fourty five

44.4K 2.4K 209
                                    

Lisa berdiri sendirian di depan ruangan yang merias dirinya sebelum pengikatan janji suci. Gadis itu menghembuskan napas berulang kali, cemas.

"Kak Lis," ketukan pintu disusul suara Regan terdengar.

"Masuk aja." sahut Lisa.

Keempat adiknya kompak masuk ke dalam tempat rias Lisa. Mereka takjub dengan make up yang dipakaikan pada sang kakak. Terutama Asta, pemuda itu berulang kali berdecak kagum.

"Gak kerasa Kak Is udah mau nikah." Asta lebih dulu mendekati Lisa. Mata Asta berkaca-kaca. "Nanti yang ngerengek beliin coklat sebelum haid ke aku siapa ya?"

Lisa tersenyum teduh. "Maaf ya udah ngerepotin selama ini." ucapnya sambil mengelus kepala Asta.

"Kak Lisa gak usah nikah bisa gak?" tanya Regan.

"Jadi perawan tua dong. Gak mau ah." tolak Lisa sembari terkekeh.

Raka mengusap air di sudut matanya. "Gak ada lagi yang ke kamarku buat iseng matiin lampu."

"Ya nanti minta tolong Asta."

"Kak." rengek Raka.

"Kok jadi melow gini sih? Kakak mau nikah. Jangan nangis dong."

Lisa menghapus air mata adiknya yang turun dari pelupuk mata. Arkan juga memalingkan wajahnya. Mereka berempat memeluk tubuh Lisa yang terkekeh dikelilingi adik-adiknya.

"Kalian jaga diri. Jangan apa-apa Mama. Kak Lis udah gak di rumah, jadi harus mandiri." ucap Lisa.

Biasanya jika Laras lelah seharian membersihkan rumah, maka adiknya akan meminta dirinya yang membuat makanan. Entah itu mie atau nasi goreng.

Pekerjaan pembantu memang membersihkan seluruh rumah. Laras hanya membersihkan kamarnya dan kamar lima anak di rumah, lalu dua dapur. Itu saja, tapi kalau dilakukan secara langsung memang melelahkan.

"Jangan nangis." Lisa mengusap kepala adiknya, mereka memeluk pinggangnya sangat erat.

Adiknya berjongkok mengelilingi Lisa. Gadis itu perlu membungkuk supaya bisa mengelus punggung para adik.

"Kalau kangen gak naik lift lagi." ucap Regan makin erat memeluk tubuh Lisa. Untung mereka tetap menjaga agar riasan di wajah Lisa tidak hilang sedikitpun.

"Kak Lisa janji bakalan sering main ke rumah."

Arkan melepas rangkulan kakaknya. Dia merogoh saku tuxedo, mengeluarkan kalung dari dalam jasnya. "Hadiah dari Arkan. Ini bukan uang Papa, aku kerja jadi barista buat nyicil beli kalung Kak Lis."

Lisa tersenyum haru. "Pasangin ke Kak Lis."

Arkan mengeluarkan kalung itu dari tempatnya. Memasangkan pada leher Lisa. Tapi dia urungkan, "Bentar lagi Kakak ke altar."

"Kenapa emang?"

"Kalungnya gak cocok buat gaun Kak Lis." terang pemuda itu tenang.

Diam-diam Asta memperhatikan tangannya sendiri. Dia tidak bawa kado apa-apa untuk Kakaknya, padahal dia sudah berencana membelikan Lisa sebuah kado. Malu dengan adik sendiri.

Me And Mr. Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang