28. SALTING

1.4K 69 0
                                    

Gio mengerjapkan matanya, ia baru menyadari jika ia ikut tertidur. Gio menoleh ke arah Kinaya yang masih setia dalam dekapannya. Mengulurkan tangan menyentuh dahi Kinaya menggunakan punggung tangannya, ah syukur lah demamnya sudah menurun.

 Mengulurkan tangan menyentuh dahi Kinaya menggunakan punggung tangannya, ah syukur lah demamnya sudah menurun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Drtt drtt

Gio meraih ponselnya di nakas, terlihat nama Muti di layar panggilannya.

"Halo Muti?"

"Ah Alhamdulillah.. Gio dimana nak?"

"Gio dirumah Muti, ini Kinaya tidur."

Terdengar helaan nafas disana.

"Pantes di telpon ga diangkat, Muti minta tolong boleh? Tolong jaga Kinaya sampai Muti atau Ayah pulang. Muti lagi perjalanan pulang dari Bogor, tapi di tol macet banget. Abang di telpon lagi anter Mama ke rumah nenek. "

Gio mengerti Abang yang dimaksud oleh Muti adalah Bara. "Boleh kok, Muti tenang aja."

"Makasi ya Gi, Ay rewel ya? Dia kalau sakit rewel pasti. Maaf ya Gi,"

Ah andai Kirana tau betapa senangnya ia saat ini, Gio sama sekali tidak merasa keberatan dengan apa yang ia lakukan. Melihat Kinaya dari dekat bahkan memeluknya erat saja membuat Gio senang setengah mati.

"Gapapa Muti, Gio ga keberatan kok
Muti hati hati dijalan ya."

"Makasih ya Gi, Muti tutup ya,"

Setelah itu telpon dimatikan. Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Seharusnya sudah waktunya Kinaya minum obat.

Gio mengelus pipi gadisnya lembut, "Ay.. bangun dulu,"

Tidak ada pergerakan. Namun Gio masih berusaha untuk membangunkan.

"Hey. Ay, bangun dulu,"

Berhasil. Kinaya membuka kelopak matanya sedikit, "Apa?" Tanyanya dengan suara seraknya.

"Minum obat dulu yuk," Gio melepaskan lembut tangan Kinaya yang berada di pinggangnya.

Gio membantu Kinaya untuk bersandar pada punggung ranjang. Lalu meraih obat dan air putih kemudian menyerahkannya pada Kinaya.

Setelah selesai Kinaya pun membaringkan lagi tubuhnya diatas ranjang. Untung sekedar berbicara saja rasanya mulutnya sakit.

"Masih sakit giginya?" Tanya Gio lembut.

Kinaya menggeleng, memang benar rasanya sudah tidak sesakit tadi namun masih terasa nyeri walau sedikit.

"Mau makan apa?"

"Pengen soto, tapi bisa ngunyah ga ya?" Tanyanya lirih dengan mata yang sedikit berair.

"Bisa, pelan pelan aja. Ngunyahnya pakai gigi yang ga sakit." Jawab Gio lembut.

Kinaya menganggukkan kepalanya.

Gio bergegas meraih ponselnya untuk memesankan makanan yang gadisnya minta.

Gio menyingkirkan helaian rambut Kinaya yang menutupi wajahnya, "Mau apa lagi? Biar sekalian?"

Kinaya menatap Gio harap, "Matcha latte boleh?"

Gio tersenyum lalu mengangguk, setiap memesan minuman Kinaya selalu memilih yang less sugar, jadi tidak apa apa dengan giginya yang sakit.

Setelah pesanan mereka sampai tidak lupa juga ia memesankan untuk Bi Ina dan Pak Tono satpam rumah Kinaya. Gio menyiapkan makanannya dibantu oleh Mba Ina. Dan membantu Kinaya untuk makan.

"Udah,"

Gio mengangguk, "Yaudah, istirahat lagi ya,"

Kinaya mengangguk kemudian kembali merebahkan kembali dirinya diatas ranjang.

"Lo ga pulang Gi?"

Gio mendelik, "Lo gamau gue disini?"

Kinaya menggeleng, "Bukan gitu, gaenak sama Bunda. Ini juga udah sore."

Kinaya bukan tidak suka Gio disini, ia hanya masih menyesuaikan situasi. Sebenarnya ia tidak pernah seintim ini dengan laki laki lain selain para Abangnya. Pertama kalinya ia tidur dalam pelukan yang bisa dibilang dengan orang asing? Tapi ia tidak bisa munafik bahwa ia, nyaman.

"Gue udah izin kok sama Bunda, lagian gue kan cowok Ay masa di cariin sih." Kekeh Gio.

Tawa Gio menular pada Kinaya, sejujurnya ia hanya masih canggung mendapati dirinya dalam satu ruangan hanya berdua dengan lelaki ini. Tiba tiba Kinaya karena teringat sesuatu.

"Perut lo gimana Gi?"

Gio menyamankan duduknya dan menyandarkan punggungnya. "Udah baik, mau liat?"

Kinaya melolotkan matanya, "Ga mau, gue ngilu."

Gio terkekeh mendengarnya, "Lo berantem jago kenapa liat luka ga berani."

"Ih bukan ga berani, gue ngilu." Bantahnya

"Ya sama aja, dasar cemen."

"Ish." Kinaya langsung menutup wajahnya menggunakan selimut.

Gio tertawa.

"Gue nanya boleh ga Ay?"

Kinaya mendelik, apa apaan lelaki ini padahal sedari tadi sudah banyak berbicara. "Tanya apa?"

Gio menggeleng, sontak mendapatkan pukulan di lengannya. "Bocah aneh."

"Lah kok aneh sih Ay?"

"Gue paling males sama orang nanya tapi ga jadi."

Gio tertawa, "Kayaknya ga cuma lo doang deh Ay, semua orang emang males kalau digituin."

"Itu lo tau, kenapa masih dilakuin. Berarti emang bener lo aneh."

Gio kemudian menopang dagu dengan tangannya, memperhatikan Kinaya lekat. "Cantik banget sih."

Kinaya membelalakkan matanya, "Gi, diem Gi!"

"Cantik, cantik, cantik." Goda Gio.

Kinaya menutup wajahnya yang ia duga sudah memerah seperti tomat, "Aaaaa Muti...... Malu,"

Gio tertawa kencang sampai memegang perutnya, astaga gadisnya!

"Cepet sembuh! nanti gue jajanin leker sama beliin matcha 2 cup."

Kinaya menoleh ke arah Gio, menatap matanya lekat, menyelidiki apa ada kebohongan disana. Namun ia tida menemukannya.

"Emang disini ada leker?"

Gio mengangguk sambil mengelus pipi Kinaya halus, "Ada. makanya cepet sembuh."

Kinaya mengangguk semangat! ia tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Karena selama di jakarta Kinaya tidak menemukan makanan favoritnya itu seperti selama tinggal di bandung,

"Oke, besok sembuh." Jawabnya semangat sambil tersenyum riang. Senyum yang menular pada Gio, senang rasanya menjadi alasan gadisnya tersenyum. Ingatkan Gio untuk terus mengingat hari ini, hari dimana semesta seluruhnya berpihak padanya. Menjaga Kinaya saat sakit, menemani Kinaya tidur, di percaya untuk menjaga oleh orang tuanya, bahkan menjadi alasannya tersenyum hari ini. Dan ia hanya berharap bahwa apa yang terjadi hari ini akan kembali terjadi di hari hari selanjutnya.

****

Halo semua, maafin aku yang absen beberapa hari hehe.

Jangan lupa vote ya!<33333

****

Tbc

JUNI ( COMPLETE )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang