forty three

18.8K 1.8K 118
                                    

"Gimana kandungan lo?" Lisa meletakkan tangannya di atas perut Inez. Sahabatnya tidak bisa mengikuti acara pertunangannya karena kandungan Inez yang rentan. Wanita itu harus benar-benar berada di kasur, jalan ke dapur saja wanita itu bisa tumbang.

Maka dari itu Justin selama beberapa hari terakhir pulang lebih awal dari jadwal biasanya.

"Baik. Maaf gue gak bisa hadir di acara tunangan lo. Badan gue bener-bener drop."

"Gak apa-apa." Lisa mengelus tangan Inez. "Jaga kesehatan lo. Sekarang ada janin di tubuh lo."

"Iya Lis. Makasih udah mau repot repot ke sini."

"Gak repot sama sekali."

Inez ingin bangkit dari rebahannya, namun Lisa menahan. Membiarkan Inez tetap pada posisinya. "Gimana lo sama Justin?"

"Dia baik. Perlakuan dia baik dan gak kasar."

"Lo nyaman?" tanya Lisa lagi.

"Sejauh ini gue masih nyaman."

"Rain masih ganggu lo?"

"H-1 sebelum gue nikah, Rain nemuin gue." jelas Inez. Lisa membelalak kaget. "Dia gak aneh-aneh kan ke lo?"

"Sempet berantem sama Justin, tapi tepat waktu gue nikah. Rain menghilang gitu aja."

Lisa melihat jam yang terpasang di pergelangan tangannya. Dia akan dijemput Kevin untuk mencoba baju pengantin yang sudah selesai, pria itu memanggil perancang terkenal dari Prancis. Sekarang sepasang baju pengantin Lisa dan Kevin sudah jadi.

"Kak Kevin udah nunggu di depan rumah. Gue pergi dulu."

"Hati-hati Lis." Inez melambaikan tangannya pada Lisa yang dibalas gadis itu melambaikan tangannya pula.

Kevin menunggu di depan mobilnya, menyandarkan tubuh ke pintu masuk kursi penumpang di samping kursi kemudi. Pria itu membuka kacamata hitamnya ketika melihat Lisa menghampirinya.

Kevin membuka lebar tangannya yang disambut Lisa dengan pelukan hangat. "Sudah puas bertemu Inez?"

"Udah, muka Inez pucet banget. Gak tega aku,"

Kevin membuka pintu mobil. Lisa masuk ke dalam mobil tunangannya dan menjalankan mobil ke butik Sita. Semua keluarga berkumpul di sana untuk mencoba baju masing-masing. Yang paling heboh dari acara pernikahan Lisa dan Kevin adalah ibu mereka sedangkan para suami hanya mengikuti arahan dari istri.

"Akhirnya kita sampai ke tahap ini Sa."

"Ya. Aku juga gak nyangka, aku kira dulu aku bakalan jadi perawan tua karena gak move on dari Kakak."

"Makasih udah mau bertahan sejauh ini." Kevin menggenggam tangan Lisa.

Lisa mengangguk. Dia juga berterima kasih kepada Kevin yang sudah mau berjuang demi dirinya, menjadikan Kevin pantas untuk Lisa. Perjuangan Kevin tidak bisa dibilang singkat. Belajar mati-matian tak kenal waktu dan membangun kembali perusahaan yang hampir tumbang.

"Terima kasih udah mau berjuang."

Kevin mengecup cincin di jemari tunangannya. Mobil mereka berhenti di sebuah butik empat lantai milik Sita, mereka keluar dari mobil saling bergandengan. Lisa merangkul lengan pria itu.

"Kalian lama banget banget. Lumutan Mommy nunggu." Sita menarik tangan sepasang kekasih itu masuk ke butiknya. Di dalam keluarga Kevin maupun Lisa sudah menunggu.

Raka dan Regan berjongkok di sebelah kursi yang diduduki Arkan. Mereka mengamati semut berjalan di depan mereka.

"Menurut lo mereka sempet berhenti karena ngomong apa?" tanya Raka setelah mengamati lebih dari sepuluh menit semua hitam yang terhenti sejenak karena pertemuan dengan semut lain.

"Mungkin nagih hutang roti yang dibawa kabur." jawab Regan.

"Bocah freak." gumam Arkan, dia memainkan ponselnya di tangan.

"Freak gini tetap saudara lo juga." sahut Raka.

Lisa duduk di samping Arkan. Kevin duduk di samping Rio. Mereka melihat Sita yang menyiapkan sebuah papan tulis di depan mereka. Di papan tulis sudah terdapat gambar pakaian beserta jenis kain yang dipakai.

Lisa mendengarkan dengan seksama penjelasan dari calon mertuanya. Hal-hal yang boleh dan tidak Lisa lakukan supaya gaun pengantin rancangan desainer ternama itu tidak sobek atau pernak perniknya lepas.

"Arkan, kamu Tante siapkan setelan jas yang sama dengan kedua saudara kembar kamu ya." Sita melepas kacamatanya.

"Dela dan Dala semuanya couple juga biar lucu."

"Oke Tante." jawab Dela dan Dala serempak. Kedua gadis hasil pabrik Elle dan Ardi itu duduk di lantai beralaskan tikar.

"Perempuan tua pakai dress model sabrina, bagian bawahnya juga kebelah setengah paha. El, Ras lo pada setuju? Kalau kalian gak setuju bisa tunjuk tangan."

Ardi, Adrian dan Hardi serempak mengangkat tangan.

"Kebiasaan yang ditanya Juminten kenapa yang jawab Suparjo." ucap Sita heran.

"Mas gak setuju." jawab Adrian lantang.

"Aku juga." Ardi menyetujui.

"Saya juga." Hardi tidak absen.

"Emang yang minta persetujuan kalian siapa?" sahut Sita. Dia melotot ke arah suaminya.

"Mas itu suami kamu, Ta. Kamu mau jadi istri durhaka?"

"Dih, kok gitu." balas Elle membela Sita. "Kita kan udah deal bajunya model itu."

Ardi bangun dari bangkunya mendekati Elle yang duduk di samping Laras. "Kamu gak bilang ke aku dulu El, harusnya bilang waktu di Jogja."

"Kamu sibuk, gak sempat." Elle berkilah.

Hardi ingin menimpali obrolan suami istri di hadapannya, kala matanya melihat Laras. Istrinya melotot seraya bicara tanpa suara. "Apa?!"

Nyali Hardi ciut.

"Asik gelut!" Erlang-anak pertama Elle merangkul bahu kekasihnya yang terkekeh mendengar perdebatan orang tuanya.

Rio, Frans, Kevin, Raka, Regan dan Asta menyaksikan drama kecil antar orang tua mereka. "Kira-kira siapa yang bakalan menang?" tanya Rio sambil mengelus dagunya.

"Menurut gue kubu cowok yang menang." jawab Frans.

"Setuju." timpal Raka. Menyetujui ucapan Frans.

"Gue sih cewek. Secara Mama orangnya gak mau kalah." Erlang ikut bergabung duduk di bawah tikar. Rara kekasihnya memilih duduk di samping Lisa.

"Nah, setuju banget gue." Regan menepuk pundak Erlang.

Asta mengangguk, "Cowok di mata cewek selalu salah. Mau pindah ke dengkul aja."

"Debat sama cewek susah, Bro. Jangankan menang, seri aja mustahil." ucap Erlang sembari memandangi kekasihnya yang sibuk tertawa bersama Lisa.

Asta mengangguk cepat. "Setuju banget,"

"Cowok gampang berubah sih." Sayang datang menghampiri Asta yang tiba-tiba diam.

"Berubah gimana?"

"Ya berubah. Kalian pikir kenapa power rangers kebanyakan cowok? Karena cowok gampang berubah."

"Aku gak gitu Baby." Asta mengacak gemas rambut Sayang.

"Halah. Kemarin kamu ngomong sama fans kamu, saling follow di Instagram juga. Dasar fuckboy." balas Sayang menyindir.

"Kamu juga tukeran nomor HP sama Rizky, jalan bareng dari ruang osis sampai depan gerbang sekolah. Jangan dikira aku gak tau ya."

"Kan cuma temen."

Para lelaki menghembuskan napas lelah. Mereka tadi sudah bilang, berdebat dengan wanita tidak akan bisa menang. Sekarang Asta yang membuktikan.

********

Me And Mr. Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang