64.

5.3K 469 49
                                    

Seorang lelaki duduk didalam sebuah mobil lamborghini hitam miliknya, sambil terus memperhatikan dan mengawasi lalu lalang para siswa-siswi yang mulai berdatangan masuk ke dalam area sekolah.

Lelaki itu memajukan sedikit tubuhnya, untuk dapat melihat lebih jelas aktivitas yang terjadi didepannya—kemudian kembali menyandarkan tubuhnya saat tidak menemukan seseorang yang ia cari. Pergerakan itu dilakukannya berulang kali, setiap ia memperhatikan adanya para siswi yang muncul dari balik gerbang sekolah. Berharap salah satu diantara siswi tersebut, adalah orang yang ia cari dan ia rindukan selama seminggu ini.

Seminggu telah berlalu sejak terakhir Bara bertemu dengan Reytina. Dimana hari itu ia tanpa sengaja bertemu dengan Reytina di sirkuit—dan berakhir mengetahui rahasia besar yang selama ini gadis itu coba sembunyikan darinya, bahkan mungkin dari semua orang. Dan selama seminggu ini pula, ia tidak pernah lagi, melihat keberadaan Reytina di sekolah.

Entah Reytina yang sedang menghindarinya atau memang gadis itu tengah cuti sekolah selama seminggu ini.

Hari ini Bara rela datang ke sekolah pagi-pagi buta, untuk memastikan apakah Reytina berada di sekolah selama seminggu ini atau memang gadis itu tengah izin. Bara takut Reytina menghindarinya, hanya karena tidak ingin menjawab pertanyaannya malam itu.

Namun, kini sudah lebih dari dua jam lamanya, tapi ia masih setia menunggu kedatangan Reytina didalam mobil—walaupun sampai saat ini, ia masih belum menemukan akan adanya tanda-tanda kedatangan gadis itu, mengingat sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi.

Bara tidak mungkin kecolongan, karena selama dua jam ini—ia tidak pernah mengalihkan sedikit pun tatapannya dari gerbang didepannya.

Bara menghembuskan nafasnya pelan. Kecewa dan lelah. Ia tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak, selama seminggu ini—karena terus memikirkan keberadaan Reytina. Ingin menghubunginya pun rasanya sangat percuma, karena semua nomornya sudah di blokir oleh gadis itu.

Dengan perasaan kecewa yang menyelimuti hatinya—Bara pun akhirnya memutuskan untuk turun dari mobil. Saat samar-samar, telinganya mendengar suara bel sekolah telah berbunyi.

Setelah keluar dari mobil, Bara menatap penuh harap kearah gerbang sekolah yang kini sudah tertutup dengan rapat. Namun tak lama, tatapannya teralihkan pada dua orang gadis yang saat ini tengah berjalan beriringan di koridor sekolah—dengan setumpuk buku dikedua tangannya.

Tanpa pikir panjang, Bara segera melangkah mendekat kearah gadis tersebut. Karena kini, harapannya sepenuhnya berada pada kedua gadis itu.

"Qanza, Amanda!"

Kedua orang gadis yang merasa namanya di panggil pun, menghentikan langkahnya—kemudian menolehkan kepalanya kearah belakang. Namun sebelum itu, mereka lebih dulu menepikan tubuh mereka kesamping, agar tidak menghalangi lalu lalang beberapa orang yang lewat di koridor sekolah.

Qanza menatap sinis penuh kebencian, kearah lelaki yang kini sudah berdiri didepannya. Menaikan sebelah alisnya, untuk mempertanyakan apa maksud lelaki itu menghentikan langkahnya.

"Apakah Reytina sekolah, hari ini?" Tanya Albara, yang menunggu jawaban dari pertanyaannya penuh harap.

"Sekolah ataupun tidaknya Reytina, gak ada urusannya sama elo!" Ujar Qanza, dengan nada tidak suka yang sangat kental terdengar disetiap katanya.

"Kenapa? Bukannya dulu lo pernah bilang, gak akan pernah jatuh cinta pada cewek murahan kayak Reytina? Lalu sekarang kenapa lo, seolah sangat terobsesi untuk bisa kembali lagi bersama Reytina?" Tanya Qanza, mengingat kembali ucapan merendahkan yang pernah Bara ucapkan kepada sahabatnya—saat Reytina berusaha mengatakan kebenaran pada lelaki itu. Tapi berakhir direndahkan dan di usir begitu saja. Qanza tidak akan pernah melukapan hari itu, dimana hati sahabatnya hancur—dan yang mirisnya lagi, orang yang menghancurkannya tidak lebih baik dari sampah.

ALBARA [ON GOING]Where stories live. Discover now