forty

20.7K 1.8K 156
                                    

Kevin memeluk pinggang Lisa menuju lantai dansa. Baterai di tubuh Kevin telah terisi penuh, berhubung dia pemuda dan tangguh. Dia dapat mengendalikan dirinya lagi yang sempat dikuasai gairah.

Setelah lagu untuk berdansa selesai diputar, Kevin bersama Lisa berjalan menghampiri Laras tak pernah jauh dari Hardi. Laki-laki itu terus menempel pada Laras seperti hama.

Di tengah perbincangan serius antara Lira, Kevin, Laras dan Hardi, seorang pria menyela percakapan mereka. "Selamat untuk pertunangan kalian."

Kevin menoleh dan mendapati Rudy berdiri di dekatnya. Hardi langsung siaga memeluk pinggang istrinya mendekat. Dia sadar, di antara 1 wanita yang menunggu hubungan tercerai berai dengan Laras.

Terdapat 1000 laki-laki yang menunggu wanitanya menjanda.

Rudy melihat tangan Hardi yang memeluk erat pinggang wanita pujaannya. Pegangan dia pada gelas kaca di tangannya juga mengerat.

"Aku mau ambil roti." Laras melepaskan pelukan Hardi di pinggangnya. Dia tidak mau berurusan lama-lama di tempat ini, kedua laki-laki yang saling adu tatapan tajam.

"Saya permisi." ucap Rudy, dia beranjak pergi ke stand makanan. Menghampiri Laras.

Lisa menahan tangan Hardi yang hendak pergi. "Papa beberapa part jadi tokoh drama. Sekarang Papa gantian lihat drama di sini."

"Tapi Mama kamu Sa. Laki-laki itu bisa merebut Laras dari Papa."

Lisa tetap menahan tubuh ayahnya tetap pada tempatnya. "Lihat dulu, Mama bukan perempuan yang Papa pikir"."

"Bu Laras."

Baru mulutnya menganga ingin memakan kue, tapi terhalang dengan panggilan Rudy. Rekan kerja calon menantu dan suaminya tidak henti-hentinya mengejar Laras.

"Saya tau kedatangan Bu Laras dan Pak Hardi ke sini agar media tidak membuat berita miring tentang hubungan kalian." lanjut Rudy panjang lebar. "Saya masih menunggu jawaban Bu Laras. Jika Bu Laras mau, saya yang akan mengurus surat perpisahan kalian."

"Pak Rudy tau kalau anda ini kebanyakan bacot?" tanya Laras jengah. Sungguh, dia menghormati Rudy karena hubungan antara Kevin dan pria itu. "Saya diam selama ini bukan berarti anda bisa semena-mena. Saya menghargai hubungan kerja anda dan calon menantu saya."

Rudy terkejut mendengar ucapan Laras. Dia tak menyangka wanita itu akan berbicara kasar padanya.

"Tapi lo mikir lah anjeng, gue udah punya suami. Anak gue juga udah mau nikah, noh sekarang udah punya tunangan." hilang sudah kesopanan Laras, dia geram terhadap tingkah Rudy yang terus menghasutnya meninggalkan Hardi.

"Lo bisa cari perawan atau apa kek. Janda juga gak apa-apa. Jangan cewek bersuami kayak gue."

"Bu Laras, saya—"

"Emang segede apa?"

"Maksud Bu Laras?"

"Gue tau, lo suka sama gue selain karena gue kelihatan smart. Gue juga masih seksi, kulit gue masih kenceng, gak kayak janda-janda yang ngejar lo."

"Saya—"

"Jadi hidup harus seimbang Pak Rudy. Punya Mas Hardi panjang dan lama. Sesuai sama badan gue yang seksi. Dari sini aja bisa kelihatan punya lo gak sebesar punya suami gue, udah mundur aja." ucap Laras sambil melirik celana Rudy lalu berdecak tak suka.

Harga diri Rudy seakan terjun bebas dari tebing tertinggi di dunia. "Bukan begitu Bu Laras. Saya hanya ingin memiliki Bu Laras."

"Gue udah nolak lo secara halus ya Pak Rudy, udah dari lama. Bukan sekali dua kali doang, selama satu bulan gue gak bareng suami gue. Tujuh belas kali lo hasut gue cerai dari Mas Hardi,"

Laras menaruh kue red velvet kesukaannya di meja. "Atau jangan lo impoten? Atau bahkan gay? Ngaku lo!" tuduh Laras histeris. "Astaga, gue gak nyangka. Sadar Pak, sadar."

Lisa menyenggol lengan Hardi. "Gimana Mamanya Lisa?" tanyanya kepada ayahnya yang tersenyum puas. Dia jadi bangga punya aset yang dapat memuaskan istrinya. Nanti Laras akan menerima hadiah darinya. 5 jam nonstop.

"Mama kamu memang wanita luar biasa."

********

"Lah, pada kemana?" Raka menggaruk pelipisnya, mencari keberadaan Hardi dan Laras. Di sampingnya Lisa mengangkat bahu acuh. "Booking satu kamar hotel di gedung sebelah."

"Kawin lah tu." Regan dengan sepiring selat solo di tangannya duduk di samping Kevin yang menyandarkan kepalanya ke bahu Lisa. "Pestanya lama amat, udah pegal pinggang gue."

"Baru juga 1 jam Gan." Lisa menepuk-nepuk pipi Kevin di pundaknya agar pria itu nyaman.

Kevin melingkarkan tangannya di pinggang tunangannya. "Gak sabar kita nikah." gumamnya jelas.

"Berhubung kita setuju kalian nikah. Lo gak berencana kasih kita sesuatu Bang?" tanya Regan.

"Mobil kemarin kalau bukan itungan sesuatu buat kalian?" tanya Lisa, tangannya mencubit pipi Regan sampai adiknya mengaduh.

"Di suruh Mama kembaliin ke Bang Kevin lagi. Gak kehitung." sergah Raka. Dia masih ingat kalau Laras saat itu marah besar ketika menemukan mobil beserta kuncinya untuk Raka dan Regan. Mereka terkena sidang di ruang keluarga.

"Kalian masih SMA. Jangan berlebihan pakai mobil. Lebih baik malah naik BRT, mengurangi kemacetan." ceramah Laras saat itu. Arkan hanya mengangguk kalem, dia setiap pulang atau berangkat ke sekolah selalu menggunakan BRT. Tidak sepeti saudaranya yang memakai mobil pribadi.

"Besok Abang bilang ke Tante Laras supaya kasih ijin kalian naik mobil." sahut Kevin tenang.

"Cielah, baik amat calon Abang ipar gue." puji Asta. Pemuda itu datang dengan mengandeng tangan Sayang, gadis itu memakai dress soft pink yang terlihat manis di tubuh mungilnya.

"Selamat Kak." Sayang memeluk singkat tubuh Lisa. Gadis itu harus melepas pelukan dari kekasih masing-masing. "Aku kasih 2 toples Yupi buat kado Kakak sama 15 coklat dairy milk dan 23 coklat silver queen."

Raka tertawa mendengar celotehan Sayang. "Diabetes dah kakak gue."

"Makasih ya." Lisa mengelus tubuh mungil Sayang yang tidak lebih tinggi darinya. Tinggi gadis itu sebatas 159 cm, sangat mungil saat berdiri di depa Asta yang tingginya 188 cm.

"Aku langsung pulang, udah disuruh Bang Marsel harus sampai rumah sebelum jam 8." pamit Sayang, memeluk Lisa satu kali lagi.

"Hati-hati." Lisa mengacak gemas rambut Sayang.

"Dah Kak Is. Babai semua." Sayang melambaikan tangannya pada semua orang di sana

Raka berdiri di depan Lisa yang melambaikan tangan pada Sayang. "Coba aja Sayang bukan pacar Kak Asta. Udah gue pacarin dari dulu."

Sebuah sepatu pantofel melayang ke kepala bagian belakang Raka. "Gue denger ya Bamsat!" geram Asta.

*********

Ada yang baper selain aku? Menurutku ceritanya bagus banget kalau dijadiin novel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang baper selain aku? Menurutku ceritanya bagus banget kalau dijadiin novel.

Me And Mr. Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang