antara kagum dan tak percaya. Sudah lama dirinya ini pengen merasakan pinsan, akhirnya terwujud juga.

“Tinggal kesurupan nih, yang belum,” gumamnya lagi membuat Kean langsung menenggak air mineral yang seharusnya diberikan pada Yugo.

“Mati juga belum, mau nyoba?” balas Kean dengan sorot tajamnya.

Yugo cengengesan. “Nggak dulu deh.”

Kean menghela napas lelah. Dia menyandarkan tubuhnya pada sofa. Sementara Yugo yang tadi tengah duduk di sofa kini langsung berdiri tanpa memedulikan rasa pusing dan  nyeri di kepala. Dia melangkah menuju dapur untuk mencuri seluruh camilan Kean.

“Lo kenapa bisa pingsan? Aldi di mana?” tanya Kean.

“Lihat CCTV, Pak. Gue mau makan, laper. Maklum, habis pingsan,” balas Yugo membuat Kean benar-benar geram. Kean sampai sangat ingin menendang bokong sampai kempes.

“Aldi di mana?” Kalau tidak mendapat jawaban yang sesuai, Kean akan melaksanakan keinginannya untuk mengempeskan bokong Yugo itu. Lihatlah, dengan gaya gilanya, Yugo menggoyangkan pantatnya sana sini.

“Dinda." Jawaban singkat yang menjelaskan bahwa Aldi berada di rumah sakit.

***

“Lo nggak mau mati sekalian?” tanya Aldi begitu muak pada Dinda. Dia duduk di atas brankar dengan kasar. Sengaja membuat kaki Dinda yang menjalani operasi beberapa jam lalu kini tergeser cukup kuat. Dinda sampai tak bisa menahan rintihan.

“Sakit, Al.” Matanya sudah memerah siap menangis.

“Nggak peduli,” balas Aldi tersenyum miring. Bahkan jika bisa, jika tidak ada orang di ruang rawat ini, ia akan mematahkan kaki Dinda yang satunya.

“Al!” Panggilan penuh peringatan dari ibu kandungnya membuat Aldi memutar bola matanya, muak. Gara-gara permintaan perempuan yang sialnya pernah melahirkan dirinya ke dunia ini, dirinya di sini, di rumah sakit, menemani Dinda yang sangat ingin dia bunuh.

Berdekatan dengan Dinda hanya memancing jiwa kriminalnya, sayangnya ibunya dan Dinda tidak mau mengerti. Mungkin sesekali ia akan memperlihatkan sisi kriminalnya pada Dinda, agar perempuan itu tahu bagaimana caranya memanfaatkan ibunya dengan baik. Tidak seperti ini cara yang benar.

“Minggu depan kamu tunangan sama Dinda.” Sang ibu kembali berulah. Aldi benar-benar muak.

Binar kebahagiaan jelas terlihat di mata Dinda, tapi di mata Aldi ....

“Kenapa harus aku? Mama mau jadi ibu mertuanya Dinda?" tanya Aldi terkekeh geli. Dijodohkan? Ini benar-benar menjijikkan. Dulu saja hubungan mereka ditentang.

“Iya. Pokoknya kamu harus menerima perjodohan ini,” tekan Nita pada putranya. Dia melempar senyum hangat pada Dinda.

“Kenapa aku? Kenapa Mama nggak jadi ibu tirinya aja? Pesona Mama kan bukan maen. Masa nggak bisa cuma buat rebut papanya Dinda. Anaknya aja murahan kayak Mama, pasti orang tuannya sama kok—”

Prince of Devil [On Going]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon