di usir

16 5 0
                                    

"SAYA TANYA SEKALI LAGI!. KAMU HABIS DARI MANA. JAWAB!!!!" ucap nya lagi membara emosi naik turun.

Aira yang dari tadi hanya menunduk kini ia beranikan diri mendongak melihat Brata. Tersirat tatapan seorang pembenci yang ingin menuntaskan dendam nya.

Ai bergedik ngeri melihat tatapan itu. Dari tadi ia hanya menunduk saja tapi sekarang ia harus berani ia tidak boleh lemah seperti ini. Ia harus mencari keadilan disini.

Ai tersenyum hambar bagaikan tersengat listrik saat mengecas hp, tau kan sakit nya gimana ya gitu dech

lanjut topik!

"KAMU HABIS DARI MANA AIRA ALETA!!?" tanya Brata di puncak paling tinggi keemosian nya.

"Habis balapan" ucap Ai jujur. Walaupun kejujuran nya itu tidak berguna toh yang penting ia berani jujur. Dengan sekuat tenaga jiwa raga nya ia menatap Brata yang emosi.

"BERANI BERANI NYA KAMU!" Brata mendekatin Ai yang berdiri berjarak 10 langkah kaki itu.

PLAKKKK...

Satu tamparan melayang di pipi Ai. Ai berdesit sakit tamparan Brata bukan kaleng kaleng. Dengan tangan yang lebar tenaga yang kuat tamparan keras siapa pun akan merasakan sakit yang terasa kuat.

Ai menatap tak percaya Ke Brata dengan tatapan tersenduh. Ai melihat sosok seorang Pria yang gila akan kebencian. Yang ingin menuntaskan dendam yang berlarut lama. Ai geleng geleng tak percaya.

Dengan ketinggian keberanian nya Ai. Ia kembali ke posisi tegap sempurna mengehelap darah yang mengalir di sudut bibir nya. Memang tak ada sejarah Ai di perlakukan bak seperti anak perempuan seumumnya.

"DASAR ANAK TAK TAU DIRI. BERANINYA KAMU MASIH BALAPAN!"
"KAMU GAK JERA JERA. SUDAH SAYA BILANG JANGAN IKUT BALAPAN LAGI!!"

"DIMANA LETAK OTAK KAMU HAH?!!!!" ucap Brata tersenga senga menatap tajam ke Ai.

"KAMU MAU JADI APA HAH?. KAMU BANGGA BALAPAN SEPERTI ITU?"

"SAYA TIDAK PERNAH MENGAJARKAN ANAK SAYA SEMUA NYA SEPERTI ANAK BERANDALAN"

"DAN KAMU..." tunjuk Brata di Ai

"DAN KAMU TELAH MEMBUAT SAYA MALU DENGAN TINGKAH LAKU KAMU. KAMU TIDAK PERNAH MENDENGARKAN KATA ORANG TUA KAMU. MAU JADI APA KAMU?, GEMBEL?. SAYA MALU PUNYA ANAK SEPERTI KAMU. MENYESAL SAYA PUNYA ANAK SEPERTI KAMU. TAK MAU DI DIDIK!. MELIHAT MUKA KAMU SAJA SAYA JIJIK" ucap Brata panjang lebar.

Ai tersenyum kecut. Lucu. Di didik?, Di beri Nasehat?. Kapan?, Kalo membandingkan, di sisihkan baru ada. Baru ada Ai rasakan. Brata ini sangat lucu. Ai mengangkat kepala nya menatap Brata tersenyum penuh arti.

"Aku tanya. Kapan aku di Didik langsung oleh papa?" Tanya Ai tatapan sendu. Sampai sekarang pun Air mata yang berusaha Ai jatuhkan tak bisa juga jatuh

entah kenapa jika berhadapan dengan keluarga nya ini tidak bisa mengeluarkan air matanya. Ai berusaha mencoba meritikan Air matanya. Tapi tak kunjung jatuh.

PLAKKKKK

"ANAK TAK TAU DIRI. KAMU ITU BERUNTUNG SUDAH SAYA KASIH MAKAN! UANG!. KURANG APA LAGI?"

"Kasih sayang!" jawab Ai.

"YA! KASIH SAYANG! ITU YANG AKU MAU!. APA PERNAH PAPA NGASIH KASIH SAYANG PAPA KE AKU?"

"DIKIT AJA PA, DIKIT. ITU YANG PAPA GAK PERNAH KASIH KE AKU. AKU GAK PERLU UANG, RUMAH BESAR. ITU PERCUMA GAK SEBANDING YANG AKU RASA DARI KECIL PA!"

"PAPA COBA TANYA KE AKU SEKALI AJA. APA YANG MEMBUAT AKU SEPERTI INI?. JAWABANYA CUMA PAPA, PA. PAPA YANG BUAT AKU SEPERTI INI, PAPA JAUHIN AKU DARI DEON, JEVIN. PAPA BANDINGIN AKU TERUS DARI DEON, JEVIN. PAPA TANAMKAN DI DIRI AI SIFAT BENCI KE SAUDARA AI. AI PENGEN RASANYA DI PELUK PAPA, MELIHAT SENYUM PAPA. BUKAN HINAAN PAPA BUKAN UCAPAN CACI MAKI PAPA. AKU SELAMA INI DI ANGGAP APA PA?. PENUMPANG MAKAN, TIDUR DI RUMAH INI? KALO IYA BILANG PA. BIAR AKU PERGI DARI PADA PAPA BUAT BATIN AKU DI KIKIS TERUS, MENTAL AKU SEMAKIN DOWN PA!" ucap panjang Lebar Ai. sambil mengingat masa lalu buram nya.

Deon, Jevin dan Tara yang melihat itu menahan kesedihan. Melihat kondisi Ai yang buruk saat ini. Muka penuh lebam akibat tamparan ditambah satu lebam di sudut bibirnya yang entah dari mana asalnya.

Deon, Jevin tak mampu berkata mendengar isi hati Ai yang selama ini ia pendam. Ia tak menyangka se pedih itu yang Ai rasakan. Jahat. Mereka sangat jahat tidak pernah mengerti Ai selama ini.

Brata hanya diam tak mengeluarkan ekspresi tersadar apapun ia hanya diam mendengar ocehan gadis yang di anggap nya pengacau saja di hidupnya ini.

"GUE PENGEN BANGET DI POSISI LO VIN, EON. TAPI GAK BISA!. KASIH TAU GUE EON, VIN CARANYA BIAR GUE BISA NGERASAIN APA YANG KALIAN BERDUA RASAIN" ucep Sendu Ai tapi tak kunjung Air matanya turun.

Ai meringis sakit di bibirnya yang tersayat luka akibat pukulan Leon di tambah tamparan Brata di tepat posisi yang sama. Ai kesakitan akibat teriak di dalam rumah neraka ini yang sama sekali tidak berguna nya teriakan nya tadi hanya di anggap angin lalu lalang. Se jijik itu kah dia?.

Jevin, Deon tetap diam, tak tau mau jawab apa.

"Cape Ai. Ai capek!"
"Ini koper Ai kan?. Makasih udah di beresin, Ai pamit. Semoga dengan kehadiran Ai yang ngerasa papa seorang penganggu jadi hilang"

"Ai pamit" Ucap Ai mengambil koper nya berjalan ke arah pintu.

"Oh ya lupa" Ai berhenti sekejap lalu putar balik.

"Ini motor Ai balikin" senyum Ai meletakan kunci motor di meja ruang tamu.

Saat langkah terakhir keluar dari pintu. Ia berhenti lagi.

"Detik ini juga, jangan anggap Ai sebagai anak papa dan mama, Dan adik kalian berdua. Detik ini juga kita adalah orang Asing yang gak pernah saling mengenal" ucap nya lalu pergi melangkah keluar rumah itu.

Dengan senyum terakhir nya ia. Melangkah ke gerbang menatap mang Safi'i. Mang Safi'i menatap tak tega ke Ai. Tapi Ai tak peduli bukan itu yang Ai butuhkan sekarang.

"Ai pamit dulu mang. Jaga diri mang" ucap nya lalu keluar dari gerbang rumah neraka itu. Ia menggiring koper nya mencari taksi untuk pergi kerumah siapa pun itu untuk tidur di malam ini dan menghilangkan pikiran jahat nya.

Ia melihat rumah besar itu dari kejauhan dari luar pagar, menatap sendu. Senyum getir senyum yang seakan untuk terakhir kalinya terjadi untuk malam ini. Ia mengingat betapa tersiksa nya diri Ai di dalam rumah itu. Dimana tempat selalu di bandingkan, di sisihkan.

Menatap balkon kamarnya yang selalu menjadi tempat dimana hari hujan di saat itu air berlian nya turun.

Entah sekarang ia merasa bebas akan beban kehidupan nya atau ia merasa kehilangan orang tua?. Ia sekarang mencoba untuk tenang. Mencoba menghilangkan pikiran itu untuk sejenak.

"AI, AI, SAYANGGG" teriak Tara menangis. Ia menggoyangkan tubuh Deon Jevinsecara bergantian.

"KEJAR ADIK KAMU. KEJAR DIA!" Teriak histeris Tara, bergelinar Air mata.

Tara berdecih melihat anak lekaki nya hanya diam saja, hanya menunduk seakan tak bisa melakukan apapun hanya lemah tak berdaya melakukan apa apa mungkin untuk menarik nafas saja mereka masih ketakutan.

Tara berlari keluar rumah. Berharap anak perempuan nya itu masih di sekitar sini.

"Ai mana?" Tanya Tara ke mang Safi'i.

Diam. Ia hanya diam tak tau jawab apa.
" AI MANA MANG?!!"
"SAYA INI BERTANYA MANG!!" bentak Tara lagi.

"non-non Ai udah pergi tuan nyonya" jawab tebata bata Safi'i.

"Kenapa gak di tahan?!"

"Saya gak tau tuan nyonya, harus apa" jawab nya menunduk melihat kemarahan bercampur aduk kesedihan.

Tara berjalan keluar gerbang  melihat kiri kanan jalan lebar itu, hanya kosong. Tidak ada melihat sosok gadis berjalan menggiring koper disana. Ia hancur ia tak tau harus apa. Ia tak mau kehilangan anak perempuan nya itu.

Tara terhanyun duduk di jalanan itu dengan menangis sekencang kencang kencangya. Ia mau Aira nya pulang, ia tak mau anak gadis nya itu pergi dari hidupnya.

"Maafkan mama Ai" lirih nya, selang beberapa detik penglihatan nya mulai buram dan ia terbaring di jalanan itu dengan kondisi mata tertutup tak tersadarkan diri.

"Tuan nyonya!"

ADA DUA CINTA [on going ]Where stories live. Discover now