ten

25.5K 2.6K 123
                                    

"Lisa."

Panggilan itu membuat Lisa mengerang tak suka. Sehari bekerja bersama Kevin membuat pergerakan Lisa terbatas, contohnya ketika makan siang. Dia diajak Inez dan Azka ke cafe dekat kantor, pergerakan Lisa ditahan Kevin. Pria itu bilang ada urusan yang harus diselesaikan Lisa.

Gadis itu ditahan Kevin dengan setumpuk berkas di mejanya. Padahal gadis itu hanya makan roti di pagi hari.

"Ayo makan siang."

"Dari tadi kek! Asem!" Lisa mengambil salah satu map yang tadi di sodorkan Kevin padanya. Dia melempar map tersebut ke kepala Kevin.

"Kenapa Sa?" Kevin mengelus kepalanya yang terkena serangan mendadak dari gadisnya. "Aku buat salah?"

"Pakai nanya lagi!"

Lisa berjalan mendahului Kevin ke ruangan pria itu, dia langsung duduk di sofa empuk di sana dan meluruskan kakinya. Kapan lagi seenaknya pada bos?

"Kakak pesen apa?"

"Bakso Pak Somat langganan kamu." jawab Kevin. Dia mengambil IPad lalu duduk di samping Lisa. Memakai paha Lisa untuk pengganti bantal.

"Kok Kak Kevin tau aku biasa makan di bakso Pak Somat?" dahi Lisa berkerut heran. "Secara bakso Pak Somat baru buka dua tahun belakangan ini." tatapan penuh curiga tertuju ke Kevin. "Kakak gak ngikutin aku sampai sedetail itu kan?"

Keceplosan. Kevin merutuki dirinya dalam hati. "Ya, aku tau dari temen-temen kamu. Mereka bilang kamu sering makan di bakso Pak Somat."

"Kak Kevin tanya Inez?"

"Bukan. Temen kamu yang lain."

Lisa mengangguk paham. Lima belas menit gadis itu memainkan rambut Kevin, bakso kesukaan Lisa datang. Mereka mengambil sendok dan piring yang disediakan di ruangan Kevin.

"Kak."

"Ya?" Kevin mendongak. Dia menerima mangkuk bakso isi mozarella dari Lisa.

"Azka kemarin ngajak aku ke—"

"Tidak boleh."

Bibir Lisa manyun. "Belum selesai ngomong Kak."

"Aku bilang tidak boleh ya tidak boleh, Sa."

"Kakak ini bukan siapa-siapa aku. Kita gak pernah balikan, Kak Kevin gak nembak ulang aku. Ngapain ngelarang?"

Kevin tak mengindahkan Lisa. Dia fokus memakan bakso Pak Somat. Lisa menoel lengan Kevin. "Kak Kevin."

"Aku emang bukan pacar kamu Sa. Tapi kamu itu milik aku."

Udah kayak tanah aja gue di hak milik. Lisa menarik napas dalam, menghadapi pria posesif harus penuh kesabaran. Ingat kata Laras, bar-bar boleh tapi jangan terlalu ketara.

"Kak Epin." Lisa memakai panggilan semasa mereka kecil.

"Enggak bisa, Sa."

"Cuma jalan dua jam doang. Azka temen sahabat aku."

"Masih dengan keputusan pertama." balas Kevin final.

"Oke deh. Kalau pergi sama Inez boleh? Dia ngajak aku liburan ke Jogja minggu depan. Apa aku boleh ikut?" dua tahun belakangan ini Lisa tak pernah mengambil cuti, sekarang dia memanfaatkan cutinya selama dua tahun itu untuk liburan bersama teman-temannya.

Hati Kevin seakan sudah kebal terkena banyak caci maki. Maka dari itu, mau Lisa berkata Kevin bukan siapa-siapanya. Lelaki itu tetap memberikan balasan yang membuat Lisa terdiam. Jadi lebih baik turuti alur yang Kevin mau.

Ingat, Kevin ini orang kepercayaan Hardi—Ayahnya. Sedikit Lisa berbuat salah, dia bisa dihukum Hardi.

"Siapa yang ikut?" Kevin mau diajak kompromi.

"Ada Inez, Ryan, Dio, Azka, Maria dan Magdalena." jelas Lisa. Dari Hendrawan Company hanya Inez, Maria dan dirinya. Selain itu, teman-teman Lisa saat kuliah.

"Enggak aku kasih ijin."

