twenty nine

19K 2.1K 375
                                    

Kevin menghampiri langkah Lisa. Dia berhenti melangkah saat di depan mereka Hardi berdiri menjulang menghalangi perjalanan Lisa menggandeng ibunya ke kamar.

"Apa? Mau protes sama yang di omongin Lisa?" tantang Laras. Jika Hardi ingin memarahi Lisa, dia akan membela anaknya melebihi segalanya. "Awas ya Mas kamu berani ngomong kasar sama Lisa."

"Mas gak memarahi Lisa."

"Udah ya, jangan ngajak ribut. Masalah kemarin aja belum selesai, aku malas bahas hal yang gak penting."

"Kamu kenapa jadi begini Ras? Terlalu lama bergaul dengan Lira kamu menjadi sosok pembangkang."

Lisa mundur perlahan, dia berdiri di samping Kevin yang sama-sama menyaksikan pertengkaran rumah tangga antar sesama kedua orang tuanya. Bukan kali pertama Hardi dan Laras saling adu mulut, rumah tangga mereka tak semulus pantat Nicky Minaj.

"Jangan bawa-bawa orang lain." sentak Laras tak terima. Inilah Hardi, membawa orang lain dalam perkara rumah tangga mereka.

"Mas tidak ijinkan kamu pergi ke resepsi pernikahan anak Rudy." putusnya final.

"What? Aku gak pernah ngelarang kamu pergi sama Ayu. Aku bebasin kamu sama rekan kamu itu makan siang bareng-bareng. Kenapa aku dilarang-larang terus selama ini?"

"Itu peraturan di rumah ini. Turuti peraturan yang saya buat! Tidak ada interaksi lagi antara kamu dan Rudy untuk kedepannya." Hardi tak lagi menggunakan kata Mas dalam perbincangan mereka, menandakan dia tak mau dibantah.

"Peraturan kamu gak adil buat aku!" teriak Laras keras. Dadanya naik turun.

Selama pernikahan dirinya dan Hardi berlangsung, Laras yang mengalah. Dia mengikuti aturan konyol dari suaminya dan dia tak pernah mengekang pergerakan Hardi seperti yang dilakukan pria itu. Laras menuruti semua permintaan Hardi. Tak pernah membantah sekalipun, hanya sesekali dia mengeluarkan protes namun akhirnya dia juga yang mengalah.

"Kamu sebagai seorang istri harus tau posisi! Kepala rumah tangga di rumah ini saya bukan kamu, Laras!"

Lisa meremas tangan Kevin. Pertikaian sekarang cukup berbeda dari sebelumnya, ibunya tak pernah semarah sekarang. Jika Ayahnya memang sering mengeluarkan perintah seenaknya.

"Jadi posisi aku di sini gak penting?" Laras tersenyum kecut. "Aku cuma kamu anggap pajangan rumah?"

Lisa ingin menghampiri Laras, tapi Kevin menghalangi. Gadis itu khawatir, tak ada penengah. Maka pertikaian orang tuanya akan berlanjut. Kevin menahan tangan Lisa karena tak ingin gadisnya ikut campur urusan orang tua di depan mereka.

Teriakan Laras beberapa saat lalu mengundang Asta, Arkan, Regan dan Raka bergabung ke dalam pertengkaran Ayahnya. Mereka terkejut mendapati mata Laras memerah hampir mengeluarkan air mata, mereka jarang—hampir tak pernah melihat Laras menangis sendu.

"Kamu selalu terbawa perasaan! Apa-apa kamu sangkut pautkan dengan hal lain yang membuat seolah saya yang salah di sini!"

"Papa!" tegur Lisa. Hardi memojokkan Laras sampai wanita itu meneteskan air mata tanpa suara.

"Diam kamu Lisa! Siapa yang menyuruh kamu membuka suara?!" mata tajam Hardi beralih pada anak perempuannya.

"Aku dari awal nurut sama semua perintah yang kamu kasih. Mulai dari pengawasan belasan bodyguard, menyadap hp-ku, membatasi orang yang boleh berteman denganku dan melarang aku bertemu dengan laki-laki di luar sana. Aku terima semuanya Mas. Mulutku emang kadang menggerutu gak jelas, tapi akhirnya aku dengerin kata suami aku."

"Ya itu memang tugas kamu sebagai seorang istri."

"Lalu kenapa hal itu gak berlaku juga buat kamu? Kenapa cuma aku?" ucap Laras, dia mengusap air yang keluar membasahi pipinya.

"Saya bekerja Laras. Suami kamu bukan pengangguran yang tidak punya pekerjaan!" masih dengan nada membentak Hardi menjawab.

"Aku kasih kamu kepercayaan penuh. Percaya suami aku gak akan selingkuh walau banyak wanita yang nyoba buat menggoda kamu. Termasuk Ayu, kamu bahkan beberapa kali makan siang dengan dia. Aku gak masalah Mas, kamu juga nemenin dia belanja walau akhirnya kamu belikan aku baju. Alasan kamu aku terima."

"Kami hanya sebatas rekan kerja! Kamu tidak bisa memahami keadaan, Laras! Melebih-lebihkan segala situasi sampai menjadi hal besar!"

"Sedangkan aku. Bicara sama laki-laki lain aja reaksi kamu udah sebegitu marahnya. Coba kamu sebentar aja di posisi aku, rasain semuanya."

Tangan Hardi mengepal erat. Tak suka mendengar bantahan istrinya. Dia memiliki peraturan dan itu harus dipatuhi seluruh anggota keluarganya, termasuk Laras.

"Jika kamu tidak suka dengan peraturan yang dibuat untuk kamu! Silahkan pergi dari rumah, cari kebebasan kamu sendiri!" tak berpikir panjang, Hardi mengeluarkan senjata terakhirnya.

"Papa!" Asta dan ketiga adik kembarnya memekik. Merasa Hardi sudah keterlaluan dalam berbicara kepada Laras. "Papa jangan egois, pahami posisi Mama juga."

"Mama kalian yang tak pernah paham kedudukannya!" balas Hardi tak kalah keras. "Kalau dia berani keluar dari rumah, jangan harap membawa sesuatu dari rumah ini. Semua benda di rumah termasuk milik saya dan kamu akan mendapat fasilitas lengkap jika menurut."

"Aku capek." Laras melepas jam, cincin, anting-anting dan gelang kaki dari Hardi yang terpasang GPS. Dia tak berniat mengambil ponselnya dari dalam kamar. "Kalau itu emang yang kamu mau. Aku pergi Mas."

Laras keluar dari kediaman Dirgantara. Ketika kakinya mencapai pintu, wajah Hardi pucat. Dia tak mengira Laras akan mengambil tindakan yang tak terduga darinya. Tapi setelah berpikir wanita itu tak akan lama pergi dari rumahnya, mimik wajahnya kembali rileks.

Siapa yang tahan tak membawa harta benda untuk keluar dari rumah? Paling lama mungkin dua atau tiga hari kepergian Laras.

Kelima anak yang menyaksikan perdebatan sengit orang tuanya, berlari menuju Laras yang keluar rumah tanpa menggunakan alas kaki. Dia akan mengembalikan baju yang dia kenakan besok ke dalam rumah itu.

Asta berlutut di depan Laras dan memeluk pinggang wanita itu erat. "Mama jangan pergi."

"Mama menuruti perintah Papa kamu Ta." Laras mengelus kepala Asta penuh kasih sayang. "Kalian di rumah, jaga Papa. Mama pergi dulu."

Regan, Raka dan Arkan juga mengikuti yang dilakukan kakaknya. Arkan yang terkenal super dingin dan tak tersentuh sekarang memandang ibunya penuh permohonan, ekspresi yang tak pernah muncul di wajahnya saat ini keluar.

"Ma." ucapnya lemas. Tubuh anak laki-laki Laras memeluk tubuh Laras, menahan wanita itu supaya tidak meninggalkan rumah.

"Istri yang baik enggak boleh melawan suami. Ayo kesayangan Mama jangan kayak gini, mana ada jagoan kok nunduk."

Lisa menangis belakang tubuh Laras. Dia kesal ayahnya tak melakukan pergerakan menahan Laras tetap tinggal. Jika Laras benar-benar pergi, maka Lisa kan mengikuti ibunya kemana saja wanita itu pergi.

"Lisa ikut Mama." gadis itu berlari ke dalam kamar, membiarkan saudaranya menaham Laras. Dia mengambil kunci mobil dari Kevin. Keluar dari kamar, Lisa berpapasan dengan Hardi yang memandangnya datar.

"Kamu ingin menjadi anak durhaka, Lisa?" tanya pria itu.

"Kemana aja Mama pergi. Lisa ikut." Lisa melepas semua aksesoris yang terpasang di tubuhnya. Meletakkan barang itu di sebelah perhiasan Laras. "Ini mobil dari Kak Kevin. Aku sama sekali nggak mengambil apa-apa dari harta Papa. Jangan khawatir uang Papa bakalan hilang bareng aku dan Mama."

********

400 vote, 150 komen. Aku double up.

Me And Mr. Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang