58.

7.1K 514 50
                                    

"Semuanya udah terlambat Bara, perasaan cinta gue ke lo udah lama hilang dan mati. Jadi gue mohon jauhi gue, dan jangan pernah lagi muncul dihadapan gue." Ucap Reytina berbohong. Perasaan cintanya untuk Bara tidak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun. Seluruh hatinya hanya milik Bara seorang, tapi lagi-lagi takdir menentang hubungan diantara mereka.

Bara menggelengkan kepalanya kuat, dengan raut wajah sendunya. Apakah sesakit ini yang dirasakan oleh Reytina, saat dirinya menolak keberadaan gadis itu dan mengusirnya pergi secara kasar dari kehidupannya?

Tuhan benar-benar adil, kini semua rasa sakit yang pernah dirasakan oleh Reytina juga dirasakan olehnya.

"Kenapa—kenapa harus secepat ini? Gue benar-benar menyesal atas semua perlakuan buruk gue ke lo waktu itu, gue khilaf. Andaikan semua kebenarannya terungkap lebih awal, mungkin sekarang hubungan kita akan berjalan baik-baik saja."

"Semuanya terlalu rumit untuk dijelaskan. Jika memang kita takdirkan bersama, maka suatu hari nanti kita akan kembali dipertemukan dan bisa bersama selamanya." Ucap Reytina menghapus kasar air matanya.

"Benarkah suatu hari nanti akan ada kesempatan kedua untukku? Jika iya, aku bersedia menunggunya sama kapanmu itu." Ucap Albara mencoba untuk menggapai tangan Reytina yang langsung ditepis oleh gadis itu. Tidak keras memang—namun penolakan itu mampu menyayat hatinya.

Reytina semakin meremas kuat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Merasakan kegundahan yang sangat mendalam dihatinya.

Apakah ia harus memberikan kesempatan kedua untuk Bara? Tapi ia sangat takut jika nantinya lelaki itu akan merasakan kehilangan yang sangat mendalam, di saat dirinya harus pergi meninggalkan segalanya yang ada.

Ia akan semakin tidak sanggup untuk meninggalkan cinta dan keluarganya.

"Reytina—," Ucapan seorang lelaki yang baru saja memasuki ruangan UKS seketika terhenti, saat melihat keberadaan Bara di dalam sana.

"Kenzie." Cicit Reytina pelan. Lalu bergegas turun dari brankar UKS, untuk menghampiri Kenzie—dan memeluk tubuh lelaki itu dengan sangat erat.

"Siapa lelaki itu?" Batin Albara. Pertanyaan itu terus berputar dikepalanya. Mencoba menerka-nerka ada hubungan apa Reytina dengan lelaki itu.

Melihat Reytina memeluk erat tubuh lelaki lain tepat didepan matanya—mampu menghantarkan letupan-letupan amarah dihatinya. Rahangnya mengeras dengan kedua tangan yang terkepal dengan sangat erat—mencoba untuk menahan dirinya agar tidak menghajar lelaki bernama Kenzie itu, detik ini juga.

Ia tidak ingin Reytina semakin marah kepadanya, jika ia tidak berhasil mengontrol amarah serta emosinya—dan berakhir melayangkan pukulan mematikan ke wajah lelaki itu yang terlihat sangat menjengkelkan.

Ia harus banyak belajar untuk lebih tenang, dalam menghadapi situasi apapun. Karena emosi yang tidak terkendali hanya akan membuatnya kehilangan banyak hal. Jangan sampai emosinya, membuat gadis itu semakin menjauh darinya.

Bara memalingkan wajahnya kearah samping, dengan nafas memburu menahan amarah. Suasana di ruang UKS yang tadinya dingin karena AC yang menyala, kini seketika berubah menjadi panas dan gerah—saking gerahnya Bara sampai melepaskan dua kancing teratas seragamnya, memperlihatkan dada bidangnya yang telanjang karena hari ini lelaki itu tidak memakai dalaman apapun.

ALBARA [ON GOING]Where stories live. Discover now