"Lo dapet dari mana?"

"Cincin?" -Leon melirik sesaat barang yang barusan dia sebut, "ngerampas punya Aksa," lanjutnya tanpa dosa.

"Hah?"

"Terus gue harus gimana tolong? Udah gila beneran itu cewek."

"Dia habis ngapain emang?"

Leon menegakkan badan mendadak serius. "Lo nggak tau?"

Berharap mendapat jawaban kebalikan, pemuda itu malah mendapati Alfa yang menggeleng. Sontak saja Leon menganga. Dia kira Aksara sudah minta izin pada pria di hadapannya ini.

"Masalah reuni itu... lo nggak tau?" Leon masih berusaha memastikan.

Alfa diam sejenak. Mencoba mengingat ingat acara reuni apa yang Leon maksud. Tapi nihil. Sepengetahuan ingatannya dia tak pernah mengikuti kegiatan reuni apapun. Lagi, kepalanya menggeleng perlahan.

"Gue perlu cerita apa engga?"

"Kalo ada hubungannya sama gue, dan kalo lo rasa perlu ya gue ngga nolak buat dengerin si."

"Tinggal bilang perlu aja susah amat," cibirnya.
"Temen-temennya Aksa ngira lo udah tunangan sama dia."

"HAH?! Gila apa?!"

Leon meringis.

"Dapet dari mana tuh?"

Bola mata Leon bergerak ke kanan-kiri. Seolah memastikan tidak ada siapapun yang mendengar. Padahal jelas. Di perpustakaan ini hanya ada mereka berdua dan Alfandra sudah mengunci pintunya.

"Nggak dapet dari mana-mana. Mereka ngambil kesimpulan sendiri," tuturnya.

"Nggak mungkin."

"Sabar dulu. Mereka ngambil kesimpulan sendiri. Tapi emang Aksaranya yang mancing."

"Ini cincin punya mamanya Aksara. Frans dulunya tau tapi dia nggak inget. Dan sekarang Aksa make cincin ini buat maksa Frans pergi."

"Jangan bilang kalo maksud lo Aksa ngomong itu cincin tunangan?"

"Aksa nggak ngomong juga sih. Tapi dia nunjukin waktu Frans minta baikan. Ya lo bisa mikir lah maksudnya Aksa kayak gitu buat apaan." Leon meneguk ludah.

"Terus temen-temennya kenapa bisa tau?"

"Ya itu kak masalahnya. Aksara nunjukin itu cincin di depan semua orang."

"Bukan salah Aksa juga sebenernya. Siapa suruh mereka ngambil kesimpulan sendiri. Orang Aksara cuma ngangkat jari."

"Tapi harus gue akui, sih. Aksara cukup punya nyali buat ngelakuin itu."

"Kok lo diem aja sih, Yon?! Aksara itu polos! Dia nggak tau resiko dari apa yang dia lakuin bisa ngerusak nama baik dia nantinya!"

Leon termenung sesaat. Apa dia diam saja? Tidak. Tapi Leon sudah pernah mempertanyakan ini lebih lanjut pada gadis bermarga Pradikta itu.

"Aku nggak ngomong apa-apa, kan?" jawab sekaligus tanya Aksara pada nya kala itu. "Harusnya kalo nggak ngerti, mereka nggak usah berspekulasi."

Leon masih ingat dengan jelas bagaimana tatapan kosong Aksa. Bagaimana matanya hanya memandang asal pada lantai pualam gedung mewah yang sempat Leon singgahi juga.

"Aksa bukan nggak tau resikonya, kak. Tapi buat Aksa resiko itu udah nggak penting selama Frans bisa bener-bener pergi."

"Lagian Aksara bener, kok. Dia nggak salah dan dia emang nggak bilang apa-apa. Kalo Frans maupun temen-temennya berspekulasi, itu hak mereka. Tapi keputusan apa yang Aksara ambil dan caranya gimana, itu juga haknya dia."

FRASA [✓]Where stories live. Discover now