Khawatir..

26.5K 1.5K 12
                                    

Setelah mendengarkan yang dikatakan Farzan, Hana langsung berlari ke kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan yang di berikan Farzan.

Terlalu rumit ternyata kehidupan yang awalnya baik-baik saja.

Kenapa?

Kenapa seperti ini?

Kenapa orangtuanya harus melakukan hal seperti ini tentang pernikahan?

Pernikahan adalah hal yang suci, tapi?

Kenapa semuanya seolah mudah menyetujui tentang pernikahan.

Rasanya sesak di dada, Hana ingin marah tapi harus pada siapa? Marah pada orangtua? Tidak mungkin, karena dirinya bukan orang pembangkang.

Lalu, pada siapa Hana meluapkan rasa sakit ini?

Tok.. Tok..

"Hana?" Panggil Farzan dari luar yang merasa khawatir pada Hana.

Hana menoleh pada pintu dengan mata yang menyipit dan hanya memandanginya saja tanpa menyahut.

"Hana?" Sekali lagi Farzan memanggil.

Hana lalu memandang dirinya di pantulan cermin, lalu membasuh mukanya dengan air. Matanya terlihat sembab dan sedikit merah.

Hana menghela nafasnya lalu mengatur jilbabnya yang agak berantakan. Lalu bersiap keluar dari kamar mandi.

"Hana?" Panggil Farzan saat Hana keluar kamar mandi, gadis itu hanya tersenyum membalas panggilan Farzan.

Hana mengeringkan wajahnya dengan tisu yang ada di meja riasnya, lalu berbalik menghadap Farzan.

"Aku mau buat makan malam dulu." Ucap Hana yang di angguki oleh Farzan.

Hana keluar kamar lalu turun kebawah, membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan untuk di pasak.

Hana pandai dalam segala hal termasuk pekerjaan rumah tangga, karena selama ini Hana selalu membantu Bundanya dirumah.

Farzan mengusap wajahnya yang entah keberapa kalinya, lalu Farzan turun ke lantai satu dan menghampiri Hana yang berkutat dengan alat masaknya.

"Hana." Hana menoleh saat Farzan memanggil dan berjalan mengarah padanya. "Biar saya bantu."

"Gak usah Pak.. Tunggu saja di meja makan, sebentar lagi selesai kok, Hana gak buat yang ribet." Farzan hanya melihat lalu menuruti yang disuruh Hana.

Farzan duduk di kursi pertama menunggu Hana menyelesaikannya, perasaan bersalah masih terasa.

Beberapa menit akhirnya Hana selesai dan menyiapkannya di meja makan. Lalu menuangkannya di piring Farzan setelah selesai lalu gilirannya.

"Apa Bapa ada makanan yang tidak suka?" Tanya Hana, dirinya lupa untuk bertanya apa yang disukai dan tidak karena gara gara menangis tadi menjadi lupa.

"Tidak ada.. Saya tidak memilih milih makanan." Jawab Farzan, "Ayo makan, Selamat maka."

"Selamat makan." Sahut Hana juga.

Hening tak ada yang berbicara, namun hanya denting sendok dan piring saja yang terdengar.

Hingga akhirnya mereka selesai makan malam, Hana berdiri dan membereskan piring kotor terlebih dahulu.

"Ehh.. Pak jangan, Biar aku saja." Hana mencegah Farzan membereskan sisa makanan yang di meja.

"Tidak apa, Saya mau bantu." Ucap Farzan sambil tersenyum.

Jika saja ini pernikahan yang di impikan atau pernikahan dengan cinta mungkin hal seperti ini akan terlihat manis dan romantis.

Namun, kenyataannya tidak. Hana mengalah lalu memilih mencuci piring kotor tadi dan mengelap meja.

Hari yang dilalui sama saja tidak ada perubahan, Hana banyak diam namun masih tetap dengan perannya sebagai istri.

Hari ini Hana menepati janjinya bersama sahabatnya untuk mengerjakan tugas Bu Ai.

"Ca, bareng ya." Ucap Hana menghampiri Caca.

"Oke, siap." Jawab Caca sambil mengacungkan jembolnya.

"Lah? Gue juga bareng dong." Sahut Bunga menyusul Hana.

Kedua gadis itu hanya menyengir, "Masa gue jalan kaki." Gerutu Bunga.

"Haha sorry.. Ayoo." Hana merangkul lengan Bunga mengikuti Caca yang sudah jalan didepannya.

Melewati lorong kelas yang ramai karena banyak murid yang berlalu lalang, ada juga yang masih nongkrong depan kelas. Hana melihat kearah lapang, disana ada suaminya yang masih menemani anak anak olahraga.

Pandangan mereka bertemu namun dengan cepat Hana memalingkan wajahnya, Hana melihat Melisa disana yang melotot padanya.

Hana bergidig melihat mata Melisa seperti akan keluar. Hana tidak ingin mencari masalah disekolah lebih baik diam dan ikuti alur.

Hana masih sebagai istri seorang Farzan di mata hukum dan agama.

.
.

Setelah tiba di cafe tempat dimana mereka sering nongkrong, mereka bertiga langsung memesan minuman dan cemilan untuk menemani mereka belajar.

Hana membuka buku paketnya dan buku catatannya.

"Han? Lo baik baik aja?" Tanya Bunga yang memang sejak pagi tadi melihat ekspresi wajah Hana yang tidak biasa.

Hana menatap Bunga diam, tidak mungkin menceritakan tentang pernikahannya karena itu aib.

Hana menggeleng, "Gak papa.. Emang kenapa?"

"Aish, kan gue yang nanya lo kenapa malah nanya balik kenapa." Bunga mencebik namun Hana berusaha terkekeh menutupi perasaan yang sebenarnya.

"Emang lo kenapa?" Tanya Caca yang sedari tadi memperhatikan. "Aws.. Lo kenapa noyor gue sih.." Keluhnya setelah mendapatkan toyoran dari Bunga.

"Kan dari tadi gue juga nanyain itu ke Hana, Astaga.." Geram Bunga.

"Udah.. Ayo mending mulai kerjain tugasnya besok kan pelajaran Bu Ai." Akhirnya Bunga dan Caca diam menurut.

Hana bernafas lega para temannya tidak lagi menanyakan tentangnya, memang Bunga yang paling peka diantara mereka. Hana tidak tau jika Bunga menyadari sejak awal sikapnya yang terus memikirkan perkataan Farzan semalam.

Meski terlihat tidak apa apa dan baik baik saja, namun entah kenapa pembicaraan semalam itu memenuhi isi kepalanya.

Terlalu fokus hingga Hana melupakan sesuatu yang membuat seseorang dirumah mengkhawatirkannya.

Farzan.

Sedari tadi pria itu mondar mandir tidak jelas, memikirkan jika Hana kecewa padanya dengan sikaf Hana yang semakin pendiam.

Farzan menggusar rambutnya memikirkan kemana Hana sampai jam segini belum pulang, bahkan tidak memberi kabar terlebih dahulu.

Farzan ingin menghubungi Hana namun tidak bisa karena bingung apa yang harus dia tanyakan.

Sempat mengetik beberapa kata namun dihapus kembali, begitu dan terus begitu sampai ponsel yang di pegang dia lempar ke atas kasur.

Farzan duduk di kursi kerjanya dan memilih menyelesaikan pekerjaan yang dikirim oleh asisten pribadinya.

Berharap rasa khawatirnya berkurang.

Ternyata Farzan gengsian yaaa....
Hahha

.TBC.

.
.
Lagi gak ada ide buat lanjutin..

.
.
.
.
.

My Husband, My Teacher. (Selesai) MASIH REVISI Where stories live. Discover now