Buku tersebut terletak di rak paling atas, di antara buku berwarna hitam dan juga merah. Gadis itu berjinjit, berusaha meraih buku tersebut. Ia mendecak karena tak sampai.

Kemudian kedua bola matanya bergulir ke arah rak buku ketiga yang kosong. Apa Obelia menaikinya saja? Perempuan itu mengulurkan kakinya, menginjak rak tersebut. Terdiam, Obelia menggeleng, mendecak sembari menarik kakinya kembali.

Bodoh. Bisa-bisa raknya roboh karena menahan beban tubuh Obelia.

Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, kemudian ia pergi ke arah meja yang terletak tak jauh dari rak-rak buku perpustakaan. Obelia menarik salah satu kursi yang belum diduduki, kemudian mengangkatnya ke tempat rak buku tadi. Setelah meletakkannya, Obelia berdiri di atas kursi tersebut.

Dahi Obelia mengerut tipis. "Loh, hilang?" gumamnya pelan.

Buku yang ingin ia ambil tadi kini sudah tak ada di tempatnya. Lantas gadis itu menggaruk kepalanya karena bingung. Baru ditinggal sebentar bukunya sudah hilang.

Di pojok rak buku, seorang pria tengah menyandarkan punggungnya sembari sesekali melirik ke arah gadis yang tengah berdiri di atas kursi. Lelaki yang mengenakan tudung hoodie-nya itu mendecak melihat Obelia berdiri di atas kursi yang kakinya tampak tak kokoh lagi.

"Ck, si bego. Di bawah, di bawah!" Sadewa memekik dengan suara berbisik. 

Oh astaga, coba lihat siapa yang pergi ke perpustakaan sekarang? Bisa-bisa Sadewa ditertawakan teman-temannya jika mereka tahu seorang Sadewa pergi ke perpustakaan.

Sudah dua jam Sadewa berada di sana. Ia diam-diam memperhatikan Obelia, membuntuti gadis itu dari jauh. Jika Obelia berada di rak ketiga, Sadewa akan bersembunyi di belakang rak tersebut. Terkadang mengintip melalui sela-sela buku. Sudah seperti penguntit pikirnya. Penguntit mantan lebih tepatnya.

Jangan salah paham, Sadewa tidak sesering itu mengikuti Obelia secara diam-diam seperti ini. Dia tidak mungkin selancang itu. Sadewa hanya tidak suka jika Laksewara berusaha mencari kesempatan, seolah-olah ia bertemu dengan Obelia karena tidak sengaja dan memang sudah ditakdirkan.

Hah, sialan. Padahal Sadewa tahu Laksewara mengikuti Obelia juga. Lagipula Sadewa jarang membuntuti gadis itu. Ia tidak melakukannya jika Obelia pergi ke kelas, pulang ke rumah, ataupun pergi ke toilet. Sisanya Sadewa akan mengikuti Obelia, ia bersembunyi sejauh tujuh meter di belakang gadis itu.

Kepala Obelia menoleh cepat saat merasa diperhatikan, gadis itu memicingkan mata sembari membenarkan kaca matanya.

Dengan cepat Sadewa kembali bersembunyi dengan jantung berdegup kencang. Lelaki itu menarik tali hoodie-nya hingga tudungnya mengerut, menutupi hampir seluruh wajahnya.

Obelia yang memang merasa diperhatikan sejak tadi lantas menggaruk tengkuknya karena merasa merinding. Pasalnya di dalam perpus yang cukup besar itu cukup sepi sekarang.

Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk di meja sembari membaca buku. Sedangkan di bagian rak tidak ada siapa-siapa selain dirinya.

"Anjir. Ini kampus Bel, bukan SD. Ga mungkin kan bekas kuburan?" gumamnya sedikit takut.

Gadis itu hendak turun dari atas kursi, namun Obelia membatu ketika mendengar suara kayu patah yang disebabkan oleh kursinya. Sedetik kemudian tubuh Obelia tiba-tiba limbung karena kaki kursi tersebut langsung patah.

EL JUGADORWhere stories live. Discover now