20. GELISAH

1.5K 82 9
                                    

Kinaya mengernyit dahi heran melihat wajah Gio yang seketika berubah setelah membaca pesan yang baru saja ia terima, Kinaya menyadari itu.

"Kenapa Gi?"

Gio menoleh, "Gapapa, mau pesen lagi ga?"

Kinaya menggeleng. Ia tidak lagi bertanya ketika menyadari jika Gio tidak mau membahas lebih lanjut.

"Yaudah yuk."

Mereka bangun dari duduknya, tak lupa tangan Kinaya yang Gio tautkan kembali.

Sejujurnya Gio masih ingin menghabiskan waktu bersama Kinaya, karena jarang sekali ia bisa mendapatkan kesempatan ini. Namun mengingat kembali pesan yang dikirimkan Jere, Gio tau itu sebuah keharusan untuk kembali ke markas dan bertemu dengan anggota lainnya.

Gio memasangkan jaket miliknya untuk dipakai ke tubuh Kinaya, dimulai dengan memasukkan di lengan sebelah kiri lalu berganti kebagian lengan kanan, Kinaya hanya diam saja seolah merespon dengan baik dengan perlakuan laki laki di hadapannya ini.

"Langsung pulang ya, gue ada urusan soalnya."

Kinaya hanya mengangguk.

Tidak ada yang membuka percakapan selama diperjalanan, Kinaya juga tidak berniat untuk membuka suara, terlebih Gio sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kinaya turun ketika sudah sampai tujuan, hendak melepaskan jaket yang dipakai namun terhenti oleh suara Gio.

"Gausah di lepas, simpen aja."

"Ga mau ah, ini kan jaket lo."

Gio menggeleng dan digenggam kedua bahu Kinaya.

"Pake aja, siapa tau lo kangen," godanya.

"Pede mampus lo, gue bakar juga nih jaket,"

Gio tertawa pelan, sejenak melupakan masalahnya tadi.

"Udah sana masuk,"

Kinaya mengangguk, "Thanks, take care,"

Gio mengangguk dan mengangkat tangannya mengacak rambut Kinaya pelan. Lalu menyalakan motor besarnya, lalu pergi dari sana.

Meninggalkan Kinaya yang masih menahan detak jantungnya.

"Udah gila nih jantung,"

"Woi diem woi,"

"Lah diem? Kalau ga berdetak ya mati dong gue," gumam Kinaya sambil menepuk dahinya pelan merutuki kebodohannya sendiri.

****

Pria bertubuh tegak itu memasuki rumah yang biasa disebut markas, siapapun yang melihatnya sudah tau jika pria itu sedang menahan emosi terlihat dari rahangnya yang mengeras.

Berjalan lurus menuju tempat yang biasa dipakai untuk berunding, sudah ada beberapa orang disana, terlihat wajah wajah yang serius dan khawatir.

Mereka menoleh ketika mendengar langkah kaki berat, sudah bisa mereka tebak siapa pemilik langkah kaki tersebut. Ya, siapa lagi jika bukan Gionendra Brama Adinata.

"Gimana?" Tanya Gio.

"Gue ga sengaja denger di cafe dekat jalan besar, Avegas bakal nyerang markas Gardions malam ini." Jawab salah satu anggotanya, Aldo.

Gio mengeraskan rahangnya, Gio marah bukan karena akan bertarung, justru Gio akan merasa sangat senang melakukan itu. Namun, Gio marah karena tingkah laku Leon, laki laki itu selalu saja melakukan hal diatas emosinya. Gio selalu berpikir, bagaimana bisa orang seperti Leon diangkat menjadi ketua geng? Bagaimana nasib anggota lainnya jika memiliki ketua tempramental seperti itu?

JUNI ( COMPLETE )Where stories live. Discover now