Bakso di mangkuk Kevin telah habis. Dia menaruh mangkuk kosong ke atas meja. Kevin tidak bisa menerima permintaan Lisa, menerima permintaan gadis itu sama saja dengan memberikan peluang laki-laki lain mendekati gadisnya.

Lisa ikut menaruh mangkuknya di samping mangkuk Kevin. Pria itu beranjak ke kursi kebesarannya, dia mengambil bolpoin yang bertuliskan nama Kevin Hendrawan di sana.

Kalau laki-laki susah di bujuk, Lisa akan menggunakan cara terakhir ala Laras.  Mari ikuti ajaran sesat Ibunya, percuma Ibunya mengajari Lisa selama ini jika tidak diterapkan.

Gadis itu melepaskan ikatan rambutnya. Rambutnya tergerai menambah kesan cantik di wajahnya, Lisa juga melepas blazer dan tubuhnya yang sempurna terlihat semakin jelas karena dia tak menggunakan pakaian longgar setelahnya.

Kemeja Lisa kekecilan. Makanya terlalu ketat seperti protokol kesehatan.

Kevin belum menyadari kegiatan yang dilakukan Lisa di ruangannya. Dia menyingkirkan berkas dari mejanya, beralih pada grafik yang tertera di komputer.

Lisa berjalan pelan mengitari meja Kevin, lalu berhenti di belakang pria itu. Masih tersisa satu jam lagi makan siang akan segera usai.

Merasa ada yang meraba dadanya. Kevin membeku ketika Lisa mengecup tengkuknya hingga tubuh pria itu meremang.

"Babe." panggil Lisa menggoda.

Iman Kevin mulai goyah. Namun dia masih bisa menahannya.

Lisa memutar tubuhnya, berpindah ke pangkuan Kevin. Pria itu tidak menolak, malah mendekatkan tubuh Lisa dengan cara mendorong bokong gadis itu ke arahnya.

"Jangan menggoda aku Sa." ucap Kevin serak.

Lisa menarik kerah kemeja Kevin. Lisa mendongak agar Kevin melihat langsung lehernya yang kemarin di jamah laki-laki itu.

"Emang Kakak tergoda?" bisik Lisa di depan bibir Kevin. Posisi bibir mereka hampir bersentuhan.

Kevin mengeram. Pria berumur 26 tahun itu meremas sesuatu di tangannya. Lisa terkejut sepersekian detik, dia menormalkan ekspresinya kembali.

Jari Lisa menelusuri rahang tegas Kevin. Pria itu kembali mengeram. Singa lapar Lisa siap memangsa daging di pangkuannya.

Tangan Kevin berpindah ke tengkuk Lisa. Dia memiringkan kepalanya, mencium bibir Lisa liar. Dia menekan tubuh Lisa lebih dekat, dada mereka berbenturan menyebabkan tubuh Kevin panas.

Lisa mengelus pundak Kevin, naik ke atas dan meremas rambut tebal pria itu. Ciuman mereka bertambah ganas setiap detiknya. Saat mereka kehabisan oksigen, barulah tautan bibir itu terlepas.

Lipstik Lisa warnanya sudah memudar. Hal itu membuat Kevin ingin melahap bibir ranum itu lagi.

"Kamu berhasil." Kevin membuka dua kancing teratas kemeja Lisa. Menyentuh kulit halus Lisa menggunakan jarinya.

"Aku bukan Dora." balas Lisa. Dora sering berkata, berhasil, berhasil, berhasil yey. Dan Lisa tak pernah mengikuti jejak Dora, yang dia ikuti ialah jejak ibunya.

"Berhasil menggoda aku."

"Mama emang gak pernah salah cara." gumam Lisa. Dia memanggut lagi bibir Kevin, bibir paling seksi dari semua bibir yang pernah lihat. Bapaknya pun kalah seksi dalam bentuk bibir.

Kevin meraba lekuk sempurna di depannya. Satu desahan lolos dari bibir Lisa di tengah ciuman mereka. Kevin kian bersemangat.

Namun sebelum Kevin melanjutkan kegiatannya. Lisa menahan tangan pria itu. "Kasih ijin ke Jogja. Habis itu Kak Kevin bisa lanjut."

"Boleh."

Lisa hampir memekik senang. Kevin menahan pekikan gadisnya.

"Tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Aku harus ikut."

Hitungannya sama aja dong anjir!

******

Besok update kalau
Vote bab 9: 320
Vote bab 10: 320

Me And Mr. Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